Bab 46 - The Deadly Sins

2K 425 34
                                    

Valerie berlari bersama para pengunjung kelab yang panik ketakutan. Mereka rata-rata adalah para bangsawan. Mereka tidak pernah melihat Shadows selain dari berita dan kesaksian para prajurit. Mereka adalah senjata para Avalon dan tidak pernah dilepas di pemukiman sipil vampir yang ramai.

Teriakan terdengar riuh memekakkan telinga, Valerie sulit untuk fokus karena beberapa orang tidak peduli menabrak tubuhnya. Mereka adalah vampir jadi sentuhan mereka bertenaga. Larinya pun cepat. Valerie susah payah memisahkan diri dari keriuhan tersebut dan bersembunyi di balik lemari besar berisi pajangan keramik berukiran naga. Dia hanya perlu lenyap dari pandangan Caesar sementara dia mengawasi situasi.

Valerie belum bisa mengungkapkan dirinya sebagai Valor. Apalagi menggunakan senjata terkutuk di depan Caesar. Dia mencemaskan nasib keluarganya nanti. Selain itu, komandannya Raphael juga menegaskan kalau dia tidak boleh sembarangan menunjukkan kekuatannya.

Tapi situasi di depan matanya saat ini begitu buruk. Para Shadows itu, mungkin tidak sebesar yang pernah dia temui di perang Taverin. Saat ini ada dua Shadows. Yang menyerang Caesar berbadan tinggi besar dengan perut buncit. Lengannya panjang sampai nyaris menyentuh lantai dan ditumbuhi bulu cokelat kasar yang tampak gatal. Wajahnya menyerupai harimau tanpa bulu serta hidung yang melesak ke dalam seolah ada batu gunung besar yang menindih mukanya.

Taringnya tajam dan ketika dia membuka mulutnya, tercium bau yang tidak sedap. Bahkan walaupun Valerie berjarak cukup jauh darinya.

Shadows lain bertubuh lebih kecil dan sama-sama berlengan panjang. Namun dia sangat cepat. Dia kini memukul lantai dengan cepat dan bertenaga berulangkali. Pukulannya nyaris tidak tertangkap oleh mata. Sebuah lubang besar tercipta. Kemudian terdengar gemuruh.

Lantainya ambruk, menyisakan lubang besar yang menganga. Kemudian Shadows itu masuk kedalamnya. Valerie menduga itu adalah ruang bawah tanah rahasia milik Avalon yang sempat dia curigai ada di kelab ini. Dia baru saja hendak mengkonfirmasinya pada Caesar tapi para shadows itu sudah terlebih dahulu membongkarnya.

Valerie mungkin harus menyusul, dia cemas Shadows itu akan melakukan sesuatu yang buruk. Mereka tampak berbeda. Seolah mereka tidak dikendalikan oleh Avalon. Sepertinya memang begitu karena Caesar tampak terkejut melihat mereka. Dia masih bertarung dengan Shadows berperut buncit itu. Kini monster itu tertawa seraya menunjukkan lengannya pada Caesar.

Suara layaknya hisapan yang mengganggu terdengar dari tangannya. Lendir keluar dari bekas potongannya dan tangan baru tumbuh darinya seperti kadal. Itu mengejutkan. Valerie tidak mengira para Shadows bisa melakukan itu.

"Lady Valerie! Kenapa kau masih di sini? Pergilah!" Caesar memerintah.

Valerie yang tersadar pun berbalik badan hendak melarikan diri. Dia harus mencari bala bantuan. Dia sudah mengabari Raphael soal ini tapi dia ragu pria itu akan menyusulnya. Dia kerap bepergian jadi dia mungkin sama sekali belum membaca pesannya.

Valerie berjongkok, kembali mencari tempat sembunyi yang lebih aman. Dia menghindar dari jangkauan mata Caesar dan merogoh sesuatu di balik gaunnya. Sebuah belati pendek dengan inkripsi latin kuno ada di genggamannya sekarang. Auranya menyebar siap beraksi.

Gadis itu mengangkat gaunnya yang cukup merepotkan dan hendak turun ke lubang besar itu. Dia tahu itu berbahaya tapi dia tidak bisa menunggu bantuan datang.

"Gadis kecil, apa yang kau lakukan di sini? Tidak lari seperti yang lain?" Sebuah suara yang serak terdengar mencekam di telinganya. Seolah dia sedang menonton pertunjukan horor. Shadows lain, muncul nyaris tanpa suara. Dia berbeda dari yang lainnya dan dia bisa bicara!

Valerie terkesiap. Dia urung menggunakan Apollon. Dia kembali menyembunyikannya dan merinding tatkala tangan sang monster mencengkram kakinya.

"Lepaskan!" Valerie menendang. Tangannya terhempas.

"Hmm? Untuk ukuran perempuan, kau sangat kuat. Hahaha, baiklah kau akan menjadi istriku. Namaku Lust, vampir sepertimu. Kau akan senang tinggal bersamaku," dia terkekeh.

"Apa? Enak saja!" Valerie melompat menjauh dan berlari darinya. Tapi itu tidak berlangsung lama. Karena Lust adalah Shadows yang lebih kuat dari rata-rata vampir.  Dia kembali mencengkram kakinya dan gadis itu terjatuh. Kepalanya terbentur dan dia sedikit pusing selama beberapa saat.

Gaun sialan. Sepatu menyebalkan. Kalau saja Valerie memakai pakaian kesatrianya, dia lebih bisa bebas bergerak. Tapi itu bukan alasan. Kalau Raphael mendengar keluhan hatinya, dia pasti akan dimarahi. Kelemahan adalah kelemahan. Valerie tidak bisa menyalahkan keadaan untuk itu.

Valerie merobek gaunnya serta melepas sepatunya agar dia lebih mudah berlari.

"Oh, nakal sekali. Kau tidak sabar bermain denganku, gadis cantik?" Lust berucap dengan seringai menjijikkan.

Dia adalah Shadows bertubuh kurus dan berambut panjang. Dia jangkung, tingginya mungkin mencapai tiga meter. Bibirnya tertarik ke atas dan matanya kecil. Dia mengingatkan Valerie dengan seekor Kukang. Tapi dia sama sekali tidak manis maupun lambat.

Valerie harus membawa List menjauh. Dia pun menggunakan kecepatan larinya yang dia banggakan berusaha memancingnya ke luar bangunan. Valerie berlari dan terus berlari. Dia tidak peduli walau pecahan kaca dan kayu melukai telapaknya yang mulus. Itu akan sembuh nantinya, bukan saatnya mencemaskan bekas luka.

"Aku menangkapmu. kau sangat cepat, manis," Lust terkekeh sambil memegangi pergelangan kakinya. Ketika itu Valerie baru saja hendak memanjat atap kelab. Bagaimana mungkin? Dia menangkap Valerie semudah itu? Shadows macam apa mereka?

"Singkirkan tanganmu dari lady Valerie!" Teriak Caesar sambil menebaskan Vulcan kepadanya. Sebuah kerusakan besar terjadi. Dia memenggal kaki kanannya. Dia limbung dan melepaskan Valerie.

"Oh ya ampun, kenapa kau mengganggu kencanku?" Keluh Lust. Tatapannya berubah marah. Kemudian seperti yang terjadi pada Shadows berperut buncit tadi—kakinya tumbuh kembali dengan cepat. Dia lalu meraih potongan kakinya dan menyeringai. Dia mengayunkannya seperti tongkat gada dan dengan secepat kilat memukulkannya pada Caesar.

"Ugh!"

Caesar terpental. Dia terbatuk, beberapa tetes darah mengalir dari bibirnya. Dia menyekanya dan memasang posisi menyerang. Sorot matanya tangguh. Valerie masih berada di atap kelab. Dia rasa setangguh apapun Caesar, dia tidak bisa menghadapi dua monster Shadows itu sendirian.

"Pertarungan kita belum selesai! Glutton masih ingin bermain sebelum memakanmu!" Monster buncit itu mengejar Petrovsky. Caesar tidak punya pilihan lain selain menghadapinya. Sementara itu, Lust kembali mengincar Valerie.

"Nah, gadis kecil, kemarilah. Lust akan menyayangimu,"

"Oh astaga! Kau sangat menjijikkan!" Valerie melempar pecahan genteng kepadanya. Tanpa Apollon, dia tidak akan bisa bertahan.

"Singkirkan tangan kotormu!" Sebuah ledakan tercipta. Tanah di bawah mereka bergetar dan tercipta lubang besar di sana yang menelan Lust. Tapi dia berhasil bertahan dengan menggunakan sebelah tangannya. Dia tidak terkubur di bawah tanah. Shadows bernama lust itu melompat kembali ke permukaan dengan tatapan marah.

"Siapa yang mengganggu kencanku?" Teriak lust kesal.

"Valerie, tidak cukup hanya Caesar kini kau berselingkuh dengan makhluk itu?" Kata Raphael Chastain yang hadir di lokasi layaknya pahlawan.

"Enak saja!" Sergah Valerie kesal.

"Kenapa kau di sini? Aku tidak butuh bantuanmu!" Caesar yang kini memiliki lebam di mata kirinya berteriak.

"Siapa yang mau membantumu? Aku ke sini untuk menyelamatkan Valerie, tunanganku. Kau dengar itu Petrovsky? Tunanganku," Raphael menekankan dengan nada kesal.

The Great Vampire General is a GirlWhere stories live. Discover now