Part 29 • Raditya

18.5K 2.3K 13
                                    


Ideologi adalah sebuah proses.
Pernah mendengar kalimat barusan?

Aku pernah mendengarnya entah kapan. Mungkin dengar dari sebuah video yang aku putar, atau justru dari salah satu teman di tongkrongan yang mengatakannya.

Sejak putus dari pacar terakhirku sebelum masuk bangku perkuliahan, aku selalu punya prinsip untuk menyatakan perasaan dengan cara yang tidak akan pernah mudah untuk di lupakan.

Lalu apa ini?
Aku justru mengatakan suka kepada seorang gadis di depan sebuah restoran- alih yang mewah, dengan orang di sekitar yang berlalu-lalang.

Aku tidak pernah membayangkan hal bodoh seperti ini. Menyatakan cinta tanpa persiapan, dan bahkan tanpa menyadari tampilanku yang jauh dari kata enak di pandang.

Tapi mau bagaimana lagi?
Aku tentu tidak bodoh untuk tidak menyadari bahwa Ika sedang merasa takut, atau mungkin lebih tepatnya khawatir saat ini. Aku tidak buta untuk tidak melihat bahwa sedari aku mengatakan bahwa ia akan ku ajak makan bersama teman-temanku, Ika tidak berhenti untuk bersikap gelisah dan bahkan hingga menggigit bibirnya, entah dia sadar atau tidak.

Aku tidak tau mengapa perempuan bisa sekhawatir itu hanya untuk melihat dan bertemu dengan orang-orang yang belum dikenal. Tapi setelah aku mencoba melihat dari perspektifnya, aku menyadari bahwa hubungan diantara kami yang tidak jelas tentu saja adalah hal yang sangat berpengaruh terhadap kekhawatirannya.

Entah asumsiku benar atau tidak, aku pribadi menyadari hal ini memiliki pengaruh yang cukup besar.

Bagaimana jika nanti teman-temanku menanyainya?
Bagaimana jika ada yang bertanya hubungan kami seperti apa?

As a girl, dia mungkin akan bingung untuk merespon seperti apa pertanyaan barusan.

So i decided  to confess with her that i like her very much.
Damn!

Benar-benar sangat jauh dari rencana.

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Aku tidak berbohong jika seharian ini sudah mencari tips untuk menyatakan cinta yang tidak mudah dilupakan pasangan.

Dan setelah menjelajahi berbagai web, aku memutuskan untuk menggunakan cara simpel tepat setelah kami selesai makan.

Namun siapa sangka. Semesta ternyata benar-benar tidak merestuinya. Leo tiba-tiba menelpon dan menghancurkan segala rencana, dan bahkan menghancurkan impianku yang sudah ku bangun sejak lama.

"Gue cari tempat duduk sendiri aja ya, Bang. Nanti kita ketemu lagi kalo urusan Abang udah kelar." Ika tiba-tiba berujar yang membuatku langsung berhenti seketika.

Ada apa ini?
Something wrong happen?
Pikiranku langsung tidak jelas kemana arahnya.

"Ka...." Hanya satu kata itu yang berhasil melesat keluar dari bibirku.

Jujur aku tidak tau apa yang ada dipikiran perempuan di depanku ini. Istilah bahwa memahami perempuan itu sulit, sepertinga benar-benar sebuah kebenaran.

"Tatap aku, Ka!" Aku mencoba menarik atensinya yang sepertinya entah pergi kemana. Aku bahkan sudah mengganti kata ganti 'gue' menjadi 'aku' untuk menyakinkanmya bahwa apa yang aku akan katakan benar-benar serius. It's really serious!

"Aku?" Beonya seolah tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan.

Aku mengangguk tanpa keraguan. Lalu menyunggingkan sebuah senyum untuk menenangkannya. "Aku tau ini kedengerannya gak masuk akal banget. Please believe me now, Ka. Apa yang bakal aku omongin ini nanti bakal aku ganti dengan suasana dan persiapan yang lebih proper. Tapi karena ini mendesak, tolong dengarkan baik-baik. Aku, Raditya suka sama Ika, Arunika!" Ucapku dengan nada serius.

Gila! Ini benar-benar gila.
Aku sungguh menyatakan cinta di halaman depan sebuah tempat makan, tanpa persiapan, dan tanpa kejutan seperti yang telah aku rencanakan.

Kulihat Ika mengedip-ngedipkan mata tidak percaya.
Imutnya damage banget, astaga.

"Abang, serius?" Tanyanya setelah berhasil menguasai keadaan.

"YA!" Aku menjawab lantang tanpa pikir panjang.

"Ika gak salah denger?" Hatiku rasanya langsung berbunga-bunga mendengar Ika mengganti kata 'gue' menjadi namanya sendiri.

Aku berusaha mengulum senyum. Kendaliin diri lo, Dit! Ini situasi darurat. SOS!

"Bener, Ka. Meski kelihatannya gak niat karena ngungkapinnya di depan pintu restoran, tapi kamu bisa pegang kalo kata-kataku barusan gak main-main sama sekali." Aku terus berusaha untuk meyakinkannya yang masih terdiam.

Tuhan, aku gak siap buat di tolak. Doaku yang terus kupanjatkan dalam hati.

Ika masih saja terdiam beberapa saat.

Dan sebagai laki-laki yang memiliki pikiran positif, tentu saja aku mengasumsikan diamnya as another of yes. Sama seperti dalam pepatah lama bahwa diamnya seorang wanita adalah setuju. And in that situation, aku percaya bahwa aku belum di tolak dan masih punya kesempatan.

Congratulations!

"Jadi, udah siap kan buat masuk ke dalam?" Akhirnya aku berinisiatif untuk mengajaknya masuk duluan.

Dan ya, satu anggukan darinya benar-benar membuat jantungku yang tadinya terus berdetak tidak normal kembali berfungsi dengan baik.

Tingkat DuaWhere stories live. Discover now