Delapan Belas : malam pertama

9.7K 556 15
                                    

Rafan Agantala

Aku menelusuri setiap inci kamar mbak Dara. Nggak ada yang spesial sih. Kamar mbak Dara seperti kamar perempuan pada umumnya, ada ranjang, lemari pakaian, meja rias yang sepertinya merangkap menjadi meja belajar dan juga meja nakas tepat di samping ranjang. Kamar mbak Dara nggak terlalu luas dan karena banyak barang jadi kelihatan sempit.

Aku melihat ranjang mbak Dara yang bagiku berukuran terlalu kecil. Mungkin karena aku terbiasa tidur di atas ranjang king size. Tapi nggak masalah, semakin sempit ranjangnya akan semakin banyak kesempatan berdekatan dengan mbak Dara, istriku.

Istriku?

Wah, gila gila gila! Ini amazing! Fantastic! Daebak! Adorable! Aku sudah menikah. Statusku saat ini selain pelajar juga suami orang. Keren banget kan? Parahnya lagi, istriku mbak Dara, yang kalau dilihat seperti kembaran Gigi Hadid. Song Hye Kyo, Bae Suzy apalagi Lisa Blackpink lewat semua. Kurang beruntung apa aku?

Aku menilik jam yang tertempel di dinding, sudah hampir jam sebelas malam, tapi mbak Dara yang katanya ke kamar Ruda belum kunjung kembali. Aku mengendus badanku dan ternyata aku lupa belum mandi. Aku memutuskan untuk mandi agar ketika mbak Dara nanti kembali badanku sudah wangi. Siapa tahu kan mbak Dara malam ini mau digarap?

Cangkul, cangkul, cangkul yang dalam,
Menanam benih di rahim mbak Dara
Cangkul cangkul cangkul, aku gembira
Mbak Dara senang, aku pun riang

Aku mengguyur badanku sambil bersenandung. Senyum di bibirku nggak bisa luntur meski tetesan air membasahinya.

Aku membuka pintu kamar mandi dan melihat mbak Dara baru kembali. Aku berjalan berjingkat untuk mengejutkannya. Dan hap! Aku memeluk tubuh mbak Dara dari belakang. Kurasakan tubuhnya agak menegang dalam pelukanku.

"Waktunya malam pertama mbak," bisikku tepat di telinganya. Aku mengendus lehernya dan sesuatu terjadi.

Dug! Bugh! Dan aku akhirnya dibanting oleh istriku.

"Aw, sakit mbak," keluhku sambil merintih. Pantat dan punggungku rasanya seperti remuk menghantam ubin.

"Duh, maaf, nggak sengaja. Kamu nggak apa?" Tanya mbak Dara. Aku yakin mbak Dara sengaja, pasti. Mbak Dara menghampiriku dan membantuku untuk berdiri. Baru juga aku akan berdiri, mbak Dara melepaskan pegangannya pada tanganku. Pantatku kembali menghantam lantai dan aku kembali meringis kesakitan. Kalau ini judul ftv, pasti judulnya istriku mendzolimiku karena tidak mau diajak malam pertama.

"Itu handuk kamu melorot," ucap mbak Dara sambil memalingkan wajah. Aku melihat kondisiku dan segera melilitkan kembali handuk di pinggangku. Gawat! Mbak Dara pasti sudah melihat benda pusaka yang sudah siap tempur. Malu tau.

"Maaf mbak, kurang kenceng pakai handuknya."

"Hm. Kenapa nggak pakai baju?"

"Aku nggak bawa ganti mbak."

"Tunggu sebentar, aku akan pinjam ke Ruda." Aku menahan mbak Dara yang akan keluar kamar.

"Jangan mbak. Ruda palingan nggak mau minjemin. Dia kan masih marah sama aku."

"Kalau gitu, apa kamu nggak masalah pakai bajuku?" Tanyanya.

"Nggak masalah."

Beberapa saat kemudian, aku sudah memakai kaos over size warna pink dan celana training mbak Dara yang sedikit menggantung. Meski agak sempit tapi untung saja masih muat.

Saat ini kami berdua sudah berbaring di atas ranjang. Aku berusaha memejamkan mata tapi nggak bisa. Ku lirik mbak Dara yang mengalami hal sama seperti kondisiku.

"Jadi, kita nggak akan melewati prosesi malam pertama seperti pengantin baru lainnya mbak?" Tanyaku mencoba memberanikan diri.

"Nggak," jawabnya tanpa menoleh sedikitpun padaku. Matanya menatap langit-langit kamar, sementara aku menatap wajah ayu milik Mbak Dara di tengah redupnya cahaya lampu.

"Kenapa?"

"Karena kamu masih pelajar."

"Memangnya ada hubungannya mbak?"

"Ada. Tugas pelajar ya sekolah sama belajar."

"Kan aku suami mbak sekarang. Berarti statusku pelajar sekaligus suami dong."

"Berisik!"

"Jadi beneran nggak boleh nih mbak?"

"Dibilang nggak. Nggak usah ngeyel apalagi marah."

"Terus kapan bolehnya? Kalau aku udah lulus?" Tanyaku penasaran.

"Iya."

"Kan aku lulusnya nggak sampai setengah tahun lagi. Lama tau mbak."

"Ya udah, kalau gitu sampai kamu lulus kuliah aja."

"Apa?!!" Aku kaget. Sumpah, kaget banget. Masa iya statusku sebagai suami disia-siakan. Apa mbak Dara nggak ingin mengulang pembuatan calon dedek bayi yang sekarang di perutnya itu?

"Serius mbak kita gituannya kalau aku udah lulus kuliah?"

"Hm." Mbak Dara tidur miring membelakangiku, jadi aku nggak tahu seperti apa raut  wajahnya sekarang.

"Tidur membelakangi suami itu dosa loh mbak."

Tak ada sahutan.

"Mbak?" Panggilku namun tetap tak ada balasan. Mungkin mbak Dara sudah tidur.

Aku pun berinisiatif untuk merapatkan diri ke arah mbak Dara dan perlahan melingkarkan tanganku di pinggangnya. Kuhirup aroma rambutnya yang wangi aroma stroberi. Aku nggak menduga, meski mbak Dara sudah dewasa tapi seleranya masih khas anak-anak. Aku semakin menenggelamkan wajahku di rambutnya.

"Jangan macam-macam kamu Ga!" Eh belum tidur ternyata. Hah! Belum juga diapa-apain sudah main ancam-ancam segala.

"Aku nggak kok mbak. Aku cuma mau tidur sambil peluk mbak aja. Siapa tahu dedek bayinya pengen dipeluk papanya."

"Sok tau!"

"Bener kok. Dedek bayi, kamu pengen dipeluk papa kan?" Tanyaku sembari mengelus perut mbak Dara yang masih rata.

"Iya pa, dedek bayi mau peluk," balasku dengan menirukan suara anak kecil.

"Udah, nggak usah banyak omong. Cepetan tidur sana!" Seloroh mbak Dara.

"Good night mbak Daranya Aga dan calon debay." Aku mencium rambut mbak Dara dan mulai memejamkan mata.

Semoga besok dan seterusnya hanya akan ada kebahagiaan di antara kami.

♡♡♡
Bersambung...
Up sedikit dulu ya..
Kalau nemu ide, nanti up lagi...

Semoga terhibur dan tandai typo
Makasih vote dan komennya..

Selalu jaga kesehatan ya..
Apapun kesulitanmu, yakinlah bahwa setiap masalah ada penyelesaiannya..

Sarange..
Meirhy

Make A Baby with Berondong (Selesai)Where stories live. Discover now