28. 365 Rubik Cinta

9.1K 1.3K 332
                                    

Lara, kilas balik kita berdua dan 365 rubik cinta. (Flashback)


"Cantik," gumam Saka, seraya menatap lekat wajah samping Lara. Kini dia tengah merebahkan pipi di lipatan tangan kanan di atas meja. Cowok itu tak henti menatap Lara seraya tersenyum lebar. Setidaknya, sudah seperti itu sejak dua puluh menit yang lalu. Tak bosan sama sekali, seolah hanya Lara pusat dunianya saat ini.

"Udah berapa kali bilang begitu hari ini?" tanya Lara cuek, tak sekalipun menoleh.

"Sejak pagi, empat kali mungkin," kata Saka terkekeh geli. Dia memperhatikan rubiknya yang diacak-acak Lara sejak dipinjam cewek itu tadi. Tampak bingung dan kesulitan menyelesaikan susunan warnanya yang padahal amat mudah bagi Saka. Saka gemas sendiri melihatnya, ingin dia rebut paksa, tapi tak mau membuat Lara merajuk padanya.

"Yakin empat kali?" tanya Lara menoleh sekilas, menyunggingkan senyum remeh. Mengejek.

Saka mengerutkan dahi, tampak berpikir sejenak. Tangan kirinya terangkat, menyelipkan rambut sebahu Lara di belakang telinganya. Tak ingin ada yang mengganggu kegiatannya memandang wajah samping Lara, sekalipun hanya sehelai rambutnya. Dia tersenyum tipis, mencoba mengingat, "Ah, lima kali."

Lara mencebikkan bibir. "Tujuh kali," ralatnya. Mencibir. "Masih muda udah pikun!"

"Gimana nggak pikun, kalau kepala gue cuma mikirin lo aja. Hehehe."

"Nyenyenye."

Saka terkekeh geli. Senang menggoda Lara. Dia melirik sebal dua bungkus roti cokelat dan air mineral botol di atas meja yang dibelinya untuk Lara, belum juga disentuh cewek itu walau sedikit saja. Dia meneguk ludah, ingin marah. "Makan dulu, Ra. Dikit aja. Biar lo nggak sakit."

"Nggak, ah. Entar itu ada jampi-jampinya lagi."

Saka mendengus. Berusaha sabar menghadapi Lara yang sangat cuek padanya bahkan selalu curiga. "Ngapain gue pakai jampi-jampi? Orang gue udah ganteng begini." Dia mengusap lembuat lengan Lara, naik turun. Tersenyum tipis pada cewek itu. "Nggak perlu pakai jampi-jampi juga gue yakin lo bakal ngebucin gue nanti."

"Pede!" sahut Lara cuek.

"Kalau ganteng kayak gue nggak papa pede, Ra. Wajar. Sayang muka ganteng gue nggak diagungkan dan dipuji, ya seenggaknya diri gue sendiri."

"Serah!"

Saka lagi-lagi tersenyum. Dia mengeluarkan gantungan kunci berbentuk rubik kecil--hanya sebesar kuku ibu jarinya dari saku kemeja sekolahnya. "Kotak ganci mana?" tanyanya.

Tanpa menoleh, Lara mengeluarkan kotak berwarna cokelat kayu berisi ratusan gantungan kunci rubik kecil dari dalam laci. Dia membuka kotak itu, mengarahkan pada Saka.

"Ke 360 hari dan ganci. Gue suka sama lo Lara. Ayo pacaran," kata Saka menyengir. Dia menaruh satu gantungan kunci rubik pada kotak kardus Lara. Menambah koleksi cewek itu. "Dikit lagi setahun nih gue nembak lo. Dari sebelum semester dua kelas sepuluh, sampai abis semester satu kelas sebelas. Masa nggak diterima juga?"

Lara mengedik bahu acuh. "Gue, kan nggak suka lo."

Saka mengangguk maklum, sama sekali tak sakit hati atas penolakan Lara. Sudah terbiasa. Sebaliknya, dia semakin penasaran pada Lara setiap kali ditolak cewek itu. Bahkan, dia tidak pernah berhenti dan absen memberi Lara gantungan kunci sejak setahun terakhir. Saat hari libur pun, Saka akan memberikannya saat terakhir, atau saat masuk sekolah. Sejumlah hari libur, lengkap dengan ucapan, 'gue suka lo, Lara. Ayo pacaran.' Seniat itu dirinya untuk mendapatkan Lara. Sayangnya, lAra selalu tutup mata akan usahanya.

SangsakaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora