29. "Take my hand!"

1.7K 59 2
                                    

"Arkan, Ica manggil nama lo!"

Arkan bergegas memasuki ruang Ica, saat membuka Arkan mata Ica langsung tertuju ke arah pintu yang terbuka dan menampilkan sosok Arkan dengan tatapan sulit diartikan. Kedua mata saling menatap satu sama lain seolah mata mewakili bahwa ada kerinduan yang sangat dalam, di ruangan Ica hanya terdengar bunyi alat yang membuat hati Arkan teriris.

"Mas Arkan?" ujar Ica lirih sangking lirihnya suara Ica seperti berbisik.

Arkan melangkah ke arah Ica pelan dengan mata yang tak lepas menatap Ica. Ica tersenyum sambil menangis menatap Arkan yang menurutnya sangat kacau sekali, lingkaran dibawah matanya yang sangat hitam, mata yang sangat memerah, dan baju yang tidak tertata rapi lagi. Berbeda dengan Arkan dulu yang selalu rapi tetapi sekarang tidak.

Setelah mendekat ke arah Ica, Arkan langsung memeluk Ica erat sambil menangis dicerukan leher Ica. Ica ingin membalas pelukan Arkan tapi tubuhnya sangat terasa lemas sekali. Ica menangis sama halnya dengan Arkan yang tengah menangis sesenggukan dicerukan leher Ica. Setelah menangis Arkan menatap Ica dalam sekali lantas Ica membalas tatapan Arkan dengan penuh kerinduan.

"Kamu udah sembuh? Apakah tembakan itu sangat sakit?" pertanyaan bodoh yang dilontarkan Arkan, seharusnya Arkan tidak mengucapkan kata itu tapi Arkan bingung ingin memulai pembicaraan yang bagaimana.

Ica mengangguk pelan sambil tersenyum, Ica mengalihkan pandangannya ke arah kaki Arkan. Arkan yang sadar arah yang sedang ditatap oleh Ica sontak tersenyum lebar.

"Aku udah sembuh," ujar Arkan gembira dan terharu.

Ica tersenyum sambil menangis. "Aku bahagia melihat kamu bisa jalan lagi," ujar Ica pelan.

"Aku juga bahagia karena kamu sudah sadar, jangan tidur lagi ya?" setiap kata yang diucapkan Arkan terdengar sangat takut.

Senyuman Ica memudar dan menatap lurus, Arkan yang menyadari sangat bingung dengan Ica. "Kenapa?" tanya Arkan bingung.

Ica menggeleng pelan.

"Kamu udah janji kan nggak akan tinggalin aku?" tanya Arkan takut.

Ica mengangguk pelan.

"Manusia hanya bisa berencana tapi Tuhanlah yang berkehendak, aku bisa saja membuat janji untuk tidak meninggalkan kamu selamanya tapi jika Tuhan berkehendak aku bisa apa? Penyakit aku juga sudah menyebar ke seluruh badan aku, tanpa kamu sadari rambut aku yang panjang ini mulai rontok dengan sendirinya," ujar Ica pelan yang berusaha menahan tangis yang ingin keluar.

Arkan terkejut mendengarkan ucapan Ica, ingin membuktikan ucapan Ica sontak Arkan memegang rambut Ica dan benar saja rambut Ica rontok dengan sendirinya membuat Arkan tidak percaya.

"Dan aku akan menjadi botak yang pastinya membuat aku jelek dan aku sudah merasa nggak pantes lagi berdampingan dengan kamu, yang ada kamu malu berdampingan dengan aku karena kamu seorang CEO terbesar,"

Arkan menggeleng pelan. "Kamu salah kalau kamu bilang aku bakal malu berdampingan dengan kamu justru aku sangat bangga karena bisa berdampingan dengan kamu, wanita tercantik didunia, kamu bidadari yang dikirimkan Tuhan untukku, belum tentu cewek luaran sana bisa sesabar kamu yang menghadapi sikap aku yang kasar ini," Arkan berusaha untuk tidak menangis tapi rasanya sangat sulit, lagi dan lagi Arkan menangis deras didepan Ica.

"Satria bilang kalau penyakit ini udah nggak bisa disembuhkan dengan alat medis, dan aku hanya tinggal menunggu ajal," ujar Ica sambil menangis.

"Satria hanya Dokter bukan Tuhan jadi kamu jangan percaya gitu aja, kamu harus percaya keajaiban karena keajaiban nyata adanya," Arkan menggenggam tangan Ica kuat dan air mata yang terus keluar.

I Will Go Out Of Your LifeWhere stories live. Discover now