Virtualzone - Chapter 42

ابدأ من البداية
                                    

Mungkin letak salahnya memang ada padaku yang terlanjur berekspektasi dan terlalu mudah membuka hati.

Ruangan yang dari awal kubiarkan kosong sampai berdebu itu berhasil kamu isi, walaupun pada akhirnya kamu juga yang memutuskan pergi.

Tidak apa, setiap rasa yang kamu beri akan kunikmati walau perih.

Sepertinya ini akhir dari cerita yang tidak pernah dimulai.

Maaf, aku salah. Tidak ada akhir untuk sesuatu yang tidak pernah dimulai.

Aku rasa, sekarang mencintaimu tidak lagi menjadi hal yang menyenangkan untukku.

Jika aku seorang penulis, akan aku pastikan di halaman selanjutnya namamu tidak akan pernah kusebut lagi, dan terima kasih sudah mengisi beberapa bab ceritaku. Selanjutnya, biar aku atur bagaimana ending cerita itu.

Selama menuangkan kalimat-kalimat itu, beberapa kali Rayya menghela napas. Lukanya masih basah, perasaan sakit itu masih terasa nyata. Tidak pernah diduga jika ternyata satu hari yang menurutnya akan menyenangkan justru malah memilukan.

Saat perjalanan pulang, mereka sama-sama membisu. Sebelumnya Bara sempat mengajak Rayya untuk makan malam karena mereka hanya baru makan tadi siang saat baru datang ke pantai. Namun, hanya gelengan kepala yang menjadi jawaban. Rayya terus menoleh ke arah jendela selama mereka berada di dalam mobil.

Bahkan ketika sampai di depan rumahnya, dia hanya mengucapkan terima kasih tanpa menoleh pada laki-laki di sampingnya kemudian turun dari mobil disusul Bara yang juga turun untuk berpamitan dan meminta maaf karena mengantar Rayya pulang malam. Walaupun sebenarnya jam tangannya baru menunjukkan pukul 19.38 malam. Bunda yang menyadari sesuatu tidak melontarkan pertanyaan apapun. Beliau membiarkan putri semata wayangnya langsung masuk ke kamar.

Rayya terkesiap saat pintu kamar diketuk dan terdengar suara sang bunda memanggilnya. Ketika pintu dibuka, bunda memberitahu jika Raga sudah menunggunya. Dia kembali masuk ke dalam kamar untuk membawa ponsel dan menyempatkan diri bercermin memastikan jika matanya sudah terlihat biasa saja. Rayya masih mengenakan pakaian yang sama. Sejak pulang, gadis ini hanya duduk di meja belajar dengan isi kepala yang semakin penuh.

Kakinya berlari kecil menuruni setiap anak tangga. Matanya menangkap kehadiran laki-laki yang mengenakan hoodie mint yang dipadukan dengan celana training panjang berwarna hitam. Dia mengacungkan dua es krim di genggamannya ketika mata mereka bertemu. "Bukunya mana?" tanya Raga begitu mereka berhadapan.

"Duduk di depan, yuk!" ajak Rayya mengabaikan pertanyaan Raga dan berjalan mendahului laki-laki itu. "BUNDA, RAYYA SAMA RAGA DI DEPAN, YA," teriaknya memberitahu sang bunda.

Hawa dingin mulai terasa, meskipun angin malam ini cukup tenang. Tidak ada kalimat yang keluar dari mulut mereka. Rayya sibuk memperhatikan langit yang dipenuhi bintang dan bulan, sedangkan pandangan Raga tidak lepas dari Rayya. Seakan tidak ada yang lebih indah dan menarik melebihi gadis di sebelahnya.

"Belajarnya nggak jadi?" Raga memecah keheningan di antara mereka.

Rayya menoleh kemudian menggeleng. "Kayaknya gue lagi nggak bisa fokus. Nanti malah makin susah ngerti materinya. Jadi cuman pengen ditemenin aja."

"Lo galau, ya?" tebak Raga, "giliran galau aja nyari gue."

"Kalo nggak mau nemenin pergi aja, jangan bikin gue makin sebel," ketus Rayya.

Raga tersenyum dan menggeeng kecil melihat respon Rayya. "Nih," ujarnya menyodorkan es krim yang sejak tadi dipegangnya.

Rayya mengambil satu es krim dan mengucapkan terima kasih. Dia mulai menikmati es krim tersebut sambil menatap hitamnya langit malam.

"Ini satu lagi?" tanya Raga.

"Buat lo aja."

"Tadi minta dua."

"Biar lo nggak cuman ngeliatin gue makan es krim doang." Rayya memperlihatkan jajaran gigi rapinya.

"Ra," panggil Raga pelan.

Yang dipanggil bergumam dan menoleh menunggu ucapan selanjutnya.

"Lo kenapa tadi tiba-tiba telepon gue minta jemput sambil nahan nangis?"

Rayya hanya menggangkat kedua bahunya tak acuh.

"Kalian berantem?" tebak Raga hati-hat.

"Tanya aja sama abang lo."

Jawaban singkat yang keluar dari mulut Rayya tidak menjawab pertanyaan dan rasa penasaran Raga. "Gue disuruh tanya lo sama abang gue. Sekarang gue malah disuruh tanya abang gue lagi. Jadi harus tanya siapa biar gue dapet jawabannya?"

"Nggak tau." Rayya masih enggan membahas apa yang didengarnya beberapa jam yang lalu.

"Kalo abang gue nyakitin lo, bilang, ya. Biar gue gebuk sampe bunyi intro 'Lemonade' NCT 127."

Rayya tertawa mendengar penuturan sahabatnya, dirinya sedikit terkejut dan tidak percaya. Pasalnya Raga tidak pernah membahas apapun soal NCT. "Tahu lagu itu dari mana?"

"Tadi sore gue dipaksa nemenin Bintang streaming buat liat Mark," adunya.

"Tumben mau."

"Namanya dipaksa, ya ... gimana." Raga memperlihatkan raut pasrahnya. "Jadi lo nggak mau cerita soal jalan-jalan hari ini?" tanyanya memastikan.

"Gue masuk dulu, ya." Gadis ini meninggalkan Raga yang masih penasaran dengan apa yang terjadi di antara dirinya dan Bara. Namun, ucapan Rayya cukup menjawab pertanyaan Raga.

Raga menghela napas dan menyandarkan punggungnya pada kursi. "Cewek dengan segala teka-tekinya."

***

Kebisingan di kelas tidak mempengaruhi fokus Rayya untuk mendengarkan penjelasan Raga mengenai soal yang dirinya rasa belum pham. Rayya meminta mereka berangkat lebih awal, tetapi ternyata kelas sudah dihuni beberapa orang. Namun, hal itu bukan faktor yang membuat Rayya mengurungkan niatnya. Semua berjalan aman dan sesuai harapan sampai ketika salah saut temannya masuk ke dalam kelas dan menyadari kehadiran Rayya.

Dia menghampiri Rayya dan menarik salah satu kursi dari meja lain. "Kemarin gue lihat lo jalan sama cowok di pantai, tapi bukan Raga karena dari postur tubuhnya jelas beda banget," ungkap laki-laki itu.

Raga menoleh dan memberikan tatapan sinis pada laki-laki yang duduk di sampingnya, sedangkan Rayya menatapnya santai. "Iya, kemaren gue jalan sama cowok. Ada masalah?" tanya Rayya.

"Ya nggak apa-apa. Tadinya mau gue samperin, cuman gue keburu ditarik sama adik gue."

Rayya tersenyum. "Gue nggak nanya," ujarnya memasang raut datar.

"Eh, cowoknya siapa, sih? Ganteng banget kayaknya, gue cuman lihat sekilas." Laki-laki ini terlihat sangat antusias.

"Dika, lo nggak lihat Rayya lagi belajar? Kalo mau tanya-tanya nanti aja pas istirahat," ketus Raga.

"Apaan, sih. Lo cemburu, ya?" godanya.

"Pergi nggak, lo!" Raga mengusirnya. Aletta yang melihat kejadian itu berusaha enarik Dika agar menjauh dari sana.

"Kasian, prenjon, sih," sindirnya sambi beranjak meninggalkan Raga dan Rayya.

Maaf banget mulai gak konsisten update, semoga ada yang tetep nungguin, sih—hehe, ngarep 🤭

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

Maaf banget mulai gak konsisten update, semoga ada yang tetep nungguin, sih—hehe, ngarep 🤭

See you at the next chapter, papay 👋🏻

7 Februari 2022

Virtualzone [COMPLETED]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن