Part 11 • Arunika

27.3K 3.2K 56
                                    

Everyone is special for their own live
Believe that you can find a way

***

"Kenapa hm?" Tanyaku pada perempuan dua puluh tahun ini.

Rania menghembuskan napas lelah. Sembari mengelap sisa-sisa air mata di pipinya, sosoknya berusaha tenang dengan kembali menarik napas secara perlahan. "Gue bakal cerita, tapi ini kayaknya bakal jadi deep talk Mbak." Jelasnya setelah berhasil meredam tangisnya.

Aku mengangguk mengerti. Lalu menarik kedua tangannya untuk aku satukan dengan tanganku, dengan tujuan mengalirkan rasa tenang pada jiwanya yang sedang terguncang.

"Dimas selingkuh, Mbak!" Bohong jika aku tidak merasa kaget. Bola mataku mungkin sudah hampir keluar hanya dengan satu kalimat pembuka darinya barusan.

Meski dirundung rasa penasaran, aku mencoba tenang dan tak memotong penjelasan Rania yang bahkan belum dimulai ini.

"Gue nggak tau semenjak kapan Dimas berubah jadi lebih cuek ketimbang dari biasanya. Mulai jarang kasih kabar, chat nggak dibales, dan bahkan belakangan ini story-nya di kecualiin ke gue."

Aku menepuk-nepuk telapak tangannya untuk menguatkan.

"Bodohnya Mbak, gue nggak naro curiga sama sekali sama dia." Lanjutnya dengan nada frustasi.

"Pas awal-awal emang agak khawatir, tapi gue terus denial karena terlalu takut kalau ternyata asumsi-asumsi di kepala gue semuanya jadi kenyataan."

Aku menarik selembar tisu dari dalam kotak di meja depan kami, lalu mengangsurkannya kepada perempuan yang kembali meneteskan air matanya itu. "Setelah jalan dua bulan, gue mulai mikir Mbak. Gue harus selesaikan masalah ini biar nggak berlarut-larut. Gue nggak bisa terus denial karena nyatanya cuman bikin gue makin sakit pada akhirnya." Kulihat Raina kembali menarik nafas dalam untuk menghilangkan sesak dalam dadanya.

"Dan akhirnya, tadi siang gue beraniin untuk datang ke kosannya buat minta penjelasan. And guess Mbak, gue justru dapat kejutan nggak terduga yang nggak pernah gue kira sebelumnya."

"Dimas lagi berduaan sama Cinta. Dan mereka... . " Rania sudah menangis sesenggukan kembali.

Aku menarik tubuhnya untuk kupeluk. Lalu menepuk-nepuk bahunya untuk menenangkan. "Dan mereka Mbak... mereka ciuman tepat di depan gue." Lanjutnya dengan susah payah.

Sakit. Satu kata yang pasti kini dirasakan oleh Rania. Dikhianati oleh pacar dan sahabatnya di depan matanya sendiri.

Meski aku pribadi tidak mengenal Dimas, tapi dari perjumpaan-perjumpaan ku dengannya saat menjemput Rania di kontrakan, aku tidak menduga sama sekali jika lelaki sepertinya mampu untuk mengkhianati seorang Rania.

Bukan, bukannya mengejek apa gimana. Tapi dari tampangnya yang bisa di bilang biasa, menurutku dia sungguh-sungguh beruntung karena mendapatkan pasangan secantik, sebaik dan sepintar Rania. Tapi yang namanya manusia, memang pada dasarnya cenderung terus merasa kurang dan tidak menghargai apa yang sudah dimiliki. Dan semoga, dirinya tidak akan menyesal karena telah menyia-nyiakan Rania yang notabene very potential. Rania si istriable, sebutan sederhana yang penghuni kontrakan ini sematkan padanya.

"Udah?" Tanyaku setelah kami melepaskan pelukan dan aku membiarkannya sebentar.

Meski bersepupu dengan Fayka, entah kenapa justru aku yang lebih dekat dengannya. Dia sudah seperti adikku sendiri, sehingga tidak jarang kami saling berbagi perasaan yang sedang dirasakan.

Tingkat DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang