Virtualzone - Chapter 33

316 43 18
                                    

Peringatan buat chapter ini, hati-hati riba hahaha. Feedbacknya jangan lupa, ya, orang baik :)

Enjoy 💜

Dua perempuan sebaya ini sedang duduk di kantin sambil menikmati makanan yang mereka pesan diselingi obrolan tentang teman-teman sekelas Rayya yang menduduki peringkat satu sampai lima tidak masuk sekolah karena sakit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dua perempuan sebaya ini sedang duduk di kantin sambil menikmati makanan yang mereka pesan diselingi obrolan tentang teman-teman sekelas Rayya yang menduduki peringkat satu sampai lima tidak masuk sekolah karena sakit. Sepertinya ini rencana semesta untuk membuat kelas Rayya mendapat omelan dari guru Fisika yang mengisi pelajaran hari ini. Jarang sekali beliau meminta salah satu murid untuk menjawab pertanyaan di depan kelas. Jelas saja tidak ada yang maju ke depan karena mereka tidak terlalu memahami materi yang dijelaskan, termasuk Rayya.

Gita hanya menertawakan sahabatnya yang bercerita dengan raut kesal. "Lagian mereka kompak banget enggak sekolah, mana alasannya sakit semua lagi," heran Gita, "padahal, kan, ada temen-temen lo yang rangking enam sampai sepuluh. Kenapa mereka enggak ke depan buat jawab soal coba?"

Rayya mengangkat bahunya tak acuh. Dia masih menikmati es jeruk pesanannya. Sebenarnya itu juga yang membuat dia kesal, ke mana teman-temannya yang berada di peringkat enam sampai sepuluh besar. Atau mungkin mereka takut salah saat mengerjakan dan berujung mendapatkan serangan mental dari guru tersebut. Saat mengajar beliau memang dikenal killer oleh seluruh warga sekolah. Omelannya bisa memakan waktu hampir satu jam pelajaran. Berbeda jika sudah diluar jam pelajaran, kepribadiannya seakan berubah seratus delapan puluh derajat. Beliau sangat cair jika berbaur dengan setiap siswa. Namun tetap saja, beberapa siswa segan kepadanya.

"Raga sakit gara-gara apa emangnya?" tanya perempuan di hadapannya.

"Kemaren pulang sekolah kita hujan-hujanan. Eh, taunya dia dari pagi udah enggak enak badan, jadi malemnya demam," terang Rayya.

"Terus kenapa lo ajak hujan-hujanan kalo tau dia enggak enak badan?"

"Justru gue enggak tau karena anaknya enggak bilang. Gue taunya karena semalem Bintang nelpon, terus bundanya bilang gitu."

Gita mengangguk. "Lo tau enggak? Kemaren Raga sempet nanya lo kenapa, tapi lo baru cerita semalem dan ternyata di-ghosting," ucap Gita setengah berbisik.

"Lo tau enggak?" Rayya mengikuti nada bicara Gita sebelumnya. "Semalem dia ada nge-­­chat gue pas kita selesai ngobrol." Rayya ikut berbisik seperti apa yang Gita lakukan.

Mata sahabatnya membelalak seperti ingin loncat keluar. "Dia ngomong apa?"

Hanya satu kata yang keluar dari mulut Rayya. "Kepo!"

Jawaban itu jelas membuat Gita memasang raut datar dan tidak peduli. "Awas aja kalo lo nanti disakitin lagi sama dia, gue enggak bakal buka praktik curhat privat lagi buat lo."

"Lo kok kayak gitu sama gue?"

"Terserah kali ini sungguh aku takkan peduli." Gita menghiraukan rengekan Rayya dengan menyenandungkan lagu Terserah milik Glenn Fredly sambil beranjak pergi dari kantin.

Virtualzone [COMPLETED]Where stories live. Discover now