Satu : Cinta pertama pamit

10.6K 657 16
                                    

Kususuri otot-otot dada bidangnya yang keras. Tanganku turun bermain pada abs nya. Wuah! Ternyata perut eight pack begini rasanya. Kejal dan menggemaskan. Roti sobek yang sering kumakan di kantor tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan roti sobek di depanku sekarang.

Kudongakkan kepala, melihat senyum miringnya yang tersungging, menggodaku untuk segera mengecup bibirnya.

"Boleh lebih dari satu ronde?" Tanyanya dengan matanya yang gelap dipenuhi kabut gairah.

Aku tersenyum malu. Pertanyaannya terlalu jujur untukku yang baru pertama kali merasakan nikmat surga dunia. Tapi tak pelak, dadaku berdesir, menginginkan hal yang sama.

"Diammu berarti ya." Itu pernyataan bukan pertanyaan.

Dan pada akhirnya kami terbuai oleh nikmatnya surga dunia terkutuk hingga kami kelelahan.

"Mbak! Bangun mbak!!" Suara berisik itu berhasil membangunkanku dari mimpi erotis.

Sudah seminggu berlalu sejak kejadian itu. Dan baru malam ini aku kembali memimpikannya. Sial! Benar kata orang, barang haram kalau sekalinya nyoba pasti ketagihan. Dan aku akui, aku menginginkan hal itu terulang. Menyesal? Sepertinya ada sedikit rasa menyesal.  Tapi kalau aku dikembalikan di waktu itu, mungkin aku akan tetap melakukan hal sama.

"Mbak, kamu bangun gih," suara lembut mendayu khas ibu membuat tubuhku menggeliat pelan. Aku memicingkan mata, melihat matahari sudah begitu terik. Lalu ku lirik jam dinding, ah sudah hampir jam sepuluh ternyata. Bermalas-malasan di hari Minggu memang surganya anak kantoran sepertiku.

"Ada apa bu? Mbak masih ngantuk ini. Lima menit lagi ya bu." Kutarik selimut hingga ujung kepalaku. Namun ibu Jamilah, nama ibuku, menarik kembali selimut tersebut.

Aku mengerang pelan," ahh ibu." Aku merengek seperti anak kecil.

"Kamu ini, mentang-mentang hari Minggu. Anak gadis harusnya bangun pagi, mandi, terus ngapain gitu. Gimana mau dapat jodoh kalau bangunnya keduluan ayam terus?" Omelan ibu setiap hari Minggu selalu sama, seolah kalimat ibu sudah di rekam lalu kalau sudah waktunya tayang tinggal di on.

Lagipula memang  sudah tugas ayam kan bangun duluan lalu membangunkan manusia?  Aku tidak mau ya lomba bangun pagi sama ayam.

"Ayo mbak bangun, biar jodoh sama rezekinya lancar."

"Ah ibu, jodoh terus yang dibahas. Jodoh sama rezeki udah ada yang ngatur bu."  Aku bangkit dari tidurku. Aku duduk sambil menahan kantuk. Semalam aku sengaja maraton menonton film kesukaanku dan berniat bangun tengah hari. Namun semuanya gagal karena ibu.

"Ya ibu udah tahu. Tapi umur kamu tuh sudah waktunya buat nikah. Anaknya temen ibu di kampung aja yang seumuran kamu udah punya dua anak."

"Ya Allah ibu, aku tuh baru dua puluh lima bu. Lagian aku belum punya niat mau nikah."

"Udah, debat sama kamu nggak akan ada habisnya. Cepet mandi sana, udah di tunggu Elang di depan," kata ibu sembari keluar dari kamarku.

Begitu nama itu diucapkan ibu, keinginanku untuk kembali tidur meningkat dua kali lipat.

"Ngapain lagi sih dia kesini? Belum tahu rasanya kena sleding wanita cantik?"

Aku mandi dengan kilat, menggunakan sunscreen sebagai rutinitas lalu pergi keluar kamar. Tidak ada acara dandan-dandan club, apalagi hanya untuk menemui si bulukan.

Begitu aku turun menemuinya di teras depan rumah, Elang berdiri menyambutku dengan senyuman dan wajah tampannya.

Cih, senyumu pahit mas kaya biji mahoni.

Make A Baby with Berondong (Selesai)Where stories live. Discover now