9. "Menyedihkan"

2.5K 114 0
                                    

"Aww sakit," jerit Arkan saat Jennie membersihkan luka Arkan.

"Kamu kenapa bisa berantem sama Ali sih? Kan kalian sahabatan masa berantem kayak gini?" tanya Jennie.

Arkan diam tak menjawab pertanyaan Jennie.

"Sayang?" panggil Jennie.

Arkan menoleh. "Biasalah masalah laki-laki," bohong Arkan.

"Sayang, aku pulang duluan ya?" sambung Arkan.

"Loh kan belum waktunya, hemm bos mah bebas yakan," sindir Jennie.

Arkan tertawa pelan. "Aku lanjutin kerjaan dirumah aja,"

"Yaudah deh, tapi nanti jemput ya kalau aku udah pulang?" ujar Jennie cemberut.

Arkan mengacak-ngacak rambut Jennie gemes. "Gemes banget sih pacar aku, iya pasti aku jemput kamu nanti telepon aja ya,"

Jennie memberikan hormat pada Arkan. "Siap bos!"

Jennie beranjak untuk berdiri tapi ditahan oleh Arkan. Jennie melihat Arkan dengan tatapan bingung, wajah Arkan semakin dekat dengan wajah Jennie dan.. "Cup" Arkan mencium singkat bibir Jennie yang membuat Jennie tersipu malu dan wajahnya yang telah merah bagaikan tomat.

Arkan melihat jennie seperti itu terkekeh dan membereskan pekerjaannya untuk dibawa pulang.

👀👀👀

Setelah dari Rumah Sakit Ica langsung pulang untuk beristirahat. Sesampainya dirumah Ica menuju ke ruang keluarga yang terdapat piano. Ica merasa tertarik dan ingin memainkan piano milik Arkan tersebut. Ica mulai memainkan piano sambil bernyanyi.

Haruskah aku mencintanya?

Bila hanya berikan duka.

Sepertinya aku bahagia, satu sisi aku menangis.

Aku pernah sangat berharga.

Semua mata memujaku.

Sampai kau datang dalam hidupku segalanya berubah.

Kau mengambil hatiku jadikannya kelabu.

Kau menghancurkan semua impian yang tersimpan sejak dulu.

Ica tak kuasa menahan tangisnya saat menyanyi dengan penuh dihayati.

Betapa ingin ku berlari.

Dan terlepas dari dirimu.

Tapi semakin ku mencoba.

Aku ingin kembali.

Hiks hiks hiks.

Ica tak sanggup melanjutkan lagu yang ia nyanyikan tadi, Ica menelengkupkan wajahnya dengan tangan sambil menangis terisak-isak.

Tanpa disadari Ica, ada sepasang mata yang memperhatikan Ica bernyanyi tadi. Ya Arkan lah yang memperhatikan sejak tadi, entah kenapa perasaan Arkan tak karuan seolah ada sesuatu yang mengganjal dihatinya.

"5bulan? mimpi apa aku kalau pernikahan aku hanya bertahan 5bulan, tidak pernah terbayang sebelumnya dan sekarang terjadi menjadi kenyataan. Sakit sekali rasanya Tuhan hiks hiks, jika aku boleh minta padamu ambil lah aku secepat mungkin daripada aku terus merasakan seperti ini hiks hiks hiks," gumam Ica pelan. Keadaan Ica benar-benar kacau, wajah yang penuh luka lebam, mata sudah mulai menghitam, tubuh yang semakin kurus.

Awalnya Satria bingung kenapa Ica sekarang berubah 180°, Satria sempat menanyakan kepada Ica mengapa ia seperti ini tapi Ica membalas semua baik-baik saja tidak perlu khawatir.

Ica beranjak dari piano untuk menuju ke kamar karena pinggangnya merasakan sakit sekali. Saat Ica berbalik Ica terkejut mendapati Arkan yang berdiri dengan menatap dirinya tajam.

"M-m-mas kok udah pulang?" tanya Ica terbata-bata karena takut melihat Arkan dengan wajah seperti itu.

PLAK!

Arkan menampar Ica kencang sekali dan lagi-lagi sudut bibir Ica berdarah. "Mas kenapa nampar aku? Aku buat salah apa?" tanya Ica bingung, walau sangat terasa sakit di pinggang dan sudut bibirnya tapi Ica tahan  sebisa mungkin.

BUGH!

Arkan mendorong Ica hingga Ica tersungkur ke lantai dan kepala Ica terbentur di meja.

"Awsh sakit Mas," lirih Ica pelan.

"ITU AKIBATNYA LO CURHAT SAMA ALI, DAN ALI TAU KALAU GUE UDAH NIKAH SAMA CEWEK MISKIN KAYAK LO YANG NGGAK BERGUNA SAMA SEKALI!"

"Ali?" gumam Ica.

"Mas semua salah paham aku bisa jelasin Mas," lirih Ica.

"KENAPA SIH LO NGGAK MATI AJA BIAR NGGAK NYUSAHIN GUE HAH? ARGHHHH!!!!"

DEGH!

Hati Ica sakit sekali mendengarkan ucapan Arkan. "Kalau gitu bunuh aku aja Mas, bunuh!" teriak Ica.

Arkan menatap Ica tajam. "Udah berani lo sama gue ha?"

Arkan mencengkram wajah Ica kencang, Arkan melihat wajah Ica menyedihkan dan darah segar yang terus mengalir di jidat dan bibirnya.

"Sakit hem?" tanya Arkan.

Ica masih terus menangis terisak-isak. "INI NGGAK SEBERAPA SAMA SAKIT YANG GUE RASAIN! KALAU SAMPE BERITA GUE UDAH NIKAH TERSEBAR, LO JADI ORANG PERTAMA YANG GUE SIKSA!" bentak Arkan tepat di wajah Ica.

Ica mendengar bentakan Arkan hanya bisa menangis saja.

Sakit di pinggangnya malah bertambah, Ica meringis kesakitan. Fisik dan batinnya tersakiti oleh suaminya sendiri, Ica melepaskan tangan Arkan pelan dari wajahnya. Arkan menatap Ica yang tengah meringis kesakitan, Arkan merasakan kalau tangan Ica sangat dingin sekali. Keringat dingin yang bercucuran di wajah Ica ditambah dengan darah yang terus mengalir, siapapun yang melihat kondisi Ica pasti merasakan prihatin.

Arkan memperhatikan gerak-gerik Ica yang tengah memcari obat yang dikasih Satria tadi membuat Arkan mengerutkan keningnya. "Obat apa itu?" pikir Arkan.

Saat ingin meminum obat itu, Ica langsung pingsan dipelukan Arkan. Arkan melihat Ica pingsan dengan kondisi mengenaskan membuat jantungnya berdetak tak karuan. Ada sedikit rasa takut dihati Arkan, takut Ica kenapa-kenapa karena ulahnya itu.

"Ca bangun," panggil Arkan dengan menepuk pelan pipi Ica.

Ica diam tak bergeming. Mau tak mau Arkan membawa Ica ke Rumah Sakit untuk dirawat.

"Sus tolong istri saya," tanpa sadar Arkan menyebut Ica sebagai istrinya saat Arkan meminta tolong pada suster setibanya di Rumah Sakit.

Suster tersebut langsung membawa Ica ke ruang UGD.

Arkan menunggu Dokter keluar dari ruangan UGD untuk memeriksa kondisi Ica.

"Dok kenapa dengan istri saya?" tanya Arkan pada Dokter yang baru saja keluar dari ruangan UGD.

"Istri bapak mengalami koma dan kondisinya sangat kritis, saya tidak tau kapan istri bapak sadar dan melewati masa komanya tapi saya akan berusaha semaksimal mungkin," jelas Dokter tersebut.

"K-koma Dok?"

Halo terimakasih gang sudah baca semoga suka ya!

Jangan lupa vote, komen, dan follow!

Ditunggu part selanjutnya!

Kamsahamnida

I Will Go Out Of Your LifeWhere stories live. Discover now