46. Pengakuan

38 22 0
                                    

Now playing; Padi—Rapuh

Naka bilang, penyembuhannya di setiap masalah adalah makan, kepedasan, dan kesakitan. Dan kini Naka tidak bisa berhenti makan sebagai pengalihan masalah. Sudah berhari-hari Hesa mendapati stok makanan di kulkas berkurang sedikit demi sedikit. Namun berhari-hari pula Hesa tak berani menegur Naka.

Ya.. mau ditegur bagaimana kalau sekadar menyapa saja tidak bisa.

Nyaris seharian penuh Naka selalu berada di kamar Hesa, sementara dia sendiri mengalah tidur di ruang keluarga, atau kalau Zean sedang baik hati, anak itu akan mengajaknya tidur di lantai atas, alias bertukar tempat dengan Naka.

Dan tiap kali Naka keluar, dia tidak bicara, cuma membawa banyak makanan sambil terisak dan sesekali terbatuk. Kalaupun bicara, seperlunya. Menjawab pertanyaan ala kadarnya; dengan kata-kata singkat atau dehaman dan suara parau.

Namun pagi ini ada yang berbeda dari kebiasaan gadis itu. Yang semula hanya diam mengunci diri di kamar, kini mau beranjak ke ruang makan, meminta Hesa dan Zean duduk menemaninya.

Penampilan Naka juga terbilang rapi. Tidak seperti hari-hari sebelumnya—hanya memakai pakaian tidur yang dia kenakan di pagi setelah masalahnya dengan Ryu dimulai—kini Naka menggantinya dengan kaos crop top hitam dengan celana senada yang cukup kontras dengan kulit putihnya.

Mendadak, Naka menepuk punggung tangan Hesa. Sontak membuat Hesa terkesiap.

"Lo butuh apa?"

"Sprite di kulkas abis. Beliin dong."

Hesa melongo. Namun sejenak. Karena dia langsung menoleh pada Zean. "Ze, beliin."

"Kok gue? Kan lo—"

"Ini permintaan pertama, Ze. Kemarin malem lo bilang kan kalau lo kalah tetris, lo bakal bersedia turutin kemauan gue." Alis Hesa naik-turun. Sementara Zean bergeming. "Buruan!" Hesa kontan menepuk punggung Zean. "Kakak lo butuh nih."

"Iya-iya." Zean beranjak sambil menggaruk kepalanya. "Ah elah.."

Seperginya Zean, Hesa yang masih duduk di samping Naka merasa agak heran ketika pergerakan Naka menyendok mie instan tiba-tiba melambat ketika Hesa membahas taruhannya dengan Zean kemarin malam.

Namun keheranannya langsung buyar terganti raut khawatir ketika Naka mendadak menoleh, menatapnya nanar dengan bibir bergetar.

"Sa..."

Naka tidak kuat lagi.

Gadis itu merunduk menyandarkan kepalanya di bahu Hesa.

"Gue kangen Ryu."

"Cowok kayak gitu lo kangenin?"

"Ryu itu beda, Sa. Gue nyesel banget waktu itu ngomong tanpa pikir dua kali. Disitu gue udah nggak bisa berpikir jernih. Yang ada di kepala gue cuma Ryu adalah orang brengsek yang gue temui. Tapi Ryu punya alasan."

"Nggak ada pembenaran buat perbuatan yang buruk, Naka."

Naka mendongak tatkala suara lain menyahut dari kejauhan. Tangisnya makin menjadi ketika mendapati Tara berdiri di ambang pintu. Dia yang bicara barusan.

RYUDA : Bad Angel [END]Where stories live. Discover now