18. Kesayangan Mama?

66 34 9
                                    

Semalaman, tidur Naka tidak nyenyak. Tiap hendak menyelami mimpi, spontan dia terbangun hingga berakhir mendapati keheningan. Ruang pikirannya dipenuhi Ryu. Mendengar sedikit suara saja, Naka langsung beranjak dari tidurnya karena menyangka Ryu datang.

Dan pagi ini, dia berakhir merasakan pening pada kepalanya.

Beruntung dengan amat baik hati, pagi-pagi sekali Bi Maira membuat bubur. Dan tentu setelah mandi langsung Naka lahap karena asupan makanannya kurang sejak kemarin.

"Bi, Ryu nggak akan pulang lagi?"

"Pulang, Non. Pasti. Den Ryu cuma butuh waktu. Tapi Den Ryu bakal cepat-cepat kembali, soalnya Bi Mai percaya, Den Ryu itu sayang... banget sama Non Naka."

Semoga. Naka membatin.

Dering ponsel memekik dari saku rok Bi Maira. Buru-buru, wanita itu merogohnya. Seseorang meneleponnya. Bi Maira lantas menggeser ikon berwarna hijau seraya mengangkat ponsel ke dekat telinga. "Iya, Den Theo."

Naka mengernyit. Theo?

"Bi, Mama meninggal."

"Meninggal? Innalilahi." Bi Maira refleks berucap. Dengan suara bergetar, beliau lanjut bicara. "Nyonya... i-iya, Den."

"Naka masih di rumah Ryuda?"

Bi Mai mengangguk. "Masih."

"Oke. Theo bawa ke sini. Soalnya Ryuda sendirian. Dia nggak mau ketemu orang lain termasuk Theo. Kalau Naka, Theo yakin, Ryuda mau."

"Iya, Den. Bi Mai bicarakan sama Non Naka."

Mendengar namanya disebut, Naka bangkit. "Kenapa Bi? Siapa yang meninggal? Ryu nggak kenapa-kenapa, 'kan?" tanyanya bertubi-tubi. Bola matanya dihiasi embun.

"Nanti tunggu Theo di depan gerbang." Sambungan telepon terputus.

Bi Mai memasukkan ponselnya lagi sebelum menyahut, "Mamanya Den Ryu meninggal."

Napas Naka tercekat. Dunianya terasa berhenti. Kata-kata Bi Mai yang terlontar seolah hanya angin lalu. Tapi masih terlalu jelas ketika dia diminta bersiap-siap, ikut ke rumah orang tua Ryu untuk melayat.

Tak butuh waktu lama bagi Naka dan Bi Mai untuk akhirnya berdiri di pekarangan rumah, menunggu kedatangan Theo yang bakal menjemput.

Naka sedang menoleh ke kanan dan kiri jalan tatkala tahu-tahu, sebuah mobil SUV hitam menepi di depannya seiring kaca mobil itu turun menampakkan Theo di kursi kemudi.

"Masuk, Bi."

Bi Mai membuka pintu kedua mobil. Namun alih-alih untuknya, beliau mempersilahkan Naka masuk lebih dulu. Untuk mempercepat waktu, Naka menurut. Usai Bi Mai ikut naik, Theo melajukan kembali mobilnya.

"Den Ryu nggak kenapa-kenapa, 'kan?" Di sela kekhawatirannya, Bi Maira bertanya.

"Theo belum tahu pasti. Soalnya Ryuda ngurung diri di kamarnya. Theo takut... Tapi nggak. Ryuda nggak akan kayak gitu, 'kan, Bi?"

"Kayak gitu gimana maksudnya?"

"Kamu tahu sendiri kan, Nay. Orang pasti syok lihat keluarganya meninggal. Apalagi Ryu yang pertama nemuin Mama nggak bernyawa." Theo sesekali menoleh pada rear-view mirror. Menangkap kecemasan dalam raut Naka. "Tapi percaya deh, Ryuda nggak begitu. Tadi juga dia sempat ngomong dari kamar. Bilang kalau dia baik-baik aja." Padahal gue tahu, lo lagi sakit banget, Ryuda.

Butuh bermenit-menit lamanya hingga mobil Theo masuk ke sebuah pekarangan rumah, dan berhenti di antara deretan mobil. Tak ada media yang mengerubungi. Ryu benar-benar bisa menjaga privasinya dengan baik.

RYUDA : Bad Angel [END]Where stories live. Discover now