Dua Puluh Lima : pertengkaran pertama

5K 472 31
                                    

AGA

Mbak Dara sedang uring-uringan. Dia marah padaku karena aku menariknya masuk ke dalam kolam. Aku mengikutinya memasuki rumah sembari meminta maaf.

"Maafin aku mbak." Kakiku masih mengikuti jejak kakinya menuju kamar mandi. Mbak Dara masuk terlebih dahulu dan memandangku dengan kesal. Iya tahu, aku memang salah dan aku merasa menyesal.

"Kamu tahu kan itu bahaya Ga? Aku lagi hamil dan kamu sengaja narik aku masuk ke dalam kolam renang. Kamu tahu nggak kalau aku nggak bisa berenang? Gimana kalau terjadi apa-apa denganku dan bayi ini?"

Aku menggeleng. Tentu saja, aku nggak ingin sesuatu terjadi pada mbak Dara dan calon anak kami. Dan aku benar-benar nggak tahu kalau mbak Dara nggak bisa berenang.

"Aku salah mbak, aku minta maaf. Niatku tadi hanya mau iseng," jawabku lemah dengan penuh penyesalan.

"Iseng katamu? Dan karena perbuatan isengmu itu, kamu hampir saja membuat seseorang celaka."

Aku menunduk dalam bak seorang anak yang kena omelan ibunya. Aku akan menerima berapa banyakpun omelan dan kemarahan mbak Dara.

"Aku tahu kamu itu masih bocah. Tapi aku nggak nyangka kelakuan kamu nggak ada dewasanya sedikit pun. Apa aku salah telah menetapkan pilihan untuk menikahimu?"

Pertanyaan mbak Dara membuatku mendongak. Aku menatapnya yang masih basah kuyup sama sepertiku.

"Maksud mbak Dara apa?" Tanyaku. Jantungku sudah berdetak kencang, menunggu kalimat yang akan dilontarkan oleh mbak Dara.

"Aku merasa kamu belum seharusnya mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai seorang suami Ga."

Aku mengepalkan tanganku dengan kencang, berusaha mencerna kalimat mbak Dara yang mulai membuat nafasku sesak.

"Mbak Dara menyesal menikahiku?" Tanyaku dengan tenggorokan tercekat. Dalam hati aku berdoa semoga apa yang aku pikirkan nggak terjadi.

"Iya," jawabnya lugas, namun aku bisa melihat sedikit keraguan di matanya.

"Aku merasa menyesal karena mengambil keputusan terburu-buru. Seharusnya aku memikirkan kondisimu. Kamu masih berhak bermain bebas di luar sana. Masih berhak belajar dan mengejar mimpi-mimpi kamu serta berkencan dengan banyak gadis. Tapi karena aku, kamu jadi terkekang seperti ini. Sebaiknya sedari awal kita nggak usah menikah."

Aku mengeratkan rahangku mendengar penuturan mbak Dara. Apa maksudnya ini? Kenapa masalahnya jadi begini?

"Siapa yang terkekang mbak? Aku nggak merasa seperti itu. Aku bahagia bisa menikah dengan kamu."

Dia diam membisu, tapi mata kami saling menatap.

"Apa ini cuma alasan mbak aja untuk minta pisah sama aku? Aku tahu mbak belum mencintaiku, tapi apa mbak nggak bisa membiarkan waktu menanganinya. Kita hanya butuh waktu dan kesempatan dari kamu mbak."

"Atau gara-gara mantan mbak tadi yang bikin mbak kaya gini? Mbak udah berubah pikiran dan mau kembali sama dia? Sepertinya ucapan dia tentang mengajak mbak kembali bersama bukan candaan."

"Ini nggak ada kaitannya dengan Elang Ga. Elang tadi hanya bercanda. Dia sengaja ingin membuatmu cemburu."

"Dan dia berhasil melakukannya."

"Yang jelas masalah kita nggak ada hubungannya sama dia. Masalah ini tentang kita Ga."

Bibir mbak Dara terlihat membiru karena masih berbalut pakaian basah. Aku kasihan melihatnya, tapi masih ada kalimat yang ingin aku sampaikan padanya.

"Ini bukan tentang kita mbak, tapi tentang mbak sendiri. Sejak awal aku menikah dengan mbak, aku nggak pernah ada masalah. Aku rela, ikhlas  dan tentunya bahagia bisa menikahi kamu.  Tapi sepertinya aku memang nggak ada artinya buat kamu mbak. Aku cuma dianggap bocah yang masih suka main, padahal aku bisa mengambil tanggung jawab lebih besar daripada ini."

Aku menatapnya nanar. Aku tahu aku masih terlalu muda untuknya. Tapi bukan berarti dalam pikiranku nggak ada tanggung jawab sama sekali.

"Sebaiknya mbak lekas ganti pakaian agar nggak kedinginan," ucapju datar. Aku berlalu meninggalkannya di dalam kamar mandi.

Setelah aku berganti pakaian kering dan bersih, aku keluar dari rumah. Aku butuh udara segar untuk menjernihkan pikiranku.

Dara

Air mataku tanpa sadar mengalir saat Aga beranjak pergi meninggalkanku. Kenapa perasaanku sesak saat melihat matanya yang terluka? Apa aku telah menyakitinya? Aku sudah tahu sejak awal pernikahan ini tidak akan berhasil.

Aku mengelus perutku yang sudah membuncit.

Apa benar kata Aga kalau disini akulah yang bermasalah? Apa cuma aku yang merasa ada masalah dalam rumah tangga kami yang seumur jagung ini? Apa benar Aga sama sekali tidak merasa terkekang dengan pernikahan ini? Apa dia merasa benar-benar merasa bahagia? Timbul banyak pertanyaan dalam benakku.

Aku melepas pakaian basahku dan segera berganti pakaian kering. Saat keluar dari kamar, aku tidak menemukannya di manapun. Apa pada akhirnya Aga memutuskan untuk menyerah? Perasaannya  pasti terluka dan tidak sanggup lagi hidup denganku. Itu keputusan bagus Ga, sebaiknya kamu memang menyerah. Jika kamu tidak menyerah sekarang, hidupmu akan lebih berantakan dari sekarang.

Aku merasakan bulir hangat mengalir di kedua pipiku. Seharusnya aku bahagia karena Aga sudah memutuskan untuk pergi, tapi kenapa hatiku sakit?

Aku memilih berbaring di kamar, mungkin perasaanku kacau akibat lelah dan juga hormon kehamilan.

"Jangan rindu ayahmu ya Nak, mungkin dia nggak akan kembali ke kita. Iya tahu, ibu mungkin egois, tapi ini demi ayah kamu. Ayah kamu berhak memilih jalan lain yang bisa membuatnya bahagia. Tapi jangan pernah salahin ibu karena membiarkan ayahmu pergi."

♤♤♤
Bersambung...

Iya tahu, ini cuma up dikit, jangan kecewa ya. Nanti kalau ada ide, aku up lagi.

Petengkaran pertama mereka dalam rumah tangga nih. Berumah tangga itu memang nggak gampang gaes, nggak kaya cerita di drama, komik atau novel yg penuh romansa bahagia. Ketika kamu siap berumah tangga, berarti kamu udah siap dengan segala masalah. Masalahnya pun nggak cuma tentang habis uang saku, atau cekcok dengan teman seperti masa sekolah. Tapi dalam rumah tangga kita dipaksa untuk selalu bersikap dewasa dan berkepala dingin. Karena menyelesaikan masalah dengan pikiran kalut, justru bikin masalah makin runyam.

Meski berumah tangga sedikit berat, tapi buka berarti nggak ada suka dan senangnya. Asal kita mau menerima apa adanya dan ikhlas, kebahagiaan perlahan akan kita rasakan.

Keep spirit buat orang-orang yang sekarang lagi menghadapi masalah. Yakinlah, setiap masalah ada jalannya,. Kalau jalannya buntu, tinggal di jebol aja, 😂

Jadi kebanyakan ngomong kan,. Dahlah maafkan aku. Semoga ceritanya masih bisa menghibur.

Make A Baby with Berondong (Selesai)Where stories live. Discover now