12. Obat Dari Saka

13.1K 1.7K 90
                                    

Lara tersenyum cerah, mengabsen makanan yang sudah terhidang di atas meja. Tidak banyak, memang. Hanya gurame bakar, cah kangkung, sambal matah sebagai pelengkap beserta lalapan. Juga, yang paling utama ... bebek penyet. Dia penasaran bagaimana reaksi Saka nanti saat memakannya.

"Nih!"

Lara mengalihkan pandangan pada plastik putih dengan logo Alfaabsen di atas meja, bersebelahan dengan piring bebek penyetnya. Dia mendongak, menatap Saka dengan kening berkerut dalam. "Apa ini?"

Saka menghempaskan bokong di kursi. Menatap Lara malas. "Buka, jangan dilihatin aja."

Lara mengangguk, membuka kantung plastik pemberian Saka. Keningnya makin berkerut melihat isi di dalamnya. "Buat apa?"

"Bisa baca, kan?"

"Ya, tahu!" sahut Lara sebal. "Maksud gue, ini buat apa?"

Saka menggelengkan kepala, mendadak kasihan melihat Lara. "Duh, tolol banget si bocah. Lelah Bang Saka cakep kalau begini terus." Dia memijit pelipis seraya bergumam pelan. Mulai lelah menghadapi kelemotan otak Lara. "Wahai otak jeniusnya Saka, jangan sampai terinfeksi sama otak tololnya Lara. Aamiin."

Lara memutar bola mata malas. "Jangan mulai lagi, deh!"

Saka mendongak menunjuk obat-obatan di tangan Lara yang dia beli tadi. "Itu buat kening lo yang lecet. Mumpung belum terinfeksi dan benjol gedek. Tambak jelek entar. Salepnya buat kaki lo yang terkilir, sebelum bengkak. Bisa-bisa lo ngesot entar pulang. Gue juga yang repot."

Lara terpaku, menatap Saka tak percaya. Saka? Saka perhatian padanya? Saka tahu kakinya sakit? Padahal dia sembunyikan sejak tadi. Bagaimana bisa?

Tunggu!

Lara tidak sedang bermimpi, kan? Tak mungkin mimpinya bisa sepanjang dan terasa nyata seperti ini. Namun, Saka?

"Kenapa lo lihat gue begitu, sih?!" tanya Saka mendadak sensi. Tak suka ditatap lekat oleh Lara. Tidak nyaman.

Ah, Saka duga pasti karena wajah cakepnya tidak suka dipandangi orang-orang jelek. Takut mereka pada khilaf dan mengarunginya untuk dibawa pulang, diculik tante girang. Duh, derita orang cakep begini amat. Nggak tenang jadinya, dia selalu diincar para pencari cogan.

"...."

"Heh, jangan tatap gue begitu! Naksir lo entar. Gue yang ribet." Saka menyugar rambut. Cengengesan. "Gue tahu kalau gue ini cakep banget. Tapi, ditaksir cewek modelan lo yang minusnya kebangetan, gue mah ogaaahuun wa naaajisuuun. Orak sudi, aing!"

"Saka ...."

"Apa?!" sahut Saka sentimen. Mengangkat sebelah alis melihat Lara yang masih lekat menatapnya--aneh. Seperti memuja, benarkah? "Sorry, lo gue tolak. Jangan nembak."

"Saka ...."

"Apa, sih?!"

"Cubit gue, coba. Gue pengen memastikan sesuatu," pinta Lara ngawur sukses membuat Saka duduk tegak seraya menyeringai lebar. Amat senang kelihatannya.

"Serius lo minta dicubit?"

Lara mengangguk. Dia penasaran. "Cubit gue. Atau, kalau lo mau, pukul gue sekalian."

"Dengan senang hati," kata Saka. Dia mengangkat tangan, dan ...,

Pletak!

"Aduh ...,"

"Eh, eh, eh ...." Panik, Saka dengan tangkas menarik tangan Lara, menggenggamnya erat. Menahan cewek itu agar tidak terjengkang ke belakang setelah dia selepet keras keningnya. "Ra ...,"

SangsakaWhere stories live. Discover now