Bab 10 - Her Secret

2.3K 603 44
                                    

Aku merasa tubuhku menghangat. Sudah lama sejak terakhir kali aku meminum darah manusia. Kurasa Kyle punya kualitas darah yang luar biasa. Dulu, di kediaman Dubois aku meminumnya dari cawan dan rasanya tidak terlalu segar. Mungkin karena aku meminumnya langsung dari kulitnya—rasanya jadi lebih enak.

Yang jelas, Kyle kini memegangi belakang punggungnya sambil melihatku bingung. Batinnya terbagi antara harus bersiap menghadapi para vampir Avalon atau mengomentari tindakanku.

Aku membuat kalkukasi di otakku. Apakah Kyle akan percaya kalau aku beralasan aku adalah vampir gay yang lebih suka meminum darah laki-laki? Atau sebaiknya jujur bahwa aku perempuan? Sebagai catatan, secara biologis kami tidak bisa meminum darah sesama jenis. Tidak peduli walau kami gay sekalipun. Tapi Kyle manusia yang sedikit lugu. Mungkin dia akan percaya?

Tapi bagaimana kalau Kyle membocorkannya? Aku bisa saja membuatnya menjadi budakku agar dia tetap bungkam, sama seperti yang dilakukan para vampir Avalon. Tapi aku tidak mau. Kyle adalah temanku—walau aku sesekali menganggapnya makanan darurat. Aku tidak akan memperbudaknya.

Melindungi nyawa kami berdua adalah prioritas kami saat ini. Darah Kyle, bagaikan tonik bagi sel-sel tubuhku. Aku merasa kalau langkahku jadi lebih ringan. Aku memang tidak pernah terlalu serius berlatih pedang. Tapi aku sudah Lima tahun hidup sebagai prajurit di kehidupan lampauku. Aku tahu cara bertarung.

Pedang dengan motif halilintar perak yang baru saja kudapatkan—menyatu dengan harmonis di genggamanku. Aneh, rasanya seperti ada ikatan antara aku dan benda mati itu. Aku bisa mengayunkannya dengan ringan.

Aku tidak mengizinkan para vampir itu untuk menyerang lebih dulu. Aku berlarian dengan kecepatan tinggi di sekeliling mereka untuk membuat mereka bingung. Aku sangat cepat sampai mata mereka sulit mengikutiku.

Pedangku mengayun ke kepala salah satu Avalon. Tebasannya sangat tajam sampai tidak banyak darah yang menetes. Padahal kepalanya sudah terpisah dari leher. Kurasa gesekan dari pedang ini menimbulkan panas yang membakar lukanya sehingga bisa mengurangi pendarahan. Satu jatuh, sisa dua lagi. Astaga. Aku tidak tahu apakah ini pengaruh darah Kyle atau pedang baruku. Tapi aku merasa invisible.

Sayangnya, aku terlalu lengah karena rasa semangat yang menggebu. Aku lupa kalau mereka adalah para darah murni yang kuat. Walau mungkin tidak secepat diriku, mereka tetap bisa mengimbangiku. Salah satu dari mereka berhasil menghentikan lariku. Aku bersyukur dia menggunakan tubuhnya untuk menghentikanku. Kalau dia menggunakan pedang. Kakiku pasti sudah terpotong.

Ini adalah situasi membunuh atau terbunuh. Kami sedang dalam perang yang melelahkan. Aku tidak ingin empati dan rasa kasihan menguasaiku. Jadi, aku tidak membuang waktuku. Beruntung Kyle bertindak cepat, dia menembakkan anak panah perak ke belakang kepala salah satu Rasputin. Perak adalah kelemahan bangsa vampir, walau panahnya hanya menggoresnya dangkal, mereka pasti merasa kesakitan.

Aku mengakhiri penderitaannya dengan menikam jantungnya. Itu adalah belas kasihan terbaik yang bisa kutunjukkan. Vampir avalon lain mencoba melarikan diri. Karena dia tidak lagi berusaha membunuhku—aku akan membiarkannya hidup.

Aku mengejarnya dan mencengkram tengkoraknya. Lalu kubenturkan kuat-kuat ke dinding batu. Dia hanya pingsan. Dia masih hidup dan yang terpenting dia tidak akan melapor kepada siapapun kalau kami menyusup.

Aku merasa takjub. Seharusnya tidak mungkin perempuan sepertiku melumpuhkan tiga orang kesatria darah murni Avalon. Tidak peduli seamatir apapun mereka. Karena aku sendiri juga amatiran. Nafasku masih terengah mencerna situasi ini.

Aku membunuh lagi. Kali ini mereka adalah musuh. Aku membela diriku. Seharusnya aku tidak perlu merasa bersalah. Tapi aku merasa jijik karena walau sesaat aku menikmati rasanya menyayat kulit dan memenggal kepala mereka.

Dengan rasa panik aku membuang pedang itu ke lantai batu. Mungkin bukan darah Kyle yang membuatku seperti itu. Tapi pedang itu. Dia cantik dan menyenangkan menggunakannya. Tapi aku tidak ingin menikmati membunuh. Tidak peduli walau dalam situasi perang sekalipun.

Para kesatria Avalon itu, juga punya keluarga di rumah mereka. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan dirasakan oleh keluarga mereka. Aku merasa menjadi penjahat dan aku menangis. Laki-laki tidak boleh seperti ini. Tapi aku yakin kalau aku benar adalah laki-laki aku juga akan merasa seperti ini.

Dalam satu hari aku telah mengambil tiga nyawa. Aku tidak tahu bagaimana aku harus menghadapi rasa bersalah ini.

"Valor, mereka orang jahat. Mereka adalah musuh kita," Kyle tampaknya paham akan apa yang kuresahkan.

"Itu tidak terlalu membantu," isakku.

"Bagaimana kalau aku bilang begini, kau membunuh tiga orang, tapi kau akan menyelamatkan ribuan nyawa orang yang tidak bersalah. Apakah itu membuatmu lebih baik, sir valor?" Kyle berujar ramah padaku. Aku merasakan tangannya sedikit kaku ketika mencoba menyentuh bahuku.

"Aku mungkin butuh waktu lebih lama untuk mengatasi ini," aku terisak, walau berusaha menelan rasa sesak ini.

"Yang harus kita lakukan sekarang adalah menyelesaikan misi dan memastikan kematian mereka tidak sia-sia. Kau yang memulai ini sir valor," katanya dengan nada yang berubah sedikit formal kepadaku.

"Maaf karena telah meminum darahmu," ujarku.

"Tidak, itu mengagetkan tapi—kurasa kau punya alasan kenapa menyembunyikannya. Jadi, kau sebenarnya—"

"Kalau aku bilang aku seorang gay yang hanya tertarik meminum darah pria, apakah kau akan percaya?" Tanyaku sedikit putus asa.

"Err, sayangnya saya punya pengetahuan tentang vampir yang cukup. Aku tahu kalau walaupun gay sekalipun, kalian tidak bisa minum dari sesama jenis. Jadi, sir valor—siapa namamu sebenarnya?" Kyle sedikit canggung ketika mengatakannya. Sudah kuduga dia tidak bodoh. Lagipula alasanku terlalu konyol.

"Tetap panggil aku Valor, dan ya aku memang perempuan, Kyle. Tapi kau tidak bisa mengatakannya pada siapapun soal ini," aku sudah berhenti menangis dan melihat matanya.

"Tidak, tentu saja aku tidak akan mengatakannya pada siapapun, Sir Valor. Aku tetap menghormatimu, kau pemimpin yang menjadi panutanku. Kau boleh meminum darahku kapan saja, kau bisa bercerita apapun kepadaku. Termasuk ketika kau ingin melepaskan emosi kewanitaanmu seperti saat ini. Kau boleh menangis di pundakku. Aku akan melindungimu, sir valor," Kyle mengatakannya seolah tengah melakukan sumpah setia sebagai Ksatria. Aku merasa kehangatan merayap di dadaku. Air mata kembali menggenang di wajahku. Untuk pertama kalinya sejak lima tahun, aku merasa punya teman sejati.

The Great Vampire General is a GirlWhere stories live. Discover now