Dua puluh : May i kiss you?

6.4K 528 14
                                    

Dara

Sesuai rencana Aga, sore ini kami ke rumah orang tuanya. Pertama memasuki kediaman rumah orang tuanya, aku dibuat terperangah. Aku tidak menyangka kalau keluarga Aga sekaya ini. Rumah dengan tiga lantai dan memiliki halaman yang teramat luas. Saking luasnya mungkin bisa untuk membangun  gedung universitas atau sekolah.

Oh iya, Aga kan pernah bilang kalau dia bagian dari keluarga Bahtiar. Dan setelah aku telusuri, Bahtiar Group adalah perusahaan yang cukup terkenal ditambah lagi perusahaan yang menjadi rekan bisnisnya adalah Golden property, yang tak lain adalah milik neneknya Aga. Jadi, bukan tidak mungkin Aga akan mewarisi salah satu perusahaan tersebut.

Tante Marsha menyuguhkan segelas teh hangat untukku dan mengambil duduk tepat di sampingku. Sedangkan Aga entah kemana. Aku menelusuri ruang keluarga yang terdapat dinding kaca. Sinar matahari bisa menembus dinding itu membuat pencahayaan di ruangan ini sangat bagus. Bahkan dari tempatku duduk sekarang, aku bisa melihat area kolam renang luas dan berbagai fasilitasnya. Sekali lagi aku dibuat kagum oleh hal itu. Untung aku bisa menahan diri untuk tidak bersikap norak.

Aku masih diam sambil mengamati desain  interior rumah ini. Keadaan cukup canggung karena tak ada yang membuka percakapan. Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Duh, Aga kemana sih?

"Kamu nyari Aga? Dia kayanya lagi nemuin papinya di belakang rumah."

" Nggak kok tan." Aku tersenyum canggung.

"Santai aja Ra, kamu nggak akan dieksekusi mati kok." Tante Marsha membuka suaranya. Beliau tersenyum ramah padaku. Tangannya bergerak lambat di atas perutnya yang membuncit.

"Udah berapa bulan tan?" Tanyaku basa basi.

"Tinggal menunggu harinya  kok. Eh, jangan panggil tante dong, panggil mami kaya Aga."

"Iya tan.. eh mi." Aku bukan tipe orang ramah yang cepat akrab dengan orang baru, aku sudah pernah bilang itu sebelumnya. Jadi, aku benar-benar terjebak sekarang.

"Setelah melahirkan Aga secara sesar dulu, saya divonis susah untuk hamil lagi karena ada sedikit masalah dibagian rahim. Tapi saya dan papinya Aga nggak putus asa, karena kami sangat ingin punya anak lagi." Mami Marsha memulai ceritanya. Mungkin beliau ingin memecahkan suasana canggung diantara kami.

"Dulu kami sering kasihan melihat Aga tidak punya saudara sama sekali. Dia sering bermain sendiri dan kesepian. Kamu tahu sendiri lingkungan perumahan seperti ini, anak-anak bahkan orang-orang cukup sulit berbaur. Palingan Aga hanya bermain saat di sekolah. Dan kadang kala, sepupu Aga yang di Singapura datang mengajaknya bermain. Itu salah satu alasan saya dan suami ingin punya anak lagi." Mami Marsha menyesap sedikit tehnya dan melanjutkan ceritanya.

"Dan ternyata Tuhan memberikan jawaban dalam setiap doa dan usaha yang kami lakukan. Meski cukup terlambat, akhirnya saya bisa hamil lagi." Kami berpandangan  dan saling bertukar senyum.  Suasana canggung masih kental aku rasakan, tapi setidaknya aku sudah merasa sedikit santai.

"Awalnya saya cukup terkejut saat Aga tiba-tiba ingin menikahi seseorang. Dan  semakin terkejut mengetahui kalau perempuan yang ingin dia nikahi tengah hamil."

Aku melihat mata Mami Marsha yang tersenyum sendu. Aku tahu beliau sama kecewanya dengan ibuku, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Aku lantas menunduk dan meremas tanganku.

"Maaf ya mi karena aku, Aga harus menikah di usia remaja. Aku udah merenggut masa-masa remajanya."

Aku merasakan tangan mami Marsha menggenggam tanganku.

"Itu bukan salah kamu. Kalau ada yang harus disalahkan, kamu dan Aga memang sama-sama salah. Tapi saya nggak ingin menyalahkan siapa-siapa. Mungkin ini memang udah jalan takdir kalian."

Make A Baby with Berondong (Selesai)Where stories live. Discover now