19. Insiden Daging Gosong

11.2K 1.4K 218
                                    

"Sok ganteng amat! Cuih! Sepet mata gue lama-lama lihat si mata hijau jelek itu," gerutu Saka melihat bagaimana carper-nya Hiller yang kini sedang membantu Lara membuat sambal. Sok romantis. Padahal, kan keduanya bisa kerja masing-masing.

Ah, kalau sebelumnya Lakna dan Laksa yang Saka benci, sekarang ada Hiller si mata hijau jelek itu. Heran saja. Bisa-bisanya mereka yang wajahnya hanya sedikit tampan itu menyukai Lara yang ... duh, maaf ... jelek banget.

Meski kemungkinan praduga Saka itu belum terbukti, tapi Saka yakin ketiganya menyukai Lara. Jelas terlihat. Dan, apa iya Lara beneran memakai ilmu pelet hitam? Jalan Kuyang?

"Gosong," tegur Tama melihat Saka yang hanya diam melamun menatap Lara dan Hiller, mengabaikan daging yang tengah mereka bakar.

Saka berdecak. Menatap daging yang dia bakar memang telah gosong sebagian. "Emang sialan ini daging! Terpesona sama gue sampe segitunya, nggak sadar menggosongkan diri sendiri. Apa iya kegantengan gue seberbahaya ini?"

Tama tak peduli pada ocehan tidak berguna Saka. Dia mendekat, mengolesi daging yang Saka bakar dengan bumbu kecap. Sebab, dia dan Saka kebagian tugas memanggang.

"Tam?"

"Hem?"

"Menurut lo si Hiller itu cakep nggak?" tanya Saka penasaran. Apalagi, melihat Andrea ikut mengintili Hiller. Dia juga bisa melihat ketertarikan Hiller pada adik sepupunya itu. Menyebalkan! Sok kegatengan!

"Nggak!"

Saka mengangguk setuju seraya berkacak pinggang. Dia sampai memainkan lidahnya pada sebelah pipi bagian dalam.

"Emang apa bagusnya mata hijau kayak lumut kurang vitamin itu? Menarik banget gitu sampai suka disanjung berlebihan sama orang?" tanya Saka lagi, lebih terdengar mencibir. Dia sampai mengerucutkan bibirnya, berpikir keras. Lantas, dia langsung menggeleng dan menjawab sendiri, "Ah, nggak! Jelas cakepan mata hitam kecokelat-cokelatan kayak gue ini. Valid. No debat. Cuma gue yang paling menarik. Yang lain cuma seperti remahan upil gue."

"Abu lebih cakep."

Saka berdecak mendengar tanggapan Tama yang tak sesuai keinginannya. Dia tahu netra abu gelap Tama lebih indah dan terlihat amat misterius. Netra abu Tama dan jenis tatapan dingin tak main-mainnya itu jelas menjadi point menarik.

Namun, semua ini bukan tentang Tama dan segala kelebihannya, melainkan tentang Sangsaka dan segala kesempurnaannya. Seharusnya Tama tak perlu ikut-ikutan. Dan ..., ah, sudahlah. Memang kalau berbicara dengan manusia batu kekurangan kosakata seperti Tama itu menyebalkan.

Untung saja Saka memiliki hati yang sabar dan lembut seperti pantat babi. Eh, typo, typo ... maksudnya pantat baby.

"Kipas."

Lagi, Saka berdecak. Ia mengipasi arang kembali sesuai perintah Tama. Namun, matanya malah melirik dan menajam kala Hiller menoyor pelan kening Andrea. Dan, bisa-bisanya adiknya itu malah diam saja seraya menyengir lebar?

Wah, gila!

Saka berdecak. Jangan-jangan Hiller punya ilmu pelet juga seperti Lara? Atau, mereka berguru bersama? Sialan! Jelas, kejahatan mereka tidak boleh terus dibiarkan!

"Sama Lara jelek aja si mata hijau itu nggak bakal gue biarin bersama. Apalagi, jadi adik ipar gue! Nggak sudi! Cuih!" geram Saka, seraya melempar kipas anyaman dari tangannya. "Orak sudi aing! Jancuk!"

Tama yang tadinya menunduk mengolesi daging dengan bumbu, menoleh. Ikut menatap pusat yang mengganggu Saka hingga membuat cowok itu mengumpat dengan bahasa super ngawur.

SangsakaOnde histórias criam vida. Descubra agora