Dua : pertemuan tak terduga

9K 697 8
                                    

"Mbak, gue pinjam laptop ya?" Aku tengah menyusun laporan di laptop saat Garuda, adikku masuk ke kamarku. Aku melihatnya masih mengenakan seragam putih abu-abu.

"Baru pulang  Rud?" Tanyaku sambil fokus mengetik di keyboard.

"Iya, ada les tambahan tadi. Pinjam laptop mbak," katanya lagi.

"Nggak boleh. Terakhir kamu pinjam, laptop mbak error." 

"Lagian mbak masih ngerjain laporan. Emang mau buat apaan?" Imbuhku.

"Ada tugas kelompok dari sekolah," jawab Ruda lalu duduk di kasur sambil melihat-lihat kamarku.

"Kamar perempuan kok kaku banget sih? Nggak ada aura-aura menyenangkan sedikit pun," imbuhnya.

Aku mengabaikan komentarnya tentang kamarku untuk yang ke sekian kali. Kalau di hitung mungkin sudah seratus kali dia berkomentar kaya gitu. Julid banget emang mulutnya dia.

"Emang laptopmu kemana?"

"Dipinjem Kinda buat ngerjain tugas dia, tapi belum dibalikin." Kinda itu ceweknya Ruda. Bucinnya Naudzubillah.

"Dasar bucin! Ya udah nanti mbak pinjemin. Ini tinggal bentar lagi."

"Oke! Aku di ruang tengah mbak soalnya ada temenku disitu mau ngerjain bareng," katanya  sambil beranjak berdiri. Aku mengacungkan jempol padanya dan mulai menyelesaikan laporan audit keuangan yang sudah hampir beres.

Satu jam kemudian, aku meregangkan otot-otot tubuhku. Akhirnya laporanku buat besok selesai. Aku melihat jam dinding, sudah jam tujuh malam. Aku pun bergegas turun ke ruang tengah sembari membawa laptopku. Di tangga, aku mendengar suara Ruda dan temannya yang super berisik. Pasti lagi mabar. Dan benar, mereka lagi main ps. Kulihat dua punggung cowok yang tengah asyik main game di atas karpet itu. Yang memakai pakaian kaos dan celana pendek itu jelas Ruda adikku. Dan yang sebelahnya, yang masih memakai seragam putih abu-abu pasti temannya. Punggung temannya Ruda lebar dan bahunya kelihatan tegap juga, pikirku.

"Sialan! Lo majuan dikit Ga, biar gue ada celah buat nyerang," teriak Ruda heboh.

"Minggir gimana dodol! Ini gue udah nggak bisa berkutik." Suara teman Ruda membuatku sedikit tertegun. Lantas aku teringat suara pria yang menghabiskan malam panas bersamaku beberapa hari yang lalu. Aku segera menggeleng, jangan ngaco kamu Ra. Masa kamu main ahem-ahem sama anak SMA. Aku tertawa dalam hati karena kemustahilan yang melintas di otakku.

"Bangke!"

"Bangsat!"

Aku mengelus dada kala mendengar umpatan yang bersahutan dari mulut keduanya. Dasar anak jaman sekarang, bar-bar semua.

"Hah! Udah ah, nggak mau main lagi gue. Kalah mulu," keluh Ruda sembari duduk ke sofa.

"Halah, mental oncom lo!" Sahut si teman Ruda.

"Eh mbak, ngapain berdiri di situ? Udah selesai kerjaannya?" Suara Ruda membuatku berjalan menghampirinya. Aku melirik teman Ruda yang tidak menoleh sedikitpun padaku. Dasar tidak sopan!

"Udah, nih laptopnya. Cepetan dikerjain tugas kamu. Jangan mai game terus."

"Iya-iya mbak, cerewet amat sih. Pantas mas Elang kabur."

Eh dasar nih anak, pakai bawa-bawa Elang segala. Minta di gibeng juga.

Aku merangkul leher Ruda dan memitingnya hingga Ruda berteriak.

"Mbak, mbak lepasin! Gue cuma bercanda. Ampun!"

"Janji dulu nggak kalau kamu nggak akan bahas Elang lagi," ancamku sembari mempertahankan pitinganku di lehernya.

"Emang kenapa? Kan itu fakta mbak kalau mas Elang kabur karena nggak tahan sama mbak yang sadis begini."

Aku menguatkan pitinganku dan Ruda kembali  berteriak.

"Iya-iya, maaf. Lepas mbak, leher gue bisa putus ini."

Aku pun melepaskan Ruda. Dan kulihat teman Ruda masih belum menoleh. Harusnya sebagai tamu, dia ada basa-basi dikit kali buat tuan rumah.

"Ibu sama bapak kemana?" Tanyaku kemudian.

"Lagi pergi kondangan di RT sebelah mbak. Oh iya mbak, bikinin mie goreng dong mbak." Ini anak makin ngelunjak ya. Masa nyuruh-nyuruh orang tua. Tapi berhubung aku juga lapar, akhirnya aku oun mengangguk.

"Temen kamu mau juga nggak?" Tanyaku.

"Oh, Ga, lo mau mie goreng nggak?" Tanya Ruda. Teman Ruda yang dipanggil Ga itu pun menoleh.

Deg!

Deg. Deg. Deg.

Kebetulan macam apa ini Tuhan? Aku mau pingsan boleh tidak sih? Atau tiba-tiba amnesia gitu? Ya Tuhan, ya Lord! Ya salam!

Mata kami bertemu dan detak jantungku semakin menggila. Dia tersenyum miring, senyum di malam itu yang membuatku terpikat.

"Malam mbak, gue Aga." Dan suara serak-serak becek itu mendayu memenuhi gendang telingaku. Teringat kembali saat suara itu membisikkan kata-kata menggoda yang mampu menghipnotisku. Sesuatu di bawah sana lantas berdenyut nyeri hanya karena memikirkannya.

"Mbak, mbak!" Panggilan Ruda membuyarkan segala kilasan mengenai malam itu.

"Eh iya kenapa?" Tanyaku seperti orang linglung.

"Itu si Aga ngulurin tangannya. Kok mbak bengong?"

Aku menatap tangan Aga yang terulur ke arahku. Tangannya besar dan terlihat beberapa urat yang menonjol. Tangan itu yang malam itu bersentuhan denganku, memberikan sentuhan-sentuhan yang bisa menghanyutkanku dalam pusara gairah.

Dengan sedikit gemetar, aku meraih tangannya. Hangat. Rasanya masih sama seperti waktu itu.

"Dara." Oh tidak! Kenapa suaraku terdengar gugup? Ini salah. Jelas ini tidak boleh.

Aku melihat bibirnya yang melengkung, memberi senyuman. Dan saat tidak sengaja mataku menatap nama yang tertempel disana, Rafan Agantala, aku tertampar oleh suatu kenyataan yang begitu keras.

Dia masih SMA. Sial!

Dia masih bocah. Double sial!

Dan bocah itu yang mengambil mahkotaku. Triple sialan!

"O-oke, mbak ke dapur buat bikin mi dulu. Kalian kerjain aja tugasnya," kataku dengan sedikit gugup. Bergegas aku berjalan cepat ke dapur. Samar-samar aku mendengar suara Aga.

"Mbak Dara cantik ya Rud?" Entah kenapa mendengar itu, kedua pipiku terasa panas. Tidak! Sadar Dara Aurora! Dia itu masih bocah. Lupakan dia. Lupakan semua hal tentang dia. Masih banyak pria dewasa single dan mapan di luar sana. Bahkan tidak sedikit yang mengantri ingin masuk ke dalam bagian hidupmu. Ku tekankan berulang kali kalimat itu dalam diriku.

Pokoknya aku tidak boleh terjebak  dengan bocah itu.

❤❤❤
Bersambung

Salam sayang dari kutu alisnya Do kyungsoo

Make A Baby with Berondong (Selesai)Onde histórias criam vida. Descubra agora