34. Promosi

32 25 1
                                    

Now playing; Ari Lasso—Hampa

Kamal Febriano Lasmana, namanya kini tengah diburu di berbagai awak media karena insiden penangkapan beberapa remaja di sebuah klub ternama malam tadi.

Diduga, aktor yang baru saja menyelesaikan perannya di film 'Andika' itu tengah melancarkan aksi me—

Naka mematikan televisi yang menayangkan berita di ruangannya. Sehingga sunyi begitu menyergap tatkala dia duduk di sofa panjang sambil menatap ke salah satu sisi dinding—yang hanya disoroti cahaya temaram dan gemerlap lampu di meja rias—dengan tatapan kosong. Dari semalam sampai sekarang, dia banyak melamun. Dan meski terdiam, banyak pertanyaan yang terbesit dalam benaknya. Semua mengenai Ryu.

Semenjak kejadian kemarin, Ryu tidak menemuinya lagi. Semalam, Theo menyusul ke rumah Ryu, namun nihil, tak ada siapa-siapa di sana. Theo bahkan mengitari rumah teman-teman satu gengnya. Hasilnya,

Tidak terlihat sosok Ryu di satu pun rumah mereka.

Theo kalang-kabut. Sementara pikirannya berkecamuk. Terputar saat bagaimana Naka menangis di rumah dan Ryu yang mendapatkan perlakukan kurang baik oleh orang-orang siang kemarin.

Barulah hari itu, sebelum pergi untuk promosi, saat mentari menyorot terik, Theo diam-diam pergi, mengunjungi kembali rumah Ryu. Dan lagi-lagi cowok itu tidak menemukan orang yang dia cari, melainkan hanya sepasang manik berkaca-kaca Bi Maira yang menyambut kedatangannya.

Bi Maira menyerahkan sesuatu.

Sesuatu yang kini Theo genggam di kedua tangannya. Sukses membuat Naka yang bergeming menatap refleksi wajah tenangnya di cermin, mengalihkan tatap pada Theo yang mendadak membuka pintu lalu merunduk memegangi kedua lututnya dengan napas terengah.

"Ada apa, Kak?!" Naka mendekat. Perasaanya makin tak karuan. Bercampur aduk. Khawatir, ingin menangis, dan terkejut. Dibanding terkejut karena Theo datang tanpa mengetuk pintu, melihat Theo buru-buru seperti itu lebih bisa jadi pemicu jantungnya berdegup kencang.

"Ryu nggak ada di rumah." Katakanlah kalau Theo cengeng karena sedetik setelah berkata, bibirnya bergetar. "Dia pergi. Tapi tadi ada Bi Maira."

"Apa katanya? Bi Mai tahu Ryu kemana?"

Theo menggeleng. "Nggak, Nay. Bi Mai cuma titip ini sama Kakak." Tangan Theo terangkat, menyertakan ponsel dengan gantungan figur Simon di tangan kanan dan sekotak es krim di tangan kiri. "Dari Ryu."

Tanpa pikir panjang, Naka menerimanya. Mengecek kedua barang itu, harap-harap ada pesan dari Ryu yang terselip di sana.

Dan benar saja. Lockscreen ponsel cewek itu yang tadinya memuat foto Ryu—saat cowok itu dan Naka sedang makan bersama—berubah. Kini, diisi dengan layar hitam dibubuhi tiga kalimat; Bi Mai salah beli es krim. Soalnya sama-sama hijau katanya. Nggak Bi Mai nggak Naka, sama aja ternyata.

Naka berjongkok. Memejamkan mata sekaligus meneteskan cairan bening yang berusaha dia halau sedari tadi. Satu tetes, dua tetes, dan akhirnya berubah menjadi aliran yang tak dapat dia hentikan. Naka akui, dia amat terenyuh, namun bukan itu yang dia inginkan. Naka ingin Ryu berada di sampingnya. Naka ingin tahu keadaan Ryu sekarang. Sebab Naka tahu, Ryu kesulitan sekarang.

Setepatan dengan itu dua pasang sneakers muncul pada pandangannya yang buram. Membuat Naka mendongak, mendapati Tara dengan bibir tertekuk.

"Naka?!" Tara terkejut. Lantas ikut bersimpuh. Memeluk Naka tanpa menanyakan apa sebab gadis itu menangis. Tara mengusap punggung Naka. Setidaknya mampu menetralisir isak yang keluar dari mulut gadis itu.

"Tar.."

"Iya, Ka."

"Apa kabar Ryu?"

Tara mengesah pelan. "Ryu pasti baik-baik aja. Jangan terlalu khawatir, Ka. Lo udah dari kemarin nangis begini. Mata lo nanti sakit." Gadis itu mundur, membentang sedikit jarak antara dirinya dan Naka untuk menyeka air mata yang luruh di pipinya. "Udah ya, Ryu mungkin lagi butuh waktu sendiri. Sama kayak lo yang kalau ada masalah nggak langsung ngomong ke gue melainkan menimbang-nimbang dulu."

RYUDA : Bad Angel [END]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin