"Seokjin hyung juga masih menjadi wali ku, itu sebabnya Seokjin hyung yang tahu bahwa perawat akan membereskan peralatanku dari ruangan ini."
"Hyung ... " Jimin berujar pelan membuat sang kakak yang sebelumnya terduduk tegak kini ikut menyandarkan dirinya tepat disamping Jimin. " ... apa yang harus aku lakukan?"
Namjoon mengernyit tak paham pada pertanyaan sang adik. Ia menatap tepat pada Jimin seolah memberikan pertanyaan 'apa maksudmu' tanpa perlu berucap.
Jimin menatap sang kakak sekilas lalu kembali menatap asal pada meja dihadapannya. "Seokjin hyung sudah melakukan terlalu banyak hal. Dia menjadi wali hyung dan Yoongi hyung, mengurus jadwal Taehyung, memantau Jungkook dari jauh tanpa kita tahu, hyung itu bahkan masih harus tetap mengikuti jadwalnya. Aku hanya merasa ... "
Kalimatnya terputus sampai sana. Jimin tak tahu bagaimana dia harus menggambarkan perasaan bersalah yang masih saja menempel dalam hatinya meski hampir setengahnya telah lenyap bersama tangisnya dalam pelukan Taehyung pagi tadi.
Begitupun dengan Namjoon yang sama tak bisa menjawab pertanyaan sang adik. Ia tak tahu bagaimana dirinya harus berbuat. Ia tak tahu bagaimana harus bersikap. Jimin benar, Namjoon sudah menyadarinya sedari awal bahwa kakak mereka telah terlalu banyak berkorban untuk mereka. Tapi disisi lain Namjoon sendiri tak tahu apa yang harus dirinya lakukan untuk meringankan beban sang kakak.
Mereka ... tidak tahu bagaimana peran mereka sebagai adik bisa berguna membantu sang kakak. Hingga satu senyum simpul lagi-lagi berhasil menerbitkan cekungan manis pada semesta Kim.
"Rumah." Gumamnya pelan. "Ayo bersiap untuk pulang." Namjoon mengalihkan tatapannya dan tepat mendapati lengkungan manis yang sama telah terpatri pada wajah adiknya.
***
Jam di sudut sana menunjukan pukul tiga dini hari kala sepasang manik sipit terbuka menyambut gelap. Dirinya tak sepenuhnya tertidur atau lebih tepatnya tak akan pernah bisa terlelap saat badai dalam dirinya sama sekali tak memberikannya izin untuk melakukannya.
Kedua netra itu terbuka hanya karena dirinya sudah yakin bahwa sosok-sosok yang ada di ruangan ini, yang selalu bersamanya telah sepenuhnya terlelap dalam tidur mereka. Yoongi mendudukan tubuhnya tegap. Ia menatap satu per satu wajah itu. Rasanya himpitan itu kian menjepit Yoongi kala dengan jelas lelah bisa ia lihat dari wajah mereka yang tersamarkan gelap.
Taehyung saja baru kembali jam dua belas malam tadi tapi kini harus tidur di sofa seperti itu setelah seharian ia bekerja. Jimin yang baru bisa beristirahat setelah menyelesaikan semua kekacauan yang dia buat juga Seokjin yang harus kerepotan mengurus administrasinya. Mereka semua tidur disana, hanya berbalutkan selimut tipis saat suhu sudah mulai menurun untuk menyambut musim gugur.
Dan lagi, Namjoonnya ... seharusnya dia pulang. Dia sudah resmi bukan lagi pasien di rumah sakit ini tapi dia justru tetap disana. Berpindah tempat tidur dari ranjang pasien pada sofa seperti yang lainnya.
Sebenarnya apa yang sudah Yoongi lakukan? Kenapa mereka semua rela melawan rasa lelah mereka hanya untuk dirinya disini?
Yoongi bahkan adalah pemeran jahatnya, tapi kenapa mereka semua masih terus mengkhawatirkannya?
Yoongi yang sudah menghancurkan keluarga mereka, dirinya yang menghancurkan rumah mereka, dan kini bahkan ia juga yang membuat sosok-sosok itu tak bisa istirahat dengan nyaman setelah hari panjang yang melelahkan mereka lalui.
Tidak kah dirinya hanya menjadi beban jika terus seperti ini?
Tatapan itu turun tepat pada pergelangan tangan kirinya yang kini terbalut perban. Ini aneh, bahkan Jungkook juga terluka pada tempat yang sama. Tapi kenapa adiknya itu harus tertidur begitu lama? Kenapa tidak dirinya saja yang mengalaminya saat itu?
YOU ARE READING
기억 MEMORY || BTS
FanfictionSemua kenangan itu tersimpan rapi di laci sudut kepalaku Semua kenangan itu seperti huruf korea 'giyeok' Permulaanku yang berharga An ordinary story between their friendship and memory Inspirasi : 💜 Puisi RM di Run BTS eps 56 ...
MEMORY || 44
Start from the beginning
