7: Rumah

12 2 0
                                    

Renjana terlelap tidur di kamarnya. Semalam, Renjana masuk ke dalam kamar secara diam-diam karena tidak ingin ada orang yang mengetahui. Saat ini matahari sudah meninggi. Renjana terpaksa membuka mata karena ada sesuatu yang menimpa wajahnya.

"Heh! Bangun lo!" ucap Fina tepat di depan wajah Renjana.

Renjana menatap sekitar kasurnya yang basah. Rupanya, ia disiram air oleh kakak tirinya itu.

"Perlu banget siram pakai air? Lo nggak lihat kasur gue jadi basah?"

Fina berdecak. Ia langsung membangunkan tubuh Renjana secara paksa dan menjambak rambutnya kemudian tertawa puas melihat Renjana kesakitan.

"Lepas!" ucap Renjana.

Fina semakin menguatkan jambakannya. Ia senang jika melihat Renjana menderita seperti ini.

"Makanya, jangan pernah ngebantah omongan gue! Oh iya, habis ini lo harus masak dan bersihin semua rumah karena udah satu minggu nggak ada yang sapu dan pel."

Beginilah kehidupan Renjana jika di rumah. Diperlakukan seperti pembantu yang tidak digaji. Namun Renjana berusaha bertahan demi ayahnya.

Renjana membuka isi kulkas yang hanya ada empat telur dan sayur sawi. Ia juga melihat ke arah persediaan beras yang masih banyak. Tanpa berpikir lama, Renjana akan memasak nasi goreng untuk sarapan hari ini. Untuk siang dan malam, ia akan berbelanja ke pasar setelah menyapu semua rumahnya.

"Lama banget masaknya, bunda sama ayah udah nungguin tuh!" ucap Fina.

Renjana diam dan tidak menanggapi ucapan Fina.

Makanan yang dimasak Renjana sudah matang. Ia menaruh semangkuk besar nasi goreng dan lauknya. Renjana mengambil sedikit di piring lalu memakannya di kamar. Ia tidak ingin makan semeja dengan lelaki itu.

"Mau kemana kamu?" tanya Melati dengan menatap Renjana.

Renjana menatap Bundanya sekilas tapi tidak memberikan jawaban apapun. Percuma, jika Renjana menjawab mereka juga tetap tidak mempedulikan dirinya.

Hari mulai beranjak malam. Renjana sangat lelah karena hari ini telah melakukan aktivitas yang banyak. Saat ini, ia sedang menatap indahnya langit yang dipenuhi bintang. Renjana terus menatap langit dengan menangis.

"Kenapa hidup gue gini banget? Kenapa semua ini terjadi sama gue? Kenapa nggak orang lain aja? Nggak adil!" ucapnya sembari terus menangis.

Andai saja ia diberi kesempatan untuk menyusul ayahnya, mungkin Renjana akan melakukan apapun demi dirinya hilang dari dunia ini.

***

Suara kicauan burung menggema ditelinga Renjana. Ia membuka matanya tepat pukul enam pagi. Renjana bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.

Sesampainya di sekolah, mata Renjana terlihat sangat sembab dan juga rambutnya yang berantakan. Kulit kepala Renjana terasa sangat sakit karena jambakan kakak tirinya. Baru sehari saja sudah begini, bagaimana dua sampai seterusnya?

"Ya ampun, lo kenapa?" tanya Febi.

Kila juga ikut menatap Renjana. "Lo baik-baik aja kan, Ren?"

Renjana berjalan melewati kedua temannya lalu duduk di bangkunya.

"Gue pulang ke rumah," jawabnya.

Febi dan Kila saling menatap satu sama lain. Mereka mengerti suasana rumah Renjana yang seperti neraka dunia. Febi mengusap punggung Renjana agar sahabatnya itu merasa tenang.

Gemintang Renjana [Completed] ✔Where stories live. Discover now