Bab 9 - The Secret Passage

2.4K 601 23
                                    

"Bagaimana kau bisa tahu hal seperti itu?" Raphael bertanya, masih berbisik.

"Dulu salah satu pamanku yang bekerja di kehakiman yang mengurus kasus itu. Tentu saja Jasper tidak dihukum, dia masih anak-anak. Tapi sejak saat itu dia tidak pernah keluar rumah tanpa diawasi. Untuk menghindari masalah, Dubois mengatakan putra mereka sakit-sakitan,"

"Mungkin dia memang benar lemah, kejadian pembunuhan itu hanya kebetulan,"

"Instingku bilang tidak begitu," Damian bersikukuh.

"Kau hanya penyuka konspirasi, kau berharap rumor itu benar," tanggap Raphael kembali tidak peduli.

"Sekarang kembali ke misi kita! Kemana para Avalon itu pergi?" Raphael melanjutkan.

"Mereka membiarkan pintunya terbuka," Damian menanggapi.

Kedua kesatria itu pun kembali menyelinap. Mereka adalah kesatria terlatih yang bisa bergerak tanpa suara. Mereka mampu melatih nafas dan gesekan kaki mereka agar tidak terdengar. Mereka bergerak dengan efektif dan tidak perlu waktu lama, mereka sudah memasuki ruangan rahasia itu.

Bau amis darah segera menerpa hidung mereka. Namun para vampir itu tidak menjadi lapar karenanya. Karena mereka mengenali kalau itu bukan bau darah yang sehat. Aromanya seperti darah bangkai yang terlalu lama teronggok di bawah sinar matahari. Busuk dan memuakkan.

Ruangan yang mereka masuki serupa lorong dengan minim penerangan. Hanya ada batu di dinding dan lantainya. Seandainya obor apinya terjatuh pun, tidak akan bisa membakar apapun. Mereka menapak di ruangan hampa yang sangat panjang. Namun kondisi itu membuat mereka sedikit sulit menyembunyikan keberadaan mereka.

Langkah mereka—walau sudah berhati-hati—tetap menimbulkan gema.

"Siapa kalian?" Para kesatria Avalon berlari ke arah para penyusup sambil menghunus senjata mereka. Tentunya mereka tidak berniat mendengar jawaban mereka.

Raphael dan Damian berdiam di posisi mereka sambil ikut menghunus pedang mereka. Para Avalon itu, juga berdarah murni. Dan mereka hanya minum darah manusia. Tentu saja itu bisa menjadi kerugian untuk para kesatria Florence saat ini. Tapi Damian dan Raphael, bukan vampir berdarah murni biasa.

Raphael tidak membiarkan dirinya ragu. Dia memilih salah seorang lawannya dan berduel dengannya. Raphael adalah salah satu pemegang senjata terkutuk. Artefak berusia ribuan tahun yang konon ditempa sendiri oleh para iblis. Pedangnya bernama demetria yang sangat tajam dan ditempa dari logam berwarna hitam. Demetria bisa memotong angin dan melukai lawannya tanpa menyentuh. Itu adalah pedang yang turun temurun dimiliki oleh keluarga D'Artagnan dan kini diwarisi oleh Raphael.

Pedang luar biasa tajam itu, menjadi berkali-kali lipat lebih berbahaya jika dipegang oleh ahli pedang sehandal Raphael. Tidak butuh waktu lama, Raphael juga tidak menunjukkan keraguan. Salah seorang lawannya jatuh tersungkur dengan tebasan dalam di perutnya. Tidak perlu senjata yang disepuh perak untuk membunuh mereka, asalkan lukanya cukup dalam dan mengenai obyek vital.

Damian tidak memiliki senjata terkutuk, tapi dia juga adalah ahli pedang terbaik yang dimiliki Florence. Dia menggunakan Rapier, yaitu dua pedang pendek yang sangat tajam, untuk bertarung. Dia bisa memainkannya dengan sangat cepat sampai musuh tidak bisa melihat gerakannya. Kadang karena terlalu cepat musuhnya melihat seolah dia terjebak dalam badai.

Para kesatria Florence itu berhasil membunuh tiga orang kesatria berdarah murni Avalon dengan efektif. Tidak terlalu banyak darah dan sayatan yang tidak perlu. Semua serangan mereka langsung ditujukan ke organ vital mereka. Raphael dan Damian melangkahi mayat mereka dan terus berjalan tanpa melihat ke belakang. Sedikit kelemahan kesatria Avalon, mereka merasa kuat karena hanya meminum darah manusia sampai enggan meningkatkan kemampuan diri mereka.

The Great Vampire General is a GirlWhere stories live. Discover now