Tiga Puluh Enam : Terbongkar

3.2K 168 0
                                    

Aga

Mataku terbelalak saat mendapati sebuah video berdurasi pendek dan juga sebuah foto saat akad nikahku dengan mbak Dara. Bagaimana bisa ada yang mengambil foto kami? Padahal setahuku, hanya keluarga kami yang hadir disana dan juga penghulu.

Yang jadi permasalahannya bukan tentang siapa yang mengambilnya. Yang jadi masalah sekarang adalah bagaiman video dan foto itu bisa ada pada Syifa?

Seketika perasaanku menjadi gelisah. Segera aku bangun dan menelpon Syifa.

"Darimana kamu mendapatkan itu?" Tanyaku dingin tanpa basa-basi.

"Justru aku yang seharusnya tanya sama kamu Ga. Video dan foto itu asli? Bukan rekayasa?"

"Kamu nggak perlu tahu. Aku tanya darimana kamu dapat video dan foto itu?"

"Aku mendapatkan itu di forum sekolah."

"APA?!!" Gawat! Ternyata video dan foto tersebut sudah sampai forum sekolah. Hanya menunggu waktu saja sampai ketua yayasan dan kepala sekolah mentindaklanjuti. Aku  mengusap wajahku dengan kasar dan merasakan gerakan di belakangku. Aku melirik Ruda yang terbangun, mungkin karena teriakanku.

"Kenapa Ga?" Tanyanya. Aku hanya menggeleng dan menyuruhnya kembali tidur. Ruda pun kembali memejamkan matanya.

"Halo Ga. Jadi itu asli? Kamu udah nikah Ga?"

"Nanti kita bicara lagi," kataku lalu mematikan panggilan telepon. Aku mendesah kasar. Bagaimana mungkin ini busa bocor? Padahal hanya tinggal dua bulan lagi ujian kelulusanku.

Hah! Lalu aku teringat dengan bayangan mbak Dara. Jantungku lantas  berdetak kencang.  Bagaimana reaksi mbak Dara kalau tahu jika pernikahan kami sudah bocor di sekolah? Aku masih teringat saat mbak Dara menolakku karena nggak ingin menyebabkan masa mudaku hancur. Aku menyadari hal tersebut meski aku diam. Lalu sekarang jika dia tahu ujian kelulusanku mungkin nggak pernah bisa aku jalani, apa reaksinya? Apa dia akan menyalahkan diri sendirinya lagi?

Nggak. Aku nggak mau mbak Dara menyalahkan diri sendiri dan berujung dengan dia menjauhiku. Kami sudah sejauh ini. Aku nggak mau hanya karena masalah ini hubunganku dan mbak Dara yang susah payah aku perjuangkan, hancur begitu saja.

Aku beranjak dan meninggalkan kamar tamu menuju kamar mbak Dara. Perlahan aku membuka pintu dan melihat mbak Dara tidur meringkuk seperti bayi. Aku berjalan mendekatinya dan duduk di pinggir ranjang, mengamatinya.

Wajahnya yang pulas dengan bibir sedikit terbuka membuatku tersenyum. Tanganku terulur untuk menyentuhnya, tapi urung karena nggak ingin membangunkannya.

"Aku nggak akan membiarkan kamu pergi dariku. Selamanya kita akan bersama dan bahagia, aku janji," bisikku lirih. Dia menggeliat dan matanya terbuka. Pandangan matanya langsung bertatapan dengan mataku.

"Eh Ga, kamu belum tidur?" Tanyanya dengan suara parau dan mata mengantuk.

"Mana bisa aku tidur sambil jauhan dari kamu mbak," kataku sambil tersenyum jenaka.

"Ya udah naik sini," katanya sambil menepuk-nepuk sisi kosong ranjang di sampingnya.

"Asyiiikk... bisa kelonan deh," kataku bersemangat lalu masuk ke dalam selimut. Aku langsung mendekap mbak Dara ke dalam pelukanku.

"Kalau kaya begini, aku bisa tidur nyenyak." Aku menghirup aroma mbak Dara dalam-dalam. Meski berdekatan, rasa rinduku padanya selalu membuncah. Bagaimana kalau dia pergi jauh dariku? Aku nggak yakin bisa menangani rasa rindu ini jika berjauhan dengannya.

"Apapun yang terjadi, jangan pernah tinggalin aku ya mbak?" Kataku. Mbak Dara menjauhkan sedikit wajahnya dan melihatku dengan kening berkerut.

"Kenapa tiba-tiba ngomong gitu sih?"

Make A Baby with Berondong (Selesai)Where stories live. Discover now