Part 47 • Arunika

16.5K 2.1K 35
                                    

Ada yang bilang jika manusia tidak bisa mengatur apa yang orang lain lakukan, baik itu dalam perkataan maupun dalam perbuatannya. Untuk itulah manusia diberi akal dan pikiran untuk menentukan sikap dari apa yang sedang dihadapinya.

Aku tidak tahu sebenarnya kenapa orang-orang suka mencampuri urusan orang lain. Seolah-olah pendapatnya yang paling benar hingga tidak peduli dengan apa dampak dari perbuatannya yang tidak dipikirnya dulu.

Sebagai adik seorang influencer, aku tentu tau konsekuensi berhubungan dengan orang yang cukup terkenal. Belajar dari pengalaman pacar-pacar Bang Saka yang tergolong kelompok orang sepertiku, menghindari melihat-lihat kolom komentar adalah hal pertama yang harus dilakukan. Meski merasa penasaran, sesungguhnya jika dilakukan hanya akan mendatangkan penyakit. Sakit hati yang tidak berkesudahan.

Sebenarnya apa yang salah dari orang biasa?
Apa yang salah dari orang yang memilih tidak aktif dalam berorganisasi?
Dan alasan apa juga yang membuatku harus dipojokkan hanya karena aku pacarnya Bang Radit?

Dunia memang benar-benar sudah gila.

Sampai lima menit terakhir ini, aku sudah mendapatkan lebih dari dua puluh lima DM yang tidak penting. Mengatakan kepadaku bahwa aku bukan orang yang cocok dengan Bang Radit, atau juga anggapan bahwa aku adalah orang ketiga dari hubungan Bang Radit dan Kak Kaluna.

What the hell?

Daripada membaca dan menjadi beban pikiran, setiap dm yang masuk  selalu ku hapus tanpa perlu repot-repot membukanya. Bukan bermaksud tidak menghargai orang lain yang sudah meluangkan waktunya memberikanku wejangan, namun jika itu bisa menyakiti diri sendiri lebih baik langsung lambaikan tangan saja, kan?

"Halo, Ka?"

"Halo, Bang..." Ucapku sembari meletakkan ponsel di holder hp agar tidak perlu memeganginya.

Bang Radit melakukan panggilan video, dan aku yang sedang melipat baju merasa sayang jika harus menghentikannya.

"Lagi apa, Ka?"

"Abis ngangkat jemuran Bang, ini mau di setrika sekalian." Jawabku sembari menunjukkan alat setrika padanya.

"Ganggu ya?"

Aku menggeleng. "Enggak kok, ini tingga dua kaos aja. Cuma sayang listriknya kalo berhenti dulu... Gapapa kan aku nyambi bentar?" Tanyaku padanya.

Entah mendapat informasi darimana, aku pernah mendengar bahwa setelah kita menyambungkan alat elektronik ke sumber daya, maka daya listrik yang digunakan akan besar, lalu setelahnya akan berjalan normal. Meski aku tidak tahu apa yang aku dengar itu benar atau tidak, aku memutuskan untuk mempercayainya sehingga berniat menyelesaikan menyetrika daripada berhenti dan melanjutkannya lagi hanya untuk dua kaos yang masih tersisa.

"Rajin banget sih pacarnya Abang...."

"Bang... Jangan mulai deh!" Aku merajuk karena Bang Radit pasti akan berbuat usil.

Aku sedang tidak dalam mode siap untuk mendengar ucapan-ucapan manisnya sekarang. "Ika lagi nyetrika, Bang. Jangan ngomong yang aneh-aneh!" Peringatku padanya.

Kulihat di seberang sana Bang Radit yang tadinya berdiri memutuskan untuk duduk. "Lagi dimana?" Tanyaku karena melihat sekelilingnya yang cukup banyak orang.

"Di tempat makan deket kos," Jawabnya kemudian.

"Kamu baik-baik aja?" Tanyanya tiba-tiba.

Aku mengerutkan dahi, merasa aneh dengan perbuatannya. Aku menunduk dan menengok tubuhku yang aku rasa baik-baik saja dan tidak memiliki luka fisik apapun.

Atau dahiku yang agak sedikit memar kelihatan ya? Batinku karena sebelum ini aku memang menabrak pintu karena tidak fokus.

"Dahi Ika memarnya keliatan emang, Bang?" Aku mengangkat ponselku dari holder hp dan mendekatkan kameranya pada objek yang tadi mendapatkan masalah ini.

Tingkat DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang