Part 43 • Raditya

16.3K 2.1K 26
                                    

Rapport adalah salah satu prinsip dan teknik dalam berkomunikasi untuk membangun sebuah hubungan. Dari buku yang aku baca, rapport ini bisa dibangun dengan prinsip pacing-leading dan matching-mirroring. Pacing berarti menyamakan atau menyesuaikan, yang dalam hal ini berarti menyamakan frekuensi atau menyesuaikan keadaan sehingga obrolan menjadi nyambung dan hubungan dapat terjalin dengan baik. Dengan terjalinnya kenyamanan, maka prinsip leading bisa dilakukan. Sedangkan untuk matching-mirror, seseorang bisa menjalankannya dengan melakukan berbagai penyesuaian baik dalam gerak-gerik, verbal, mimik, dan sebagainya.

Aku tidak paham apa yang sebenarnya sedang terjadi. Terlalu lelah atau terlalu rindu yang berhasil membuatku berubah menjadi seperti bukan seorang Raditya seperti biasanya. Bersikap cringe dengan berkali-kali mencoba menggoda Ika saat kami memutuskan untuk menonton film melalui salah satu aplikasi conference beberapa waktu lalu.

Udah nggak ketolong lo, Dit!

"Kamu cantik Ka kalo ketawa ..."

"Apalagi kalo ketawanya karena aku ..." Aku benar-benar mempraktekkan salah satu dialog dari sebuah film yang kebetulan aku tonton.

Kedua sudut bibirku tertarik ke samping saat bayangan kejadian kemaren berkelebat sekilas di pikiranku.

Selama hidup, aku sepertinya tidak pernah menggombali seorang gadis. Bahkan dalam hubungan-hubunganku sebelumnya, aku juga tidak se-impresif ini dalam bersikap. Entah berubah karena Ika, atau memang waktu yang sudah berhasil merubah pribadi seseorang.

Kenyataannya, hari-hariku yang biasanya berjalan biasa dan monoton, lambat laun mulai berubah semenjak mengenal Ika. Aku selalu menantikan haro esok karena ingin melakukan hal-hal baru bersamanya.

Ya ampun, Dit.
Sepertinya tingkat kebucinan lo emang udah nggak ketolong lagi!

***

"Rey, gaji anak-anak udah gue transfer ya. Terus buat bagian lo juga udah ..." Ucapku setelah selesai membagikan gaji bulanan kepada anak-anak yang bekerja di chocoscafe.

Menjalankan sebuah usaha nyatanya tidak segampang yang aku pikirkan sebelumnya. Bukan hanya soal modal untuk kelanjutan usaha dan skill orang yang menjalankannya, namun semangat, kerja keras dan rasa tidak mudah putus asa bagiku malah yang benar-benar sulit untuk dipertahankan.

Aku lahir dari keluarga yang cukup berada sehingga secara finansial dapat aku katakan bahwa aku tidak pernah sekali pun kekurangan. Tapi sebagai laki-laki, tentunya aku sudah harus memikirkan bagaimana untuk menghasilkan uang sendiri di umur yang sudah lebih dari kepala dua. Bukan berorientasi mengejar finance seattle, tapi lebih ke bagaimana aku bisa mencukupi kebutuhan harian ku tanpa harus meminta kepada orang tua.

Hampir setahun yang lalu, setelah perdebatan panjang antara hati dan pikiran aku akhirnya memutuskan untuk mengambil keputusan besar. Mengatakan kepada papa bahwa aku ingin meminjam uang untuk memulai usaha, dan mulai belajar dari berbagai sumber tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya jika ingin membuka sebuah usaha.

Aku menghabiskan seluruh uang tabunganku dari awal kuliah dan mendirikan sebuah cafe bernama chocoscafe. Tentunya modal ini tidaklah cukup. Hampir setengah dari uang yang aku keluarkan aku pinjam dari papa, yang alhamdulilah ya setelah setengah tahun berjalan aku sudah melunasi hampir separuhnya.

Kebingunganku yang kedua adalah bagaimana aku mengelolanya. Setelah urusan sewa dan sebagainya teratasi, masalah yang aku hadapi kemudian adalah siapa yang akan menjaganya? Pertanyaan sederhana yang saat itu membuatku kembali harus memutar otak.

Tingkat DuaWhere stories live. Discover now