37. Lembaran Baru

32 22 0
                                    

Now playing; Letto—Ruang Rindu

Detik itu, dunia terasa kembali berputar. Hanya dihuni dirinya dan satu objek yang sukses membuat hal lain kabur dalam pandangannya. Seakan dunia hanya milik mereka berdua. Sial. Rupanya Naka tidak dapat mewujudkan kata-katanya. Anggap saja dia sudah termakan omongan sendiri. Tapi Naka tak peduli. Kehadiran Ryu yang utama.

"Brengsek! Sialan! Enyah aja kamu!" Naka memukul dada bidang Ryu sembari berusaha menyembunyikan wajahnya yang dibasahi air mata bahagia. Sekaligus makeup-nya yang luntur. Tak peduli kaus yang Ryu kenakan jadi kotor karenanya. Itu tak seberapa dengan penderitaannya selama Ryu tak ada bersamanya.

Ryu masih terbahak. Dia tak menyangka pacarnya bisa mengumpat. Meski begitu, Naka enggan melepas pelukannya.

"Bajingan!" Kali ini belenggu pada kedua sisi hatinya terasa mulai melonggar, perlahan luruh menciptakan lega.

"Apa kabar?"

Naka menggeleng. Wajahnya kini mendongak. "Gila! Aku belum beres!"

"Eh iya-iya silakan."

"Aku nggak baik-baik aja." Naka masih terisak, namun berusaha menjawab pertanyaan Ryu dengan wajah kembali tenggelam. Tangannya mencengkram erat kaus Ryu. "Mana mungkin aku bisa baik-baik aja tanpa kabar dari kamu. Aku bahkan nyaris hilang akal kalau sepersekian menit tadi kamu nggak nyengir kuda!"

"Yah.. aku kecepetan dong datangnya."

"Anj—argh! Musnah aja lo!"

"Heh!"

"Lagian masih aja bikin kesel." Naka cemberut. Hening sejenak sebab menyadari tak ada pergerakan dari teman-teman, adik, dan seniornya. Sebelum dengan cepat dia memutar tubuh sambil mengacungkan telunjuk. "Jawab yang jujur, kalian sekongkol kan sama Ryu?"

Keempatnya kompak menggeleng.

"Alah sayur basi! Mana mungkin Ryu tahu gue di sini kalau nggak ada dari kalian yang bilang sama dia. Kak Theo, Kakak ya?"

Theo spontan menggeleng ketika Naka menggebrak meja. Untung, tak ada pelanggan lain di sana, kalau tidak, reputasi Naka akan jatuh. "Berburuk sangka aja kamu. Nggak lah."

"Tara?"

"Hesa?"

"Ze—oh! Lo ya bocil!" Mendengar ringisan kecil keluar dari mulut Zean, Naka langsung tersadar. "Selama ini lo kontakan sama Ryu? Tapi lo nggak bilang sama gue?"

Zean gugup. "Mm.. kalau iya? Kenapa?"

Naka mendengus kesal, pada awalnya. Sebab tak lama, senyumnya merekah. "Itu artinya lo yang nemenin Ryu?"

Zean mengangguk.

Tubuh Naka melemas seiring napasnya terbuang lega. "Makasih, Ze."

"Lo nggak marah?"

"Lo mau gue marahin?" Pertanyaan Naka mendapat gelengan kuat sebagai balasan. "Berkat lo, gue tahu kalau Ryu selama ini nggak sendiri." Naka menarik kursi seiring mendudukkan diri. Tangannya tidak lepas barang sejenak pada jemari Ryu. Mendongak lagi, Naka berucap. "Makasih udah kembali."

Ryu mengulum bibir. "Makasih udah menunggu." Sekilas, usai mencondongkan badan, Ryu mengecup kening Naka.

"Gue traktir deh hari ini sebagai gantinya. Teruntuk Zean, lo bebas mau beli apa aja."

"Beneran, Bang?"

"Tapi bohong."

Zean langsung memasang wajah datar.

"Beneran deh. Beneran bohong."

"Bang Ryu!"

"Iya-iya silakan."

RYUDA : Bad Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang