41: Redup

4 3 2
                                    

Renjana memoleskan bedak di wajahnya. Jarum jam menunjukkan pukul sembilan lebih. Hari ini, ia sudah ada janji untuk bertemu dengan Melati. Renjana masih tidak tahu apa yang akan dibicarakan Bundanya itu. Ia pikir, semuanya sudah berakhir pada hari itu. Ternyata, Melati terus mengusik hidupnya.

Melan dan Renjana sudah sampai di tempat yang telah disepakati. Disana, Melati sudah duduk bersama dengan Fina. Ya, gadis yang sangat Renjana benci.

"Eh, anak buangan udah datang juga," ucap Fina.

Renjana menatap Fina dengan datar. Ia tidak ingin ada keributan dan menjadi pusat perhatian. Sementara Melan, ia menatap Fina aneh.

"Ini anak tiri, Mbak?"

Melati menatap Melan. "Ya, dia memang anak tiri saya."

Melan hanya mengangguk saja.

"Sebenarnya Bunda mau bicara apa?" ucap Renjana tiba-tiba.

Melan mengeluarkan dua amplop berwarna cokelat. Renjana menatap amplop yang diarahkan pada dirinya.

"Ini apa?"

"Di amplop pertama, ada surat wasiat Ayah kamu. Disana, tertulis kamu yang akan mewarisi rumah yang saya pakai dan juga mobil. Saya hanya mendapat bagian sedikit saja," jawab Melati.

"Terus?" tanya Renjana tidak paham.

"Saya ingin mobil itu dikasih ke saya."

"Terserah Bunda aja."

Melati tersenyum miring. "Baiklah, saya senang mendengarnya. Oh iya, setelah ini saya akan pindah bersama Fina dan Papanya. Jadi, saya harap kamu jangan pernah temui saya lagi."

Jantung Renjana seperti berhenti berdetak. Jangan temui saya lagi, kalimat itu terulang-ulang dibenaknya. Bagaimana bisa seorang anak tidak akan mencari Ibunya? Apakah Melati sudah tidak waras?

Melihat Renjana seperti itu, Melan langsung menatap Melati tajam.

"Maksud Mbak apa ya?"

Melati tersenyum lagi. "Saya ingin bahagia bersama Fina dan juga suami baru. Saya juga nggak mau ribet mengurus anak ini!"

Melan menggelengkan kepalanya. "Apa hati Mbak sudah mati?"

"Iya. Melati yang dulu sudah mati bersama dengan matinya lelaki itu!"

Renjana tidak kuat. Jika ada orang yang menyebut Ayahnya, ia akan lepas kendali. Ya, seperti saat ini.

"Apa Bunda ingat sesuatu? Kalau aja Bunda nggak selingkuh sama lelaki sialan itu, Ayah masih ada, Bun! Bunda yang menghancurkan hidup aku! Andai aja aku yang minum minuman beracun itu, mungkin aku udah bahagia diatas sana. Aku nggak bakal bisa maafin Bunda yang udah bunuh Ayah aku!"

Mata Melati terbelalak. Anak sialan ini sudah merusak reputasinya. Walaupun di kafe ini tidak terlalu banyak orang, tapi mereka sudah menjadi pusat perhatian.

Tanpa pikir panjang, satu tamparan mendarat di pipi Renjana dan meninggalkan bekas merah.

"Saya bukan pembunuh! Andai saja Ayah kamu mau bercerai dengan saya, dia akan hidup sampai saat ini. Semua itu kesalahannya sendiri!"

Melan mencoba menenangkan Renjana. Ia memeluk gadis itu dengan erat. Sementara Melati, ia pergi meninggalkan kafe.

"Mau pulang?" tanya Melan.

Renjana mengangguk pelan.

***

Renjana sudah sampai di rumah. Ia duduk di sofa depan televisi bersama Melan. Renjana ingin menangis, tapi semuanya percuma. Bundanya yang dulu tidak akan kembali lagi. Luka lama itu terbuka lagi.

Gemintang Renjana [Completed] ✔Where stories live. Discover now