Tiga Puluh Tiga : Cewek itu lagi

4.4K 372 4
                                    

Dara

Aga sedang kesal padaku.

Aku menatap punggung Aga yang berbaring memunggungiku. Tidak seperti malam-malam sebelumnya, Aga yang  biasanya selalu memelukku tiap malam kini mengacuhkanku. Ini memang kesalahanku karena tidak menuruti permintaannya. Tapi masa dia harus mengabaikanku hanya karena keinginannya tak terpenuhi. Aku yang sudah terbiasa akan pelukannya tiap malam, merasa ada sesuatu yang hilang ketika dia tidak melakukannya lagi.

Hah.. sepertinya aku tidak akan bisa tidur malam ini. Sebaiknya aku membujuk Aga.

"Ga, udah tidur?" Tidak ada sahutan. Tapi aku yakin Aga belum tidur.

Ku geser sedikit  tubuhku untuk mendekatinya. Jari telunjukku sengaja kusentuhkan pada punggungnya.

"Aga? Aku tahu kamu belum tidur." Tapi tetap saja Aga diam.

"Kamu marah sama aku gara-gara aku nggak nurutin permintaan kamu?"

"Siapa yang marah?" Tanyanya balik tanpa membalikkan tubuhnya ke arahku.

"Kamu."

"Kenapa aku harus marah? Lagian kan kamu berhak buat menolak permintaanku," ketusnya.

"Maaf," cicitku pelan.

"Nggak ada yang perlu dimaafkan. Aku tahu kamu belum bisa menerimaku mbak, aku paham itu, jadi aku nggak akan maksa kamu untuk melakukannya."

"Bukan seperti itu Ga."

"Tidurlah mbak, ini sudah larut," katanya tanpa menoleh sedikitpun padaku.

Tanpa terasa airmataku mengalir tanpa bisa kucegah. Seperti ada yang meremas hatiku saat Aga mengabaikanku seperti ini.

"Apa kamu bakal berhenti marah kalau aku nurutin permintaanmu?" Tanyaku sembari terisak. Aku tidak berniat menangis tapi entah kenapa airmata ini tak bisa berhenti keluar.

Aga berbalik dan menatapku dalam diam.

"Kamu kenapa nangis mbak? Aku kan nggak maksa kamu."

"Aku nggak tahu kenapa airmataku keluar terus Ga. Kamu yang bikin aku kaya gini."

Aga menghela nafas lalu mengulurkan tangannya untuk menghapus airmataku. Sentuhannya yang hangat justru membuat tangisku kian deras. Dasar hormon kehamilan kurang ajar. Aku tak pernah menangis hingga seperti ini.

" Jadi soal pertanyaanku tadi, apa kamu akan berhenti marah kalau aku nurutin permintaan kamu?"

"Aku nggak tahu mbak. Aku nggak tahu kenapa aku kesal. Aku nggak tahu apa aku kesal karena kamu menolak permintaanku atau kesal karena menyadari kamu belum bisa menyukai dan menerimaku."

Aku menatap matanya yang tengah menatap mataku.

"Lagipula kenapa kamu harus pusing dengan hal ini mbak? Kamu harusnya bersikap nggak peduli seperti biasanya."

"Aku nggak bisa kaya gitu lagi."

"Kenapa?" Tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dariku.

"Karena bayi ini udah nggak bisa jauhan sama ayahnya. Dia ingin dipeluk setiap malam. Dia ketakutan jika ayahnya marah."

"Oh karena bayi ini?" Tanyanya sembari melihat ke perutku. Tangannya kembali terulur untuk mengelus perutku.

"Iya."

"Kalau dihubungan kita nggak ada dia, apa kamu bakal tetap bertahan sama aku mbak?" Raut wajah Aga terlihat kecewa.

Aku diam. Aku bingung harus berkata apa. Tanpa janin ini, hubunganku dan Aga tidak akan sejauh ini. Aku menyadari itu. Semua berawal karena bayi ini kan?

Make A Baby with Berondong (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang