Part 22 • Arunika

20.2K 2.8K 95
                                    


Selalu ada kisah manis yang terjadi di masa muda
Hanya saja tidak semua orang akan dapat menyadarinya

***

"Makasih, Bang." Aku mengulurkan sebuah helm kepada sang pemilik, sembari tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

Bang Radit menerima uluran helm dariku, kemudian menyunggingkan senyum menawan yang tidak akan pernah bisa ku tolak pesonanya sepanjang masa. "Sama-sama,"

And then, i really don't know what should i do right now

Aku mengetuk-ngetukkan kaki di depan gerbang kontrakan, karena merasa bingung harus melakukan apa.

Mengembalikan helmnya? Done
Mengucapkan terima kasih atas kebaikannya mengantar pulang? Done
Berbalik dan masuk gerbang? Harusnya aku lakukan sekarang juga

Tapi kenapa rasanya begitu berat?
Oh Arunika, jangan katakan jika kamu tidak ingin meninggalkannya masuk. How childish you are!

"Bang Radit!'

"Ika!" Kami berdua bersamaan saling memanggil satu sama lain.

Aku yang tadinya menunduk jadi mendongak untuk melihat lelaki tampan yang kini berdiri tiga langkah di depanku. Kulirik Bang Radit menggaruk tengkuk belakangnya, tanda bahwa dia sedang merasa grogi - setidaknya itu hipotesis dari hasil observasi ku selama ini padanya.

Sedangkan aku? Mungkin lebih dari sepuluh kali lipat rasa groginya daripada dia.

Aku sendiri sekarang meremas-remas tali tas selempang yang ku cangklong untuk meredakan rasa gugup.

Tarik napas, hembuskan
Tarik napas, hembuskan
Tarik napas, hembuskan

"Lo dulu, Ka."

"Eh," Aku refleks menatapnya yang hari ini memakai kaus berwarna hitam dengan jaket denim berwarna abu.

"Abang dulu aja gapapa, gak penting-penting juga kok," Lanjutku setelah berhasil menguasai diri, dengan menarik kedua sudut bibir ke samping kanan dan kiri.

Ya Allah, semoga senyumku gak keliatan aneh!

"Gapapa, Ka. Lo dulu aja."

"Mmmmm... Cuma mau ngucapin makasih sekali lagi sama minta maaf karena udah ngerepotin Abang." Aku menunduk karena takut gagal fokus melihat penampilannya.

Dan ya, siapa yang akan menyangka jika respon yang diberikannya adalah tertawa.

"Kenapa, Bang? Ada yang lucu?" Aku memberanikan diri menatapnya.

"Nggak ada kok, cuma gemesin aja liat ekspresi lo,"

Bunda...... Anakmu mau pingsan aja sekarang!

"Jadi Abang mau bilang apa tadi?"

"Besok malem temenin makan ya. Gue jemput jam 7"

"Ha?" Apakah sekarang imajinasi ku mempengaruhi pendengaran?

"Besok malem temenin Abang makan malem ya, Ika .." Ulangnya sambil melangkah mendekat ke arahku.

Jeli jeli, aku ingin berubah menjadi jeli!


***


"Mending yang toska atau yang putih?" Aku masih berdiri di hadapan cermin dengan tangan kanan menenteng atasan berwarna toska dan atasan warna putih di tangan kiri.

Aku menoleh ke arah samping kanan, tepat pada perempuan yang sedang duduk di atas ranjang sembari bermain ponsel di tangan. "Cepetan Fay... Yang mana yang bagus?"

Fayka mendengus kesal karena aku sudah meminta pendapatnya soal ini itu sedari tadi. "Berisik banget tau Run. Gue jadi kalah main gamenya."

"Lo mau kemana emang? Ribet amat!" Lanjutnya sembari meletakan ponsel, kemudian bangkit dan berjalan ke arah tempatku berdiri.

Aku menarik napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan sebelum menjawab pertanyaannya."Cuma mau keluar makan!" Benar-benar berusaha agar tidak terlihat mencurigakan dan tetap berekspresi senormal mungkin .

"Bokis banget!" Fayka menarik kursi belajar sebelum mendudukinya secara terbalik.

Aku mendelik ke arahnya. "Gue gak nyuruh lo percaya."

"Bilang mau ngedate aja apa susahnya" Jawabnya sembari melemparkan kacang atom yang ia ambil dari atas mejaku.

Jantung! Please jangan dulu berulah
Wajah! Jangan dulu berekspresi yang menimbulkan banyak spekulasi.

"Gila lo! Cuma mau nyari makan di luar aja. Bosen malem minggu di kontrakan mulu"

Kulihat Fayka tertawa-tawa mendengar jawabanku.

Aku tau jika dia tau aku sedang berbohong. Tapi setidaknya, aku bersyukur karena dia memahami ku jika aku belum mau berkata jujur kepadanya.

"Oke-oke, gue percaya."

Fayka berdiri dari bangkunya, lalu berjalan ke arahku dan mengambil kedua baju yang berada di tanganku. "Lo nyari makanannya dimana?"

Aku terdiam seketika. Ya benar! Bang Radit belum mengatakan apapun perihal dimana dia akan mengajakku makan. Sial! Outfit apa yang harusnya sekarang cocok aku gunakan?

Arunika oh Arunika. Ceroboh sekali kamu tidak menanyakannya lebih dulu.

"Gue nggak tau Fay!"

"AW!" Fayka tiba-tiba menjitak dahiku tepat setelah aku menjawab pertanyaannya.

"Sakit Fai,!

"Bego!"

Aku mendelik ke arahnya. "Lo kenapa sih?"

"Ya elo dodol banget, Run. Cepetan sekarang hubungin temen lo, dan tanyain mau makan dimana."

"No!" Aku menjawab pertanyaannya dengan tidak ramah.

Aku tidak mau mengirim pesan terlebih dulu kepada Bang Radit. Apalagi untuk menanyakan dimana dia akan mengajakku makan. Aku tidak mau terlihat begitu antusias, dan aku juga harus bersikap sedikit jual mahal. Good girl Run, batinku tersenyum bangga.

"Gak mau pokoknya."

"Oke oke. Pake yang putih aja kalo gitu. Hodie cukup aman buat dipake di beberapa tempat makan." Sarannya sebelum memberikan hodie padaku, dan melemparkan atasan satunya ke ke atas kasur.

"Good luck sama datingnya!" Ucapnya sebelum berlalu keluar.

"GUE NGGAK NGEDATE FAYKAYANA PUTRINYA BABEH ROJAK!"

Tingkat DuaWhere stories live. Discover now