18. Insiden Tahu Isi

10.4K 1.5K 399
                                    

Setelah Ibu Yuyun pergi beberapa menit yang lalu, Saka dengan segera melompat dan berdiri di atas meja. Tama yang ada di sampingnya sempat terkesiap sejenak dan mendongak bertanya dengan sebelah alis terangkat. Tak menjawab, Saka hanya membalas Tama dengan cengiran lebar.

Seraya menyugar rambut legam yang jatuh di kening, Saka berteriak keras, "WOY! ADA RAMUAN BUAT NGILANGIN PESONA KEGANTENGAN NGGAK?! GUE CAPEK JADI ORANG TERLALU GANTENG!"

Hening!

Saka mengangkat sebelah alis saat semua orang melihat ke arahnya tanpa sekalipun bicara. Wajah cengo mereka membuat Saka yakin teman sekelasnya itu sedang terpesona. Ya, wajar saja, mau bagaimana lagi. Sulit memang kalau sudah terlalu tampan. Saka saja suka tidak sanggup melihat wajahnya sendiri kalau sedang bercermin. Ganteng banget gila!

"Duh, kalau ngelihat muka-muka lo pada ini, gue yakin ramuannya nggak ada. Memang udah menjadi suratan takdir kehidupan gue terlahir terlalu ganteng kalau gitu," keluh Saka seraya mengangguk sendiri. Dia bahkan menghela napas lelah, kembali menyugar rambutnya. "Anjir! Ganteng banget gue, cuk!"

"Saka!" panggil Hera, membuat Saka mengerutkan alisnya menatap cewek itu. Hera tersenyum lebar. "Boleh cium nggak, sih? Dikit aja."

"Jangan cium dong, Her. Katanya kalau ciuman itu bisa bikin perkutut cowok bangun. Entar lo yang repot kudu tidurin lagi," sahut Saka seraya terkekeh geli.

"Siap kok, gue. Jangankan tidurin lagi, gue sangkarin juga siap."

"Eh, eh!" Saka melotot, menunjuk Hera kesal. Tak habis pikir dengan ucapan frontal cewek itu. Tidak punya malu. "Orak sudi gue disentuh buaya betina! Amit-amit!"

"Jahat!"

"Bodo!"

"Tolol!" cibir Tama. Cowok itu dengan segera berdiri, menyangklong tas hitamnya yang terlihat tak ada isi di pundak kiri. "Balik."

Saka menghela napas kasar, dia melompat dari meja. Ikut menyangklong tasnya yang terasa sangat berat. Wajar saja, karena koleksi buku orang jenius seperti dirinya memang banyak. Rasanya, kayak mau mati gitu kalau tidak membaca.

"Ga, balik belum lo?" tanya Saka pada Dirga. Kalau Ringgo tidak usah ditanya. Cowok itu akan mengikuti ke mana pun Dirga pergi. Mau nebeng balik, saking magernya hidup dia.

"Duluan aja, ngeb. Gue masih punya tugas rahasia," jawab Dirga. Dia menyengir lebar. "Mau cari harta karun yang terlupakan oleh tuannya."

Saka mengangguk. Tanpa dijelaskan dia sudah tahu maksud Dirga. Sudah menjadi kebiasaan Dirga seminggu sekali membersihkan laci meja anak-anak sekolah ini. Pokoknya, jiwa perampok Dirga sudah terasah sejak dini.

"Nanti kumpul di rumah Tama. Besok libur," kata Dirga lagi, mengingatkan.

Saka mengangguk. Dia melirik kelasnya yang telah sepi. Hanya ada Andrea dan Laksa yang belum juga beranjak pergi.


"Lo duluan aja, Tam. Gue mau ke rumah Andrea dulu," kata Saka pada Tama. Tanpa menunggu jawaban, dia mendahului cowok itu menghampiri Andrea yang tengah berbincang dengan Laksa. "Rea ...."

Andrea menghela napas melihat Saka. "Apaan?"

Ujung bibir Saka terangkat melihat respons Andrea. Dia bahkan melirik Laksa yang berdiri di samping sepupunya itu. Saka jadi heran sendiri. Pesona apa sebenarnya yang dimiliki cowok hitam manis yang gantengnya tidak seberapa itu hingga membuat Andrea dan Lara menempel padanya. Menggelikan.

SangsakaWhere stories live. Discover now