Bayangan senyum sang adik dalam mimpi melintas dengan cepat. Suara tawa ringannya juga semua tingkah bungsunya. Perlahan Namjoon mengarahkan tangannya untuk menggapai jemari sang adik. Merasakan kembali kulit lembut itu bersentuhan langsung dengannya. Dan Namjoon bisa merasakan lagi kehangatan yang sama seperti saat sang adik menyentuhnya dalam mimpinya. Dan ini nyata. Bukan lagi sebuah mimpi.
Dengan lebih berani Namjoon mengeratkan genggaman tangannya, bendungan air matanya tak bisa lagi lebih lama ia tahan hingga ia mendekat pelan ke arah telinga Jungkook. Membisikan kata yang selama ini begitu gila ingin ia sampaikan pada adik kecilnya.
"Hyung ... hyung pulang, Jungkook-ah. Hyung disini. Maafkan hyung karena terlalu lama pergi dan menyakiti kita semua."
Namjoon gagal. Ia akhirnya menangis tersedu sembari membenamkan wajahnya tepat di samping kepala sang adik. Ia tak sanggup untuk menatap kedua mata yang tertutup rapat itu lebih lama lagi. Pun dirinya tak bisa menahan tangisan yang menyesakkan hatinya secara bersamaan.
Tangis itu bahkan menular pada dua sosok lain yang berdiri cukup jauh dari keduanya. Sengaja memberikan sedikit ruang untuk mereka. Yoongi menangis, begitupun Seokjin yang menutup mulutnya dan berakhir berbalik tak bisa lagi melihat hal dihadapannya.
Genggaman tangan Namjoon semakin ia eratkan ketika tangisannya bahkan telah berubah menjadi isakan. Pelan namun pasti terus membisikan kata maaf pada telinga Jungkook hingga dirinya sendiri tak dapat lagi menghitung berapa banyak kata itu telah diucapkan.
Terlalu banyak. Terlalu banyak kesalahan yang ia lakukan pada adiknya. Terlalu banyak hal yang ia sesali. Terlalu banyak hal yang perlu dimaafkan. Namun sayang sebanyak apapun Namjoon mengatakan hal yang sama, rasanya semuanya tak bisa menghapus seluruh dosanya.
"Hyung sudah berhasil keluar dari ruangan itu, Jungkook. Hyung berhasil membuka kuncinya. Hyung pulang."
Ia menangis semakin hebat hingga satu hal berhasil menyentaknya hebat. Namjoon refleks mengangkat kepalanya dan menatap tepat pada wajah adiknya yang masih terpejam. Tapi disana, di sudut mata bulat yang sangat ia rindukan, Namjoon menemukan setitik air mata yang dirinya berani bersumpah itu bukan miliknya. Dan satu hal lagi ...
Tangannya ... genggamannya ... Namjoon bisa merasakan bahwa jemari yang saat ini ia genggam erat, membalasnya.
Adiknya membalas genggaman tangannya.
***
Suara dentingan pintu lift yang terbuka menjadi awal debaran jantung Hoseok berpacu menggila. Ia bahkan tidak ingat sejak kapan kedua tangannya berubah dingin. Dua pasang kaki itu melangkah masuk dan sesaat setelah pintu tertutup, Hoseok lagi-lagi dengan rakus berusaha menghirup sebanyak mungkin oksigen. Berharap hal itu bisa membantunya menenangkan diri.
Tak selang lama debaran itu perlahan menurun. Entah karena memang caranya berhasil atau karena sebelah tangannya kini digenggam erat oleh sosok disampingnya. Jimin tersenyum ke arahnya. Menatapnya dengan mata yang hampir tertutup karena tarikan senyumnya sendiri.
"Semuanya akan baik-baik saja, hyung."
Lembut suara yang mengalun itu bagaikan sihir bagi Hoseok, karena setelahnya dengan ajaib Hoseok bisa mendapatkan kembali ketenangan. Ia membalas senyum sang adik dan mengangguk pasti.
Ini hanyalah kekhawatiran yang tidak berguna Jung Hoseok. Kau pasti bisa melaluinya. Semuanya akan baik-baik saja. Sekali lagi ini mungkin memang hanya pemikirannya saja. Waktu lebih dari sebulan yang ia habiskan nyatanya tanpa sengaja memupuk rindu begitu subur dalam hatinya.
Sudah cukup dua tahun tak bisa melihat senyum dan berada dalam kehangatan keluarganya, sudah cukup pula sebulan ini ia kabur dari mereka. Pilihannya untuk pulang adalah hal yang paling tepat.
YOU ARE READING
기억 MEMORY || BTS
FanfictionSemua kenangan itu tersimpan rapi di laci sudut kepalaku Semua kenangan itu seperti huruf korea 'giyeok' Permulaanku yang berharga An ordinary story between their friendship and memory Inspirasi : 💜 Puisi RM di Run BTS eps 56 ...
MEMORY || 38
Start from the beginning
