Bab 24 - The Truth

2.2K 556 44
                                    

Romeo masih memasang wajah masam, dia mengetukkan sepatunya berkali-kali ke lantai batu karena gelisah. Dia menunggu di luar bilik mandi. Ini adalah kejutan yang tidak menyenangkan. Dia hanya berharap menyegarkan otaknya dengan berjalan-jalan. Dia sama sekali tidak menyangka akan melihat gadis muda berendam dalam bak mandi! Terlebih gadis itu adalah bawahan dan muridnya sendiri-Julian Dubois.

Pintu berderit membuka. Juliet keluar dengan langkah setengah ragu. Rambutnya masih basah, dia belum mengenakan baju dan rompi kulitnya yang berat. Dia mengenakan tunik kebesaran yang panjangnya sampai ke pahanya. Dia juga memakai celana kulit yang cukup ketat sehingga menunjukkan kakinya yang ramping.

Dia keluar membawa guci berisi darah manusia yang dia panen di pelukannya dan meletakkannya di dekat komandannya. Kemudian dia menundukkan kepala, bersiap dimarahi.

"Katanya kau mau menjelaskan," Romeo berkata geram.

"Jadi-ayahku yang mengirimku ke sini. Aku tidak tahu alasannya, yang jelas aku benar-benar Dubois. Aku berharap kau tidak akan memaksaku pulang," Juliet bicara setengah ragu.

Romeo tidak terlalu fokus dengan penjelasannya. Dia mengamati penampilan Juliet dan mulai ingat sekarang. Wajah Julian memang familiar. Dia pernah bertemu Lady Juliet di sebuah acara beberapa tahun lalu.

Saat ini, Juliet menggerai rambut perak berkilau kebanggaannya. Tubuhnya ramping dan terlihat rapuh. Dia adalah gadis dengan tinggi badan hampir 170cm, dengan penampilan atraktif. Selama dia menyamar menjadi Julian dia menggunakan kalung pentagram untuk menyembunyikan bau darahnya agar dia tidak terdeteksi sebagai perempuan. Dia juga memakai baju anyaman besi yang membuat badannya lebih berisi sekaligus menyembunyikan lekuk tubuhnya.

"Sir?" Juliet memanggil ragu.

Romeo tersentak, dia tadi tenggelam dalam pikirannya sendiri. Pantas saja Julian memiliki badan yang mungil dan wajah seperti perempuan. Karena dia memang perempuan! Sesaat dia lupa bersikap gentleman. Memandangi gadis perawan dari atas ke bawah seperti yang dia lakukan adalah hal yang tidak sopan.

"Jadi, kau Juliet Dubois? Anak kedua Duke Arthur Dubois?" Romeo memastikan identitasnya. Juliet pun mengangguk. Dia masih cemas akan tindakan Romeo selanjutnya.

Apakah dia akan dipaksa pulang? Dilaporkan ke para jenderal? Atau membuatnya pindah ke barak kesatria wanita?

Bukan berarti Juliet tidak mau. Mungkin dia lebih nyaman berada di antara para perempuan. Tapi dia tidak bisa berperan strategis di sana. Dia harus berada di garis depan. Dia harus memastikan kemenangan Romeo.

"Aku rasa melaporkanmu hanya percuma. Para jenderal pasti sudah tahu. Duke Dubois pasti sudah merencanakannya bersama petinggi militer lainnya," Romeo menggeleng.

"Jadi-"

"Perang sebentar lagi mulai, aku tidak punya waktu untuk ini. Jadi, kau tetap lakukan tugasmu seperti biasa, Julian," kata Romeo lagi. Kemudian dia beranjak pergi, Juliet mengikutinya dari belakang.

"Eh? Jadi kau tidak akan melaporkanku?"

Romeo berhenti melangkah dan melihatnya lagi.

"Aku merekrutmu, karena kau berguna dalam misiku. Aku juga gurumu yang mengajarimu memakai senjata terkutuk. Bagiku tidak ada yang lebih penting daripada menyelesaikan misi. Selama kau bisa menyamar dengan baik-aku akan memperlakukanmu sama saja seperti sebelumnya. Jangan berharap aku melunak padamu, Julian," kata Romeo dingin.

Tapi dia tahu, segalanya akan sedikit berbeda mulai dari sekarang. Dia mungkin tidak akan lagi tega memukul wajah Juliet seperti biasa. Hanya saja, Romeo tidak akan menunjukkan itu pada Juliet. Juliet adalah pemegang senjata terkutuk, Romeo menginginkan dia jadi lebih kuat. Dia tidak ingin melunak padanya.

The Great Vampire General is a GirlWo Geschichten leben. Entdecke jetzt