Part 30 • Arunika

18.6K 2.3K 24
                                    

Buat yang udah vote, komen, maupun share cerita aku ke temen-temen kalian, aku appreciate banget dan makasih banyak-banyak

Love kalian ❤️

***

To: Fayka
EMERGENCY, SOS SOS

Pesan darurat tersebut langsung kukirim pada Fayka setelah memasuki kamar. Aku mendaratkan bokong di pinggir ranjang, menghela napas panjang, kemudian meletakkan ponsel di samping tubuh dan membuka kaus kaki yang masih terpasang apik di kedua telapak kaki.

Baru kemaren rasanya aku menjadi pengagum rahasianya, dan baru-baru setelahnya berkenalan dan berinteraksi langsung karena sebuah ketidaksengajaan. Tapi ternyata, lelaki itu.... lelaki yang kumimpikan saja tidak berani tiba-tiba menyatakan cinta padaku. Damn it!

Lelaki itu mengatakan padaku bahwa ia menyukaiku, dan bahkan menggandeng tanganku di depan teman-temannya. Astaga!

From: Fayka
Wassap gurl?

To: Fayka
Bang Radit bilang suka gue!

From: Fayka

Gue gak jadi nginep di kosan BelaWait me, i'm on my way!


To: Fayka
Oke



Oke, tarik napas, keluarkan ....

Aku berusaha merilekskan tubuhku sebelum Fayka sampai di sini. Memang tadi sore sebelum aku pergi, temanku yang satu itu mengatakan  akan menginap di tempat Salsa untuk menghabiskan malam dengan maraton drakor. Tapi siapa yang menyangka, hanya dengan satu kalimat dariku saja langsung bisa membuatnya pulang.

Everthing will be fine, Arunika. Tunggu Fayka dan semuanya akan baik-baik saja, pikirku sebelum bangkit dan berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka.

"Satu-satu Fay nanyanya, biarin gue napas dulu..." Tukasku ketika mulut gadis yang tiba-tiba sudah duduk manis itu tak berhenti mengoceh.

Sepertinya dia datang saat aku masih berada di kamar mandi. "Ini udah lebih dari setengah jam sejak lo chat gue tadi, Run. Harusnya lo udah siap cerita tentang gimana bisa Radit nembak lo tanpa harus gue tanya," Fayka menghela napas.

"Deg-degan, Fay."

Mata Fayka membelalak, dan tangannya tanpa sungkan langsung menoyor jidatku tanpa sopan santun.

Kami berdua duduk saling berhadapan di atas tempat tidur, dengan kedua tanganku masih memegang handuk kecil berwarna biru. "Ya gue gak nanya perasaan lo ogeb, dasar! Gue pengen tau aja gimana ceritanya tiba-tiba si ketua hima itu nembak lo."

"Bang Radit gak nembak gue, Fay.."

"HA??" Respon lebaynya membuatku menghempaskan handuk di depan wajahnya.

"Sialan lo, Run!"

"Abisnya lo jadi orang gak sabaran banget," Tukasku sebelum berdiri dan berjalan untuk menyampirkan handuk di rak di sisi kamar.

"Ya udah, buruan cerita! Gue udah bela-belain ninggalin oppa-oppa kesayangan gue demi denger cerita lo langsung, masa lo sia-siain?" Fayka mulai merajuk karena aku tak kunjung jua berbicara.

Aku menghembuskan napas, lalu menarik sebuah kursi untuk diduduki. "Dia bilang suka gue di depan restoran, Fay. Gila, kan?"

Kulihat bola matanya hampir keluar saat mendengar kalimatku barusan. "Iya. Kok bisa gak elit banget tempatnya?" tandas Fayka serius.

"Nggak, kok! Nggak!" Aku langsung menggeleng tidak menyetujui opininya barusan."Kondisinya emang ribet banget, Fay. Situasinya rumit dan susah dijelasin!"

"Terus gimana ceritanya?" Dan satu kalimatnya membuatku kembali menceritakan kejadian luar biasa itu kepada salah satu sahabatku.


***

"Bang Radit nembak gue kan, Fay berarti?"

"Exctacly, ya."

"Dia mau gue jadi pacarnya berarti!"

Senyum sumringah langsung menghinggapi wajah Fayka. "Bagus, dong! Lo kan juga suka dia. Jadi kenapa emergency?"

"Masalahnya gue gak tahu harus kasih jawaban apa." Gumamku lirih.

"Loh? Bukannya lo udah suka dia dari dulu ya?" Dia memberiku tatapan dalam.

Dan lagi-lagi, mengalirlah lagi cerita tentang kekhawatiran-kekhawatiranku- which is masalah overthing dan insecure ku, juga tentang hubungan Kak Luna dengan Bang Radit yang belum jelas ku ketahui seperti apa.

"Gue belum yakin Bang Radit beneran suka sama gue atau nggak, Fay."

"Kalau lo nggak mulai Run, lo nggak akan tahu jawaban dari semua yang lo khawatirin barusan. Semua yang menjadi pertanyaan-pertanyaan lo tadi, lo bakal tau jawabannya kalo lo berani ambil keputusan buat melangkah ke depan."

"Lagian Bang Radit ganteng banget gitu, sayang kalo di sia-siain," Lanjutnya yang langsung membuatku mendengus.

Fayka bangkit dari kasur, melangkah ke arahku, lalu mengelus bahuku. "Gue gak akan maksa lo buat terima Bang Radit. Keputusan tetap ada di tangan lo. Gue cuma pengin lo gak perlu lagi takut buat ngelangkah ke depan. Percaya sama hati lo, Run. Gue yakin hati lo tahu apa yang sebenernya lo mau."

***


Aku melahap permen kopi untuk yang kelima kalinya pagi ini, sambil sesekali menampar pipi agar terus terjaga. Semalam, aku hampir tidak terlelap sama sekali setelah acara curhat bersama Fayka. Rasanya badanku lemas setengah mati, dan kelopak mataku berat seperti ada sesuatu yang menindihnya. Tidur, aku butuh tidur! Namun sayangnya, aku lebih butuh menyelesaikan laporanku sebelum deadline.

Ini pertama kalinya aku diberi tugas individu di periode semester ini. Jika di kelompok, mungkin aku hanya mengerjakan sebagian kecil yang sudah dibagi. Tapi jika seperti ini, tidak ada lagi yang bisa aku lakukan kecuali mengerjakannya dengan bersusah payah.

Tanpa melihat cermin, aku sudah tau bahwa penampilanku kali ini sangat-sangat lah buruk. Dengan kaus kuning oversize yang sudah lusuh, rambut di cepol asal-asalan dan mata bengkak, orang yang melihatku bisa salah paham bahwa aku adalah seorang gadis yang sedang frustasi. Ya, meski kenyataannya juga mungkin dapat disebut demikian.

Setelah hampir satu jam berkutat di depan laptop akhirnya aku memutuskan untuk melakukan seidkit peregangan. Selain mencegah pegal-pegal, aku harap sedikit menggerakan tubuh juga akan membuatku lebih bersemangat dalam mengerjakan tugas.

Baru saja aku meluruskan lengan kanan ke arah samping dan menekannya dengan lengan kiriku, suara bariton seseorang langsung membuat tubuhku kaku seketika

Cermin, aku butuh cermin sekarang juga!

Tingkat DuaWhere stories live. Discover now