5. Jejak Mentari

27K 2.5K 17
                                    

Jangan lupa vote dan dan comment nya...
Instagram : @ellechelle_

***

Melvin Hardy tidak pernah ditolak wanita mentah-mentah. Hanya Mentari yang berani. Tentu saja dia bertanya-tanya apa yang salah dari dirinya? Atau malah justru Mentari yang berbeda dari perempuan lainnya.

Dia tersenyum sendiri. Mentari jelas begitu menggoda iman. Dari pertama kali datang ke pesta lajang Safira, pandangan Melvin sudah terkunci pada wanita itu. Hingar bingar pesta dan musik yang begitu kencang tidak membuat seorang Mentari terhanyut. Dia malah sibuk dengan ponselnya dan segelas cocktail.

Saat Melvin tepat duduk di sampingnya, dia tidak sengaja mengintip apa yang sedang dipandangi Mentari pada layar ponselnya. Ternyata wanita itu larut dalam sebuah bacaan panjang yang tidak Melvin mengerti, tapi kemungkinan yang dia tebak itu adalah pekerjaan, entah apa profesi Mentari.

Kalau biasanya dia bisa mendapatkan teman kencan dengan mudah, tidak dengan Mentari. Melvin harus usaha ekstra keras hanya untuk bisa mendapatkan tanggapan singkat dari wanita itu. Rayuan dan godaannya sama sekali tidak mempan. Padahal kalau boleh dibilang dirinya adalah sang penggoda ulung kalau urusan wanita. Tidak menyesal rasanya hadir di acara Safira kemarin.

Harusnya dia datang ke pesta lajang Gemal, suami Safira karena jelas-jelas Gemal termasuk teman mainnya. Tapi kemarin dia sama sekali tidak berniat datang kesana. Gemal pendiam, kaku, terlebih lagi banyak yang tidak dia kenal disana, acaranya pasti tidak menyenangkan dan membosankan.

Keputusannya untuk merecoki Safira ternyata benar-benar keputusan yang sangat tepat. Kalau kemarin dia datang ke acara Gemal, sudah dipastikan dia tidak akan bertemu dengan bidadari cantik pencabut nyawanya, Mentari.

Pertemuannya dengan Tari yang berikutnya memang benar-benar perbuatan semesta. Dia sama sekali tidak mengatur rencana dan strategi apapun untuk bisa bertemu dengan Mentari, walaupun Melvin yakin mereka juga akan bertemu lagi di pernikahan Safira. Tapi kantor? Yang benar saja mereka satu gedung kantor! Melvin jadi semakin yakin kalau jodohnya sudah ada di depan mata.

Bagi Mentari pertemuan mereka mungkin hanya sebuah kebetulan saja, tapi tidak bagi Melvin. Ada hal lain yang membuatnya begitu terikat dengan wanita itu. Melvin tidak bisa melupakan semua hal tentang Mentari. Suara seraknya, kulit kecoklatan yang menggoda, pembawaan tenangnya, pokoknya semua tentang Mentari masih meninggalkan jejak dengan jelas dan berputar-putar di dalam otaknya.

Oh, ngomong-ngomong soal Mentari, ada satu nama yang patut diberikan penghargaan, Anggun. Kalau bukan karena Anggun, Melvin tidak akan pernah tahu seorang Mentari. Terima kasih kepada mulut bocor Anggun yang menyebut nama Tari tanpa perlu Melvin minta sama sekali. Anggun rese, tapi di waktu dan tempat yang tepat dia bisa jadi sangat berguna.

Melvin melambatkan laju mobilnya. Otak cemerlangnya tiba-tiba saja memunculkan sebuah ide luar biasa. Dia tersenyum jahil, kemudian kembali memepercepat laju kendaraannya. Hampir pukul sepuluh malam, belum terlalu malam. Dia tidak ingin buang-buang waktu lagi. Harus ada yang dia dapatkan malam ini juga, dan dia tahu betul harus kemana.

***

Melvin tersenyum bahagia menatap seorang wanita yang duduk persisi dihadapannya. Wajahnya putih karena menggunakan sheet mask, tapi matanya mampu menunjukkan ketidaksukaan yang jelas pada Melvin.

"Cepetan mau ngomong apa? Gue penasaran sepenting apa hal yang mau lo bicarain ke gue..." Ujar wanita itu sambil melotot kesal.

"Yaelah, tawarin minum dulu kali Nggun, masa gue langsung di todong aja mau ngapain kesini." Jawab Melvin yang tentu saja mampu membuat mata Anggun semakin mau keluar.

"Heh bocah tengik! Ini udah jam sepuluh lewat, waktunya orang istirahat, lo malah bertamu. Pake acara minta minum segala lagi. Sinting." Melvin hanya bisa nyengir kuda mendengarnya.

"Yah, si Anggun mah begitu aja ngomel." Gerutu Melvin.

"Nggan Nggun Nggan Nggun!!! Gue lebih tua dari lo! Nggak ada tata kramanya ini anak bener-bener. Panggil kakak kek, mbak kek, teteh atau apa gitu, jangan Anggun Anggun aja!" Ini yang Melvin bilang serba salah dalam menghadapi wanita, terutama ibu-ibu seperti Anggun.

"Yaudah maaf mbak, jangan marah lagi. Udah malam, kasihan anaknya nanti bangun." Kata Melvin sesopan mungkin.

"Buru, mau ngomong apa, lelet banget!" Tuh kan Melvin yang salah lagi.

"Kasih tau gue semua informasi soal Mentari dong mbak." Minta Melvin langsung. Sheet mask yang dipakai Anggun copot seketika karena dia menggerakan kepalanya tiba-tiba dengan cepat.

"Mentari? Tari? Lo dateng malem-malem kesini cuma mau tanya soal Mentari?" Melvin mengangguk cepat, sementara Anggun menarik napas dalam beberapa kali berusaha menetralkan kemarahannya yang siap meledak kapan saja.

"Gue bilangin laki gue ya lo malem-malem ganggu cuma mau nanyain Mentari!" Anggun mengambil satu bantal sofa di dekatnya dan melemparkannya pada Melvin.

"Mbak jangan berisik, nanti anak-anak bangun." Melvin meletakkan satu jari tulunjuknya di bibir untuk mengingatkan Anggun.

"Vin, Tari itu teman gue, masa lo nanya ke gue sih?"

"Justru karena temannya lo, makanya gue tanyanya ke lo. Masa gue nanya sama suami lo? Mana tau dia soal Mentari kan?" Anggun menggelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan kelakuan Melvin.

"Maksud gue tuh gue temannya, terus lo tanya ke gue dia gimana, ya nggak bakalan gue kasih tau lah bego. Istilahnya gue ngelempar teman sendiri ke kandang buaya. Sampai sini paham?" Anggun mulai naik darah. Kalau bukan karena sopan santun ingin dia menyeret Melvin keluar sekarang juga.

"Please Nggun, cuma lo yang bisa bantu gue. Kali ini gue serius, nggak main-main," Melvin mengangkat kedua jarinya di udara, memberikan lambang sumpah pada Anggun yang kini sedang menatap Melvin garang. "Please, kali ini lo harus percaya sama gue..." Pinta Melvin memelas ketika Anggun sama sekali tidak menjawabnya.

"Mentari itu beda, jadi jangan macam-macam. Percaya omongan gue kalau lo mau selamat dunia akhirat, jauhi Mentari. Bukan demi Mentari, tapi demi lo sendiri, karena gue yakin Mentari akan baik-baik saja sampai kapan pun, tapi lo? Nanti lo bunuh diri gue sama laki gue yang repot." Melvin menghela napas lemah, kepalanya tertunduk lesu. Dia kira Anggun yang akan paling cepat buka suara, ternyata malah susah juga.

"Ayo lah, bantuin gue. Mentari terlalu sulit dijangkau. Galak, menghindar terus setiap kali gue deketin. Masa lo nggak mau liat gue tobat nih. Mau berlabuh beneran ini gue." Rayu Melvin sekali lagi berharap Anggun luluh.

"Berlabuhnya sama yang lain aja. Lo nggak akan siap sama Mentari. Bencana juga nanti jadinya. Lagian gue heran deh, baru ketemu kemarin aja udah kaya kena pelet. Lo juga sih harusnya datang ke pesta lajangnya Gemal aja, kecentilan pakai acara setor muka ke pestanya Safira segala." Omel Anggun. Padahal Anggun tidak tahu saja apa yang telah terjadi diantara kedua manusia itu.

Oke, jurus merayu Anggun malam ini sudah gagal total. Salah dia juga tidak sabaran sampai malam-malam begini menerobos masuk ke rumah Anggun. Dia akan coba lain waktu lagi, kalau tidak dia akan coba bertanya pada Safira ketika wanita itu kembali dari Honeymoon-nya di Swiss.

"Pulang Vin, tidur, istirahat biar otak lo sehat." Kata Anggun setengah menyindir.

Melvin menatap Anggun Jengkel. Padahal dia sudah antusias mendengar semua tentang Mentari. Tapi tenang saja, bukan Melvin namanya kalau pantang menyerah. Semakin dijegal, dia akan semakin bengal. Maju terus pantang mundur. Makin ditentang, dia semakin tertantang.

"Yaudah gue balik. Dasar pelit." Kata Melvin asal lalu bangkit berdiri dan berjalan ke pintu depan. Mengabaikan Anggun yang mencibir kesal.

"Awas ya besok-besok kalau datang malam begini gue panggilin satpam komplek biar diusir. Dasar bocah labil!" Teriak Anggun kesal, yang tentu saja diabaikan Melvin begitu saja.

***

Mentari Dipersimpangan Hati (Completed)Where stories live. Discover now