Lima : Meluruskan yang bengkok

7.8K 650 22
                                    

"Mbak mau nggak kalau aku ulang kejadian pertemuan kita? Siapa tahu mbak jadi ingat sama aku."

Suara gemericik air dari kran tempat cuci piring menjadi backsound kalimat yang barusan terlontar dari bibir Elang.
Aku membatu di tempat saat bocah itu menggodaku dengan kalimatnya. Kedua pipiku terasa panas. Mataku menatap matanya yang berbinar serta senyum kecil tersungging di bibirnya. Mungkinkah dia senang dengan reaksi yang kutunjukkan?

"Mbak Ara cantik banget kalau lagi ngeblushing gini," bisik Aga di dekat telingaku. Mendengar bisikan serta merasakan hembusan hangat nafasnya di pipiku justru membuat wajahku semakin panas. Ya ampun, inilah akibatnya kalau di masa muda aku terlalu sibuk menghabiskan waktu dengan buku dan bukannya berpacaran.

Saat bersama Elang dulu, aku tidak seperti ini. Mungkin karena hubungan pacaran kami dimulai dari hubungan persahabatan. Aku sudah terbiasa dengan kehadiran Elang. Dan kalau dipikir Elang tidak pernah mengeluarkan rayuan gombal serta kata manis seperti Aga. Elang itu cenderung pendiam dan ngomong jika perlu.

"Aku jadi pengen gigit pipi kamu mbak." Suara Aga serta sapuan lembut tangan Aga di pipiku membuatku berjingkat kaget.

"Apaan kamu pegang-pegang? Nggak sopan banget," seruku kesal sambil menampik tangannya dan mendorongnya menjauh. Aku mematikan kran air yang tadi lupa kumatikan dan berdiri menghadapnya sambil bersedekap dada. Aku menatapnya tajam, seolah tatapanku adalah laser yang siap membelah tubuhnya menjadi dua.

"Maaf mbak, aku cuma nggak tahan lihat pipi mbak yang merah kaya apel," ucap Aga. Tapi dari nada suara dan wajahnya tak terlihat ada penyesalan sedikitpun.

Aga tersenyum sambil menatapku, menbuatku risih saja.

"Kenapa senyum-senyum?" Tanyaku langsung. Aku tidak suka melihat senyumnya. Karena senyumnya mengingatkan aku pada malam itu.

"Karena aku senang bisa ketemu kamu lagi."

Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus menjelaskan secara gamblang posisiku dan posisinya. Umurku lebih tua daripada dia.  Aku tidak mau terintimidasi oleh kelakuannya, apalagi merasa salah tingkah.

"Oke Aga, aku akan memperjelas semuanya. Kamu dan aku berbeda. Kita nggak mungkin sama-sama."

Aga menatapku dengan sebelah alis terangkat. Aga terlihat heran dengan ucapanku, atau bingung?

Baiklah. Kalau begitu aku akan menjelaskannya secara jelas sejelas-jelasnya.

"Yang kita lakukan malam itu adalah sebuah kesalahan. Aku harap kita lupain kejadian hari itu."

"Jadi mbak ingat aku? Tadi kenapa pura-pura lupa?" Tanya Aga.

"Oh.. itu.." Aku terdiam, merasa gugup. "Lupakan! Kamu jangan mengalihkan topik pembicaraan! Kita harus meluruskan semuanya," ucapku kesal.

"Apanya yang mau dilurusin mbak? Emangnya punya aku bengkok ya?"

Hah? Pertanyaannya kenapa jadi begini? Ambigu banget. Apanya yang bengkok?

"Ya, bengkok dan perlu diluruskan biar cepat clear," kataku dengan tegas.

"Serius  bengkok? Parah banget?"

"Iya banget."

"Punyaku bengkok mbak, seriusan?" Tanyanya sedikit ngotot dan tidak percaya. Nih bocah ngotot amat. Cerita antara aku dan dia kan memang bengkok. Eh, tapi kok dia bilang 'punyaku' sih. Maksudnya gimana ya?

"Kok jadi punya kamu?" Tanyaku bingung.

"Kalau bukan punya aku terus punya siapa?"

"Kan masalah ini antara aku sama kamu. Ya jadi milik kita berdua," jawabku sedikit bingung.
Ini kita masih membahas topik yang sama kan?

"Oh astaga! Aku merasa tersanjung karena kamu mengakui sesuatu di bawah sana juga milikmu mbak," ucapnya sambik tersenyum lebar.

Sesuatu di bawah sana? Lantai maksudnya?
Oh sudahlah, lupakan kalimatnya yang tidak jelas itu.

"Kembali ke topik utama Ga, aku pengen lurusin..." Aku melotot saat Aga membuka gespernya dan bersiap membuka kancing celananya.

"Apa-apaan kamu?!" Teriakku ngeri.

"Katanya mau meluruskan mbak. Ini aku lagi bantu biar kamu nggak kerepotan bukanya." Aku melihat wajah dan celananya bergantian.

Oh astaga! Jadi, apa yang aku bahas sama yang dia bahas itu beda? Kenapa aku baru sadar. Otak pintar kamu dikemanain sih Dara Aurora yang cantik jelita? Aku jelas kesal dengan diriku sendiri.

"Rapiin kembali celana kamu. Maksudku bukan itu. Aku ingin meluruskan cerita kita malam itu."

"Oh, kirain. Maaf mbak, aku terlalu terbawa suasana."

Terbawa suasana mbahmu!

Aga memperbaiki celananya dan berdiri bertopang dagu di atas meja bar dapur. Dia menatapku, menungguku bicara.

"Sebenarnya nggak ada yang perlu diluruskan sih mbak," kata Aga mendahuluiku bicara.

"Ada. Cerita malam itu. Aku ingin kita melupakan kejadian malam itu. Kamu tahu, aku mabuk dan nggak sadar waktu melakukan itu sama kamu."

"Oh ya, tapi kenapa aku merasa mbak kaya sadar banget ya?" Tanyanya sok polos.

"Nggak. Aku nggak sadar sama sekali," bohongku. Aku memang mabuk dan dalam keadaan setengah sadar. Tapi aku jelas ingat semua kejadian malam itu. Bahkan aku sadar kalau aku yang memulai permainan gila yang kini justru jadi bumerang untukku.

"Tapi maaf mbak, kayanya aku nggak bisa deh menganggap semua itu nggak terjadi."

"Kenapa?"

"Karena itu pengalaman pertamaku dan cukup  berkesan untuk diingat."

Aku sedikit terkejut. Jadi, malam itu adalah  saat pertama bagi kami.

"Terserah kalau itu kemauanmu. Tapi aku akan anggap kejadian itu nggak pernah terjadi."

"Memangnya bisa? Bukannya itu juga yang pertama buat kamu mbak?"

Aku tidak perlu bertanya dari mana dia tahu fakta itu. Bercak darah dan selaput dara yang berhasil dia robek adalah buktinya.

"Yah memang. Tapi aku nggak mau terlibat dengan bocah sepertimu."

"Mbak bilang aku bocah?" Tanya Aga dengan raut tak percaya.

"Iya, memangnya apa lagi? Kamu masih anak SMA sedangkan aku wanita dewasa. Jadi mari lupakan malam itu," putusku final.

"Tapi malam itu aku nggak pakai pengaman. Kalau mbak hamil bagaimana?"

Jeder!

Bagaimana?

😎😎
Bersambung...
Nggak tau dah, bingung mau nulis apa. Aku kalau seminggu  libur nulis dan fokus nonton drama, ide nulisnya malah ambyar entah kemana.

Maaf kalau banyak typo dan ceritanya ngawur. Mari kita senang-senang saja 😁😁

Sarange dari babysitternya jungkook.

Make A Baby with Berondong (Selesai)Where stories live. Discover now