Virtualzone - Chapter 45

Start from the beginning
                                    

"Jadi ayah restuin Rayya sama siapa?" Pertanyaan itu terlontar tanpa aba-aba. Spontan Rayya menutup mulutnya ketika sadar.

Menyadari pertanyaan putrinya, kening beliau berkerut beberapa saat. "Liat aja nanti siapa yang minta izin duluan ke rumah," jawabnya enteng.

"Siap kalo gitu. Nanti Rayya suruh Jaehyun duluan yang dateng menghadap ayah." Rayya berdiri tegak dan menyahuti jawaban sang ayah dengan tegas untuk menutupi rasa paniknya.

Sang ayah tersenyum dan menggeleng kecil mendengar respons yang Rayya berikan. Nama itu selalu terselip dipikiran Rayya. "Jaehyun terus kamu, tuh."

***

Baru saja tangannya terangkat untuk menyetuh daun pintu, tetapi pintu itu sudah dibuka dari dalam. Muncul seorang dokter dan perawat di balik pintu itu. Rayya mundur beberapa langkah dan membalas senyum mereka kemudian masuk ke dalam setelah mereka berlalu. Matanya menangkap raut senang di wajah kedua laki-laki yang belum menyadari kehadirannya.

"Ada kabar bahagia apa, nih? Auranya kok seneng banget." Rayya bertanya sambil berjalan mendekati ranjang tempat tidur Bara.

Refleks dua kakak-adik itu menoleh pada sumber suara. "Barusan dokter abis lihat kondisi gue, terus ngasih tau kalo gue udah dapet donor yang cocok."

Mata Rayya membulat tidak percaya dengan informasi yang masuk ke telinga. Spontan Rayya menghadap kemudian memeluk laki-laki yang berdiri di sampingnya untuk menyalurkan rasa senang yang menyelimuti hatinya pada Raga. sedangkan yang dipeluk mematung kaget.

"Gue yang dapet donor, kok Raga yang dapet peluk?" protes Bara melihat adegan tersebut tepat di depan matanya. Dia berdecak dan memasang raut kesal. "Tiba-tiba gerah banget ruangan ini." Bara menyerukan sindiran untuk menyadarkan satu-satunya gadis di ruangan ini.

Sadar apa yang dilakukannya salah, Rayya melepas pelukan itu dan tersenyum canggung menatap Raga. Dia mengalihkan pandangan pada Bara. "Lo serius, kan?" tanyanya memastikan jika dia tidak salah dengar.

"Iya, tapi Bara harus ke Cina karena donornya ada di sana." Suara Raga membuat Rayya menoleh lagi pada sahabatnya.

"Jauh banget," keluhnya setelah mendengar ucapan Raga, "tapi nggak apa-apa, deh. Asal lo bisa sehat lagi. Jadi janji, ya, lo harus pulang dengan selamat dan sehat."

Raga menoleh pada Rayya dan berujar. "Gue keluar sebentar. Mau ke kantin. Ada yang mau dititip, Ra?"

Rayya menggeleng pelan. Raga beranjak keluar IGD membiarkan dua orang terdekatnya membicarakan apa yang ingin mereka bicarakan. Sementara di dalam IGD, Rayya duduk di kursi yang kemarin ia duduki. Senyum itu tidak hilang dari bibirnya. Namun, tiba-tiba di kepalanya muncul satu pertanyaan.

"Cewek yang dijodohin sama lo udah tau kondisi lo sekarang?" Hati Rayya meringis. Mengingat Bara sudah mempunyai seseorang yang dijodohkan dengannya, tidak wajar jika sikap Rayya seperti ini. Namun, ada sesuatu yang menahan Rayya untuk bersikap tak acuh melihat kondisi laki-laki di hadapannya.

"Dia ada di sini, kok."

Rayya menoleh ke segala penjuru untuk menemukan perempuan itu, tapi tidak melihat siapapun selain mereka berdua. "Di ... ruangan ini?"

"Iya."

Mimik wajah Rayya seketika berubah sedikit menegang. Sekali lagi dia menoleh untuk memastikan. "Dia ngumpet?"

Bara tergelak mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Rayya. "Iya, biar nggak keliatan sama lo, katanya."

"Eh? Kalo gitu gue keluar, ya. Nggak enak sama cewek lo." Baru saja dia beranjak, tetapi Bara mencegahnya. Jadi terpaksa Rayya duduk lagi dengan perasaan tidak menentu.

Virtualzone [COMPLETED]Where stories live. Discover now