14: Diam

14 3 0
                                    

Renjana ada jadwal piket kelas yang mengharuskan dirinya untuk berangkat pagi. Ia tidak berangkat bersama Febi karena Febi belum siap. Renjana menyetir menyusuri jalanan yang belum padat.

Renjana memarkirkan mobilnya. Ia menatap ke arah parkiran sepeda motor yang hanya ada satu sepeda motor. Sepeda motor itu milik Gemintang. Tanpa berpikir panjang, Renjana langsung menghampiri Gemintang.

"Selamat pagi pacar," ucapnya.

Gemintang menatap Renjana malas.

"Masih marah ya sama gue? Yaudah, gue minta maaf, deh. Nggak lagi gue tanya-tanya kayak gitu. Maafin gue, ya?"

Gemintang masih tetap diam. Ia sibuk dengan ponsel yang ada di tangannya. Sementara Renjana, ia langsung merebut ponsel Gemintang dan memasukkan ke dalam saku roknya.

"Balikin," ucap Gemintang.

"Gue nggak mau balikin. Lo harus maafin gue dulu. Ya?"

"Bodo amat!"

Setelah mengucapkan itu, Gemintang pergi entah kemana. Berjalan sejauh mungkin dari gadis gila itu. Sedangkan Renjana, ia mengeluarkan ponsel Gemintang dan menatapnya. Ponsel khas lelaki serba warna hitam. Renjana tidak akan membuka ponsel itu, ia meletakkan ke dalam tas Gemintang dan menulis sebuah surat untuknya.

***

Pelajaran matematika menjadi musuh bebuyutan semua murid. Terutama Renjana. Entah kenapa otaknya sangat lemah dalam pelajaran ini. Bukan pelajaran ini saja, melainkan hampir di semua pelajaran. Renjana adalah tipe anak yang sedang, tidak pintar dan tidak juga bodoh.

Bu Fifi menjelaskan dengan aksen jawanya yang sangat medok. Saat awal pelajaran dulu, Renjana sangat tidak bisa menahan tertawanya karena aksen Bu Fifi yang lucu.

"Heh! Renjana kenapa kamu senyum-senyum sendiri? Sudah ndak waras kamu, ya?" ucapnya dengan medok.

Renjana terus tersenyum seperti orang gila. Bu Fifi kesal dengan Renjana. Beliau menarik telinga Renjana dan membawanya ke depan kelas.

"Jangan dicontoh ya anak seperti ini. Kamu tertawa-tertawa sendiri tuh kenapa? Memangnya ada yang buat lucu-lucuan disini?"

Renjana menggeleng. "Nggak, Bu."

"Terus ngapain? Kurang kerjaan buanget!"

Renjana berusaha menahan tawanya. Sungguh, aksen jawa yang berusaha mengobrol dengan Bahasa Indonesia tetapi malah jadi gagal.

"Bener-bener anak ini ndak jelas. Keluar kamu dari kelas saya!"

Mata Renjana langsung berbinar. "Wah? Beneran, Bu? Saya boleh keluar? Terima kasih Bu Fifi cantik. Muahh," ucapnya lalu berlari keluar kelas dengan gembira.

"Dasar cah gemblung."

Renjana menatap kelas dua belas yang sedang olahraga. Ia menatap sekitar yang sangat sepi. Semua kelas tertutup dan melakukan pelajaran masing-masing. Mungkin, hanya Renjana saja yang bahagia saat diusir dari kelas.

Tidak sengaja, Gemintang, Levi, Hidan, dan Riko lewat di depan kelas Renjana dan membuat dirinya kalang kabut sendirian.

"Lo kenapa diluar?" tanya Levi sinis.

Renjana menatap Levi dengan malas. "Bukan urusan lo."

"Yaa, diusir dari kelas lo, ya?" tebak Hidan.

Renjana tidak menjawab. Perhatiannya tertuju pada Gemintang yang sedang tidak memperhatikan dirinya. Renjana menarik tangan Gemintang dan menjauh dari ketiga temannya.

"Maafin gue."

Gemintang tetap tidak menjawab.

"Gemiiiii, jawab donggggg."

Gemintang merasa risih karena Renjana terus memegangi lengannya. Mungkin, baru kali ini ada cewek yang berani memegang lengannya.

"Lepas," ucap Gemintang.

"Gue nggak mau lepas sebelum lo maafin gue. Maafin gue, ya?"

Dengan sangat terpaksa lagi, Gemintang mengangguk demi lengannya terlepas dari cewek gila ini.

"Makasih, Gemi. Oh iya, nanti malam gue kirim pesan, ya? Jangan lupa dijawab. Dadah pacar!" ucap Renjana lalu berjalan menuju kantin. Sedangkan Gemintang, hanya menatap lurus ke arah cewek yang tidak jelas itu.

Malam ini, Renjana mengirimkan beberapa pesan kepada Gemintang. Sudah sejak tiga puluh menit yang lalu pesan itu terkirim. Namun hanya dibaca dan tidak dibalas oleh Gemintang. Emosi Renjana mulai naik, tapi ia berusaha untuk menahannya.

Renjana asyik dengan lamunannya sendiri. Ia berandai jika dirinya dan Gemintang bisa romantis seperti pasangan lainnya. Bisa berbagi cerita saat keduanya merasa tidak nyaman dengan kehidupan. Juga bisa berbagi kebahagiaan satu sama lain. Andai saja. Jika itu terjadi, Renjana akan selalu siap untuk mendengarkan segala cerita Gemintang.

Pukul sepuluh lewat lima belas menit. Renjana mengecek ponselnya dan ternyata belum mendapat balasan apapun dari Gemintang.

"Gue tau gue salah. Gue mau minta maaf sama lo. Gue janji nggak lagi tanya kayak gitu. Maafin gue, ya? Gue nggak tenang kalau lo nggak maafin gue. Gue bawain nasi goreng deh besok. Maafin tapi, ya?" ucap Renjana sambil menekan tombol voice note. Ia mengirim kepada Gemintang kemudian tidur bersama Febi yang sudah terlelap sejak tadi.

***

Sesuai dengan janjinya, pagi ini Renjana membuatkan satu porsi bekal untuk Gemintang. Ia membuat nasi goreng dan dihiasi dengan sayur yang indah.

Renjana sudah sampai di sekolah. Ia berjalan ke arah kelas Gemintang dan berpisah arah dari Febi. Renjana melihat Gemintang yang sedang duduk sendirian.

"Selamat pagi, Gemiii. Sesuai sama yang gue kirim kemarin, gue buatin nasi goreng spesial buat lo," ucap Renjana.

Gemintang tidak tertarik untuk menanggapi Renjana. Tatapannya lurus ke depan. Sementara Renjana, ia memajukan bibirnya dan duduk di sebelah Gemintang.

"Maafin gue."

Gemintang tidak menjawab lagi.

"Gue harus apa agar lo maafin gue?"

Lagi-lagi tidak menjawab.

"Jangan diam terus, kayak patung ih. Oh iya, semalam gue ngehalu indah banget. Andai aja kita bisa pacaran kayak yang lainnya, yang berbagi cinta dan kebahagiaan satu sama lain. Andai aja kita bisa jalan bareng berdua gitu. Indah banget ya imajinasi gue?"

Gemintang semakin tidak tertarik menganggapi celotehan Renjana yang tidak jelas. Ia tidak suka jika harus diatur ini dan itu.

"Coba deh, lo lakuin itu sama gue. Gue jamin, pasti kita jadi pasangan fenomenal di Kencana Putra."

Lama-lama telinga Gemintang merasa panas. Ia bangkit dari kurisnya dan berjalan keluar dari kelas. Ia tidak kuat lagi mendengar celotehan Renjana yang sangat tidak bermutu. Membuang-buang waktu, baginya.

"Ih! Nasib banget punya pacar super cuek bebek. Ganteng sih, tapi kenapa cuek banget? Ah tapi nggak papa. Lo harus semangat! Lo harus bisa jadiin dia mantan ke tiga puluh satu. Semangat Renjana!" ucapnya untuk menyemangati diri sendiri.



Jangan lupa vote, komen, dan share yang banyak ya! Terima kasih dan sampai jumpa di chapter selanjutnya! 🍀

Gemintang Renjana [Completed] ✔Where stories live. Discover now