EXTRA CHAPTER

335 19 6
                                    

- Satu setengah tahun setelah cerita selesai. -

Bandung kini berbeda dan hangatnya tak lagi sama

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Bandung kini berbeda dan hangatnya tak lagi sama

Meskipun perjalanannya tidak menggunakan kereta api, lagu Bandung milik Hanacaraka terus mengalun melalui earphone yang Rayya pakai sejak memasuki tol Buah Batu seraya memperhatikan aktivitas di jalanan dari kaca mobil. Sebelumnya, tidak ada yang istimewa bagi Rayya dari kota ini. Bandung hanyalah tempat kelahiran sang bunda, tidak lebih dari itu. Meskipun tidak bisa dipungkiri jika dirinya juga betah ketika diajak mengelilingi kota ini.

Namun, semua itu berubah karena obrolan-obrolan ringan dengan salah satu pemuda yang menetap di sini melalui sebuah aplikasi. Ingatannya seolah ditarik masuk ke dalam mimpi beberapa tahum silam. Di mana dirinya ada di boncengan seorang laki-laki yang sekarang entah di mana keberadaannya.

"Bandung dan Bara itu perpaduan yang sempurna, karena Bandung tanpa Bara tidak akan menyenangkan."

Kedua sudut bibirnya tertarik tipis. Sekarang Rayya percaya dengan ucapan laki-laki itu melalui lagu ini. Ada sedikit ruang yang sejauh ini dirasa tidak bisa terisi oleh siapapun, meskipun Rayya tidak tahu bagaimana kabar dan di mana keberadaannya sekarang. Cuaca Bandung yang cerah terlihat sendu di mata Rayya siang ini.

Sore nanti, ada acara Bincang Buku bersama Rayya di Gramedia Merdeka yang diadakan oleh penerbit. Namun, acara ini baru dilaksanan di dua kota, yaitu Jakarta dan Bandung karena dirinya masih harus membagi waktu dengan kuliahnya belum menemui libur panjang.

Merasakan punggung tangannya ditepuk, Rayya menoleh 180 derajat menatap Gita yang duduk di sampingnya kemudian mencabut salah satu earphone agar bisa mendengar dengan jelas ucapan sahabatnya.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Gita. Kini salah satu tangannya menggenggam tangan kiri Rayya.

"Nggak apa-apa," Rayya menjawab singkat seraya tersenyum untuk meyakinkan.

"Beneran? Sejak masuk tol tadi, Kak Rayya diem terus, deh. Kita sebentar lagi sampe ke rumah Oma, loh," sahut Bintang yang duduk di depan menemani Raga. Posisi duduknya sekarang menyamping dan menoleh ke arah Rayya dan Gita. Rencananya mereka akan menunggu di rumah Oma sebelum ke tempat tujuan, sekaligus mengistirahatkan badan sejenak.

"Beneran, nggak kenapa-napa, kok. Mungkin sedikit gugup."

"Yakin? Kalo capek, atau nggak enak badan, nanti istirahat aja di kamar gue, tidur. Satu jam sebelum acara, gue bangunin." Laki-laki yang sejak tadi bungkam dan hanya mencuri-curi pandang melalui spion dalam mobil itu kini ikut membuka suara.

"Beneran nggak apa-apa. Lagian, kan, gue udah janji sama lo buat sehat terus biar lo nggak khawatir."

Jawaban itu sontak membuat kedua perempuan yang mendengarnya saling pandang. Keduanya jelas tahu bagaimana kedekatan sepasang sejoli yang bertemu sejak SMP itu. Namun, kali ini rasanya ada yang berbeda di antara mereka. Selesai saling mengirim sinyal dengan tatapan itu, Gita mengalihkan pandangannya kepada Rayya, sedangkan Bintang menatap sang kakak yang kembali bungkam setelah mendengar jawab Rayya.

Virtualzone [COMPLETED]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin