Tiga Puluh Lima: Belah Duren betulan

6K 339 12
                                    

Aga

Aku dan mbak Dara duduk berdampingan  di sofa panjang dengan ditemani siaran drama Korea di layar kaca.  Mbak Dara bersandar sembari meminum susu ibu hamilnya, sedangkan aku dengan susu cokelat, yang baru kuminum sedikit.

Aku menonton televisi dengan ekspresi ngeri dan mual. Lagian kenapa orang hamil nontonnya drama tentang zombie-zombie gini sih? Yah mending kalo zombie nya seperti zombie cina yang tangannya lurus ke depan terus jalannya loncat-loncat sambil pantatnya geyal-geyol. Lah ini zombienya bikin mual, wajah dan mulut penuh  darah, mana mainnya keroyokan. Serius, biarpun aku cowok, aku tegang lihatnya. Tapi lihat mbak Dara, matanya saja nggak berkedip saking menikmati acara tersebut.

"Nggak bisa diganti itu mbak filmnya?" Tanyaku sambil memejamkan mata saat si zombie meraung ingin menggigit manusia. Matanya melotot dengan gigi bersimbah darah.

Mami, anakmu mau muntah!

"Emang kenapa? Kamu takut?" Tanya Mbak Dara dengan senyum miring yang sengaja mengejekku.

"Takut? Mana mungkin? Aku cuma mual aja mbak. Lagian kamu tuh lagi hamil, masa nontonnya kaya beginian?"

"Emang ada hubungannya?" Tanyanya.

"Ya ada. Kamu nggak kasihan sama anak kita. Di perut aja kamu suguhin tontonan kaya gini, kalau gedenya kaya.... amit-amit jabang bayi, jangan sampai." Aku mengelus perut mbak Dara dengan tempo sedikit cepat.

"Apaan sih Ga?"

"Ganti ya mbak? Ganti nonton lainnya yang nggak serem gini."

"Ah bilang aja kamu takut kan?"

"Enggak mbak. Mending kita nonton sinetron azab aja, kan ceritanya banyak pelajarannya tuh," kataku berusaha memberinya pilihan.

"Lah males amat! Kebanyakan nangisnya tuh sinetron. Nggak mau, nanti anak kita malah jadi anak cengeng."

"Ya udah kita ganti nonton siaran bola aja deh." Aku mengambil remote tv dan mencari siaran pertandingan  sepak bola.

"Yah...!" Mbak Dara mengeluh. Dia menatapku dengan wajah cemberut tapi menggemaskan. Saking gemasnya aku nggak tahan dan langsung menciumnya.

Tok tok tok
"Itu kurir kamu yang  datang  kali Ga."

Aku beranjak dan membuka pintu. Ada Raka, Jeon, dan Ruda yang masing-masing membawa dua buah durian dengan ukuran besar. Mereka datang dengan nafas ngos-ngosan seperti habis lari maraton. Tapi hebatnya di tengah malam gini, mereka masih bisa mendapatkan  buah durian.

"Ini Ga gue bawain durennya," kata Jeon sambil terengah.

"Mbak Dara belum tidur kan?" Tanya Ruda lalu masuk begitu saja diikuti oleh Jeon dan Raka.

Aku pun  mengikuti mereka masuk dan mbak Dara terkejut dengan kedatangan trio kwek-kwek sambil membawa durian.

"Loh, jadi kurir yang dimaksud Aga itu kalian?" Tanya Mbak Dara. Kompak trio somplak tersebut menoleh padaku dan menatapku tajam.

"Hehehe maaf-maaf. Kalian bukan sembarang kurir kok, tapi kurir ganteng sejagad raya." Aku mual mengatakannya tapi nggak masalah, biar mereka nggak emosi.

"Ini mbak, aku bawain duren. Katanya mbak Dara mau makan duren. Pisaunya mana ya?" Tanya Ruda.

"Rak, tolong ambil pisau di dapur!" Suruhku. Meski dengan berat hati, Raka beranjak menuju  dapur dan kembali membawa pisau nggak lama kemudian.

Raka menyodorkan pisau tersebut ke Ruda dan Ruda menatap dengan kernyitan di dahinya.

"Lo nyuruh gue belah tuh duren?" Tanya Ruda. Raka mengangguk.

Make A Baby with Berondong (Selesai)Onde histórias criam vida. Descubra agora