60. Senyum Terakhir

131 31 24
                                    

Theo langsung mengambil langkah cepat seraya melayangkan tinjuan keras pada Renaldi saat itu juga. Dia bahkan melupakan keadaan sekitar. Tak peduli ada beberapa petugas polisi di sekelilingnya, dan tak peduli siapa Renaldi baginya.

"Lo yang bikin Ryuda meninggal?! Hah?!" Theo mencengkram kerah baju Renaldi sementara laki-laki itu hanya diam tak melawan. "Jawab anjing!"

"Galatheo! Galatheo tenang!" Ibu menarik paksa Theo. "Udah nak, udah."

Theo tak sanggup lagi melawan. Dia runtuh. Untuk yang ke sekian kalinya. Dia hanya bisa bertumpu pada kedua tangan Ibu yang setia menahannya lalu berseru kencang. "Tega lo bang." Telunjuk cowok itu terus terangkat.

Renaldi menjatuhkan diri. Kedua lututnya menyentuh lantai. Dengan tangan yang bertaut dia menunduk dalam. Tak ada keberanian di matanya. "Maaf. Maafin gue, Gate. Maaf, Tante. Ren minta maaf."

"Lo nggak pantas dapet maaf! Lo bahkan bisa di sini karena ditemuin polisi alih-alih berusaha nyerahin diri! Sialan! Brengsek lo!"

"Diem!"

Pekik seseorang dari arah lain seketika mengalihkan perhatian. Siluet seorang gadis melaju ke arah mereka. Tapi kali ini Elnandra sukses dibuat jadi orang paling tercengang.

"Bukan Bang Renaldi!" Suara gadis itu bergetar. "Itu aku. Aku yang nyetir malam itu sambil mabuk. Terus nggak sengaja aku... nabrak Kak Ryu."

"Bangsat! Dari dulu lo emang-"

"Hanin?!" Suara lain menyahut dari arah luar. Berhasil memotong ucapan Elnandra, bahkan mengalahkan derasnya hujan. Dalam waktu yang tak lama, Naka melepas rangkulan Zean, melangkah perlahan menuju Hanin yang tadi memaparkan perbuatannya sebelum dengan kuat melayangkan tamparan seraya mendorong bahu gadis itu.

"Sialan! Tega lo ya? Lo masih punya akal nggak sih?! Dulu lo berusaha celakain gue, sekarang lo berhasil celakain Ryu! Hanindita! Lo bajingan gila!" Naka tak bisa mengendalikan diri untuk tidak mengguncang tubuh Hanin dengan kasar, tak peduli bahkan ketika Hanin menangis sambil memohon kepadanya. "Kenapa lo bisa berubah sejahat itu sih?"

"Maafin gue. Gue salah. Maaf, Ka."

"Maaf?" Kali ini Elnandra mengambil langkah. "Maaf kata lo? Lo sadar nggak sih, perbuatan lo udah bikin dunia banyak orang hancur termasuk gue?! Sadar, nggak?!"

"Iya, gue sadar."

"Terus dengan entengnya lo minta maaf. Lo kira segampang itu? Gue baru aja dapat kesempatan buat dekat sama sosok Abang yang gue dambakan. Gue baru aja bisa menyelesaikan permasalahan selama bertahun-tahun sama dia. Dan semua itu harus hancur gara-gara lo yang nggak punya otak!"

"Dan 'maaf' lo bilang?" Theo kini bangkit. "Maaf lo nggak akan balikin Ryuda! Sahabat gue meninggal!" Theo menggeleng. "Nggak. Bukan cuma sahabat. Tapi dia juga anak dari seseorang, dia pacar dari seseorang, dia kesayangan banyak orang, dia keluarga bagi orang-orang terdekatnya, dia juga kakak dan adik bagi seseorang. Khususnya gue."

Theo memutar arah, mencengkram rambutnya sendiri sebelum kembali pada posisi semula. "Hari itu dia baru mulai hidup barunya. Dia mau jadi pribadi lebih baik lagi. Dia ngubah kebiasaan, bahkan dia nggak ngebut waktu dia justru banyak pikiran. Tapi lo, dengan teganya lo kubur semua niatnya dengan cara berkendara di bawah kesadaran bahkan berkecepatan tinggi. Dengan teganya lo hancurin hidup anak itu!"

Theo berpaling, menatap Ibu dengan mata yang kembali berkaca-kaca. "Ibu, Theo mau pelaku yang bikin Ryuda meninggal dihukum seberat-beratnya."

Maka saat itu juga Renaldi merasa ada bogeman tak terlihat yang meremukkan ulu hatinya. Sakitnya terasa nyata. "Gue mohon, Gate. Jangan."

RYUDA : Bad Angel [END]Where stories live. Discover now