Bab 59 - The Master and His Disciple

1.4K 311 15
                                    

Pagi telah datang, ini pertama kalinya Valerie terbangun karena suara ayam berkokok. Mansion Chastain memang memelihara banyak hewan. Walaupun mereka tidak makan telur, tapi para pelayan manusia di sana diizinkan merawat mereka di kebun. Walau sudah pagi, hari masih cukup gelap. Hanya ada semburat jingga di cakrawala yang menandakan matahari belum siap hadir sepenuhnya.

Vampir selalu bangun dalam keadaan segar. Tidak ada kantuk yang tersisa. Mereka bahkan tidak pernah mengantuk. Karena tubuh mereka tidak butuh tidur. Mereka bisa memejamkan mata dan bermimpi, berbaring selama beberapa jam bisa melemaskan otot mereka yang pegal. Itu akan mengembalikan kebugaran mereka. Namun tidak pernah ada vampir yang mati karena tidak tidur.

Walaupun begitu, tidur menjadi kebiasaan bagi beberapa vampir. Itu membantu mereka mengatur jadwal keseharian mereka. Juga untuk mengistirahatkan otak mereka.

Valerie melirik ke arah Raphael, yang masih memejamkan mata. Vampir tidak mendengkur. Ketika mereka tidur, wujudnya bagaikan mayat dalam peti mati. Hanya nafas dan gerakan perut mereka yang menandakan kalau mereka masih bernyawa. Valerie masih belum puas mengagumi fisik Raphael. Seandainya dia lebih sering tersenyum dan lebih luwes dalam pergaulan, dia mungkin akan lebih populer dan menaikkan karirnya dengan cepat.

Menjadi pahlawan perang saja tidak cukup untuk kenaikan pangkat. Kadang prestasi saja tidak cukup. Orang yang pandai bergaul dan patuh kepada atasannya konon lebih mudah mendapatkan kenaikan pangkat. Tidak terkecuali di lingkungan militer. Namun prestasi Raphael sangat menonjol di Florentia sehingga dia tetap menapaki karirnya dengan cepat.

"Raphael, bangunlah," Valerie mengguncang bahunya.

Pria itu tidak bereaksi. Valerie pun membawa wajahnya tepat di hadapannya dengan hanya terpisah sejengkal jarak. Dia lalu memanggil lagi.

"Raphael, hei,"

Ketika akhirnya pria itu membuka mata, dia mendapati wajah Valerie tepat di depannya. Dia terkejut dan segera menyingkir.

"Astaga, kukira kamu Shadows,"keluhnya.

"Shadows? Astaga aku yakin walaupun belum mandi pun aku masih cukup cantik. Mengiraku sebagai Shadows cukup menyakitkan," keluh Valerie cemberut.

"Bagaimana bisa kau sangat percaya diri? Apa keluargamu terlalu sering memujimu? Menyebut dirimu sendiri cantik akan membuatmu sulit punya teman," Raphael mengkritiknya.

"Aku kan hanya bergurau, tapi ada hal yang lebih penting yang harus kita lakukan, Raphael," Valerie melihatnya serius.

"Apa?"

Valerie kemudian menyingkap gaun tidurnya, memperlihatkan kakinya yang jenjang nan indah. Raphael sekali lagi reflek membuang matanya ke arah lain. Dia masih belum terbiasa berada di sekitar perempuan. Itu semua telah menguji keteguhannya dan niatnya yang mulia untuk menjaga tangannya. Apalagi kalau perempuan itu secantik istrinya.

"Apa yang kau lakukan?" Sergahnya sedikit panik dengan wajah memerah.

"Ini," Valerie menunjukkan pedang Apollon miliknya yang dia sembunyikan di balik gaunnya.

"Memangnya kau pikir apa?" Valerie tertawa.

"Aku harus mulai berlatih, agar aku cukup kuat sebelum aku kembali ke militer," kata Valerie melanjutkan.

"Baiklah, kalau begitu ganti pakaianmu, aku akan menunggumu di lapangan latih segera," kata Raphael setelah menghela nafas.

***

Lapangan latih yang ada di kediaman Chastain cukup luas. Mereka sudah lama menguasai senjata terkutuk secara turun temurun jadi setiap anggota keluarga mereka wajib serius menguasai ilmu pedang. Valerie juga bisa melihat para ksatria keluarga Chastain yang sedang berlatih di sana dengan gigih.

Berbeda dengan keluarga Dubois, sepertinya ksatria yang menggunakan lapangan latih tidak semuanya adalah ksatria bayaran. Ada juga beberapa anggota keluarga Chastain. Baik pria maupun wanita yang kini mengenakan pakaian nyaman dan celana panjang serta sarung tangan pelindung untuk melindungi telapak tangan mereka dari lecet.

Valerie memasuki lapangan dengan langkah ringan. Dia meregangkan ototnya, kemudian melakukan pemanasan ringan. Dia juga mengenakan kemeja dan celana panjang yang akan memudahkannya untuk bergerak. Dia tidak lupa mengenakan sarung tangan kulit untuk melindungi telapak tangannya dari gesekan.

Valerie datang sendirian dan dia tidak menyapa siapapun selain anggukan kepala. Dia masih amatir dalam ilmu pedang, gurunya dulu mengajari hanya sekedar agar bisa membela diri. Tapi Valerie telah melalui empat tahun di kehidupan masa lalunya dalam pertarungan nyata dan perburuan. Kemampuan berpedangnya kini setara dengan para ksatria senior.

Dia bahkan pernah mengalahkan Edgar dalam latihan, dia adalah salah satu anggota team elit Jaguar yang tangguh. Namun Raphael selalu bilang kalau latihan berbeda dengan pertarungan nyata— seserius apapun Edgar melawannya.

"My lady, selamat datang di kediaman Chastain," salah seorang ksatria perempuan yang menyadari statusnya datang untuk menyapa. Valerie mengangguk anggun, menunjukkan sikap elegannya.

"Salam kenal, namaku Valerie. Apakah Chastain memiliki banyak ksatria?"

"Kami punya dua ratus ksatria aktif, kebanyakan anak keluarga chastain juga berlatih di sini. Kadang kami diminta bergabung dengan pasukan Duke Acheron untuk ke perbatasan melawan para perompak gunung, seperti yang anda lihat, saat ini hanya ada setengah dari ksatria kami yang berjaga di sekitar kediaman Chastain," ksatria wanita berambut pendek itu menjelaskan. Dia memiliki wajah yang manis dan tubuh yang mungil. Dari matanya yang merah, Valerie bisa menduga kalau dia juga seorang vampir berdarah murni.

"Chloe, apakah semua baik-baik saja?" Raphael datang ke lapangan latih, dia mengenakan setelan yang nyaman, kemeja hitam dan celana katun serta pelindung siku serta sarung tangan. Dia terlihat keren dan tangguh. Valerie bisa menyadari kalau para ksatria yang ada di lapangan latih mengaguminya. Dia melihat ke arah Valerie dan memintanya mendekat.

Valerie segera memasang sikap serius serupa dengan yang dia lakukan di perang Taverin. Raphael adalah atasannya, komandan yang harus dia hormati. Jadi dia kembali menjadi Valor saat ini.

"Latihan berbeda dengan pertarungan nyata, aku yakin kau salah satu ksatria yang paling berpengalaman di sini. Kau sudah lolos dari beberapa kali ancaman kematian termasuk menghadapi pengguna senjata terkutuk lainnya. Tapi, dunia mengharapkan lebih darimu, Valerie. Menjadi pengguna senjata terkutuk artinya musuhmu juga lebih banyak dan lebih kuat berkali-kali lipat," kata Raphael mulai menjelaskan.

"Saya paham, jadi, saya harus berlatih lebih banyak?"

Valerie memang veteran perang, dia juga memiliki senjata terkutuk. Tapi dia memulai dengan terlambat. Dia tidak pernah serius menjadi ksatria sampai kesempatan untuk hidup kembali telah meyakinkannya untuk menjadi lebih kuat.

"Kita tidak di sini untuk berlatih, Valerie,"

"Apa?"

"Chloe, lukai Lady Valerie seburuk mungkin," Raphael memberikan perintah pada ksatria perempuan itu.

"Apa? Tapi sir, dia istri anda,"

"Kau mungkin tidak tahu, tapi istriku adalah pengguna senjata terkutuk. Sekarang, aku memerintahkan kalian berdua untuk bertarung serius seolah nyawa kalian dipertaruhkan di sini," kata Raphael lagi.

The Great Vampire General is a GirlWhere stories live. Discover now