Empat : Bocah kupu-kupu

8.2K 653 28
                                    

Sesekali aku melirik bocah SMA bernama Aga yang kini tengah duduk menyantap mi instan bersamaku dan Ruda. Wajahnya dan postur tubuhnya, membuatku benar-benar tidak menyangka dia masih murid sekolah menengah. Bagaimana bisa dan bagaimana mungkin dia masih murid SMA? Pertanyaan konyol yang jelas-jelas sudah ada jawabannya terus bercokol di kepalaku. Otakku seolah memintaku menolak fakta bahwa pria yang berhasil menggerayangi bahkan menguasai tubuhku ternyata masih bocah.

Huh.. aku mendesah, entah untuk yang keberapa. Sinting! Semua ini terlalu sinting untuk bisa di mengerti.

"Lo bisa kan edit bagian yang tadi Ga?" Suara Ruda memecahkan keheningan. Aga mendongakkan kepala melihat Ruda dan mengangguk.

"Siplah. Berarti gue tinggal nyelesain bagian finalnya kan?" Tanya Ruda lagi.

"Iya."
Aku melirik bocah bernama Aga itu. Bocah itu kenapa irit sekali bicara? Setahuku dia cukup pandai berbicara. Tak sengaja tatapan kami bertemu, lantas aku segera membuang muka.

Tunggu! Kenapa juga aku harus membuang muka? Disini bukan hanya aku yang bersalah. Maka dengan terang-terangan aku melihatnya. Dan sialnya, dia juga tengah melihatku.

Aku pun menunduk, pura-pura menikmati mi instan yang sebenarnya sudah tak terasa enak lagi. Bahkan perutku mendadak terasa kenyang.

Oke! Mari berpikir jernih. Seandainya aku di posisi kalian, apa yang akan kalian lakukan jika kalian baru saja tahu fakta paling mengejutkan dan mengerikan ini? Bayangin kalian melakukan one night stand dengan keadaan mabuk tapi partner kalian ternyata masih bocah. Apa yang kalian rasakan? Jujur, kalau aku merasa risih, malu dan jijik pada diri sendiri. Oh astaga! Benar, rasanya memang seperti itu. Seolah aku melakukan itu dengan adikku sediri. Iuh...hiihh..

Lalu keputusan apa yang aku harus ambil? Apa aku anggap saja tidak terjadi apa-apa diantara aku dan bocah itu? Tapi bagaimana caranya? Aku masih dengan jelas ingat bagaimana permainan bocah sialan itu yang ternyata mampu membakar seluruh gairahku.

Ah sialan sialun sialen! Bah, bisa gila aku ini.

"Mbak, kenapa sih?" Suara Ruda berhasil memecahkan fokusku pada masalah yang kini tengah aku hadapi.

"Apanya?" Tanyaku sambil melirik Ruda.

"Dari tadi kayanya mbak kelihatan frustasi banget. Masalah kerjaan?"

"Ada lah," jawabku malas sambil mengaduk-aduk mi yang kini sudah melar.

"Atau karena mas Elang? Come on mbak, cowok di dunia ini nggak cuma satu. Masih banyak kumbang-kumbang di taman."

Heleh... lagaknya udah kaya penasehat cinta aja si Ruda. Sekolah aja belum bejus.

Aku hanya menatap malas ke arah Ruda. Aku melirik singkat pada Aga yang kini sudah menandaskan mi gorengnya.

"Contoh nih si Aga, mbak. Dia tuh nggak pernah mempermasalahkan soal pasangan hidup. Mau cewek mana tinggal tunjuk. Bosan dengan cewek yang ini, tinggal ganti sama cewek yang itu."

"Apaan sih lo Rud, kenapa jadi bawa-bawa gue?" Aga seolah tak terima namanya ikut diseret dalam pembicaraan kami.

Aku melihat Aga dan tersenyum miring. Oh pantas saja. Ternyata aku tidak salah menilai. Dari muka-mukanya saja sangat kelihatan kalau Aga ini sama seperti kang kupu-kupu di serial drama Korea yang ku tonton. Tipe-tipe pria fucekboy, yang sukanya menggantungkan harapan palsu. Suka menebar pesona tapi sangat sulit diajak komitmen. Yang suka seenaknya sendiri tanpa mau peduli perasaan orang lain.

Wah! Kurang sial apa hidupku gaess?!

"Temen kamu suka gonta ganti pacar?" Tanyaku pura-pura bertanya, meski aku sendiri tahu jawabannya. Kulihat Aga memusatkan atensinya padaku. Dia menaikkan sebelah alisnya seolah tidak percaya aku menanyakan hal tersebut.

"Halah mending kalau di pacarin mbak, ini cuma dikasih manis-manis tai kucing doang. Bosen tinggal deh. Bener kan Ga?" Tanya Ruda sambil ketawa-ketawa tidak jelas.

"Seneng banget ya lo nebar aib orang. Awas aja gue sumpahin putus sama Kinda," kata Aga tersenyum culas pada Ruda.

"Amit-amit. Sialan lu Ga! Sumpahin yang bagusan dikit kek. Sumpahin jadi suami Kinda atau gimana kek," kesal Ruda.

"Suami-suami hidungmu! Sekolah dulu yang bener," cetusku setelah mendengar perdebatan mereka.

"Tapi beneran mbak, kayanya mulai sekarang mbak harus move on dari mas Elang. Emang sih cari tipe kaya mas Elang itu susah. Mana orangnya baik, perhatian, nggak sombong, rajin menabung, banyak duit. Tipe-tipe yang suamiable banget. Tapi kalau nggak jodoh mau gimana lagi." Ruda berbicara panjang lebar yang sebenarnya tidak perlu. Siapa juga yang mikirin Elang? Udah males. Udah nggak asyik. Gelay, nggak mau aku tuh.

"Jangan ngebacot terus, cepetan makan tuh mi sebelum melar segede badan Kinda," kataku sembari berdiri, berjalan menuju tempat cuci piring. Tak lupa aku mengambil piring dan gelas kotor milik Aga.

"Ish.. jangan berani-berani ya mbak ngatain Kinda gendut. Kusumpahin nih."

"Lah, kamu sendiri yang bilang dia gendut."

"Aku nggak."

"Lah barusan itu paan?" Aku tersenyum karena Ruda kalah debat. Aku dan Ruda meski terpaut umur cukup jauh, tapi kami memang kerap memperdebatkan hal-hal tak penting. Kadang kami memang seperti Tom and Jerry, tapi seringkali seperti Thomas and friends.

"Habis makan cuci piring sendiri!" Kataku sembari menggosok piring dengan cairan sabun berwarna hijau yang katanya cukup setetes bisa menghilangkan lemak seluruh panci dan wajan. Coba aja sabun cuci piring ini bisa menghilangkan ingatanku tentang dia dan ingatan gila itu.

"Mau dibantu mbak?"

Aku seperti terserang bom nuklir. Duar! Aku menoleh dan mendapati Aga berdiri di sampingku sambil mengulurkan piring kotor. Dia menampilkan senyum miringnya. Aku melihat ke arah meja makan dan tidak menemukan Ruda disana.

Lah tuh anak bisa teleportasi? Kenapa aku tidak tahu kalau Ruda pergi?

"Oh, Ruda lagi ngambil flashdisk," kata Aga seolah tahu isi otakku.

"Oh," jawabku singkat lalu meneruskan kegiatan mencuci piring. Aku berusaha tidak melihat ke arahnya dan fokus pada kegiatanku. Jantungku seperti tengah bertempur di dalam sana. Mendadak aku merasa gugup dan panas.

"Mbak masih ingat sama aku kan?" Tanyanya. Aku berhenti sejenak dalam kegiatanku yang kini tengah membilas.

Aku menyakinkan diri untuk bersikap tenang. Oke Dara! Kamu wanita dewasa yang punya pikiran rasional! Singkirkan segala keruwetan yang membelenggumu!

Ku tatap wajahnya yang sialnya.. duh kenapa nih bocah ganteng banget sih? Emaknya dulu nyidam apa sih?

"Ehmm.. emang kita pernah ketemu?" Lah! Baiklah, mari ikuti instingku yang ternyata mengajakku untuk pura-pura amnesia tentang bocah ini.

Bukannya terkejut, bocah itu justru tersenyum. Tapi kenapa aku merasa senyumnya sangat mencurigakan ya?

"Mbak mau nggak kalau aku ulang kejadian pertemuan kita? Siapa tahu setelah itu mbak jadi ingat sama aku." Tanyanya dengan senyum licik.

What the fuck?!!

😎😎
Bersambung...

Make A Baby with Berondong (Selesai)Where stories live. Discover now