19: Luka

13 4 0
                                    

Renjana menatap layar ponselnya yang menampilkan sebuah pesan masuk. Dengan cepat, ia membuka dan membacanya. Ternyata, pesan itu dikirim dari nomor Bundanya. Renjana tersenyum karena Bunda masih menyimpan nomornya. Namun disisi lain, ia sedih ketika membaca pesan itu. Air matanya meluruh begitu saja.

"Lo kenapa?" tanya Febi panik.

Renjana membalikkan ponselnya ke arah Febi dan Febi mulai membacanya.

"Mau gue temenin?"

Renjana menggeleng dan berusaha tetap menebarkan senyum. "Nggak perlu. Gue pergi bentar ya, nanti gue balik kesini lagi kalau bisa."

Febi mengangguk kemudian memeluk Renjana.

Saat ini, Renjana sudah berada di depan rumah besar. Rumah yang dulu sangat ia rindukan untuk pulang. Tak lama kemudian, pintu terbuka. Renjana tersenyum menatap Melati.

"Bunda ngapain nyuruh aku kesini? Bunda kangen sama aku, ya? Akhirnya, Bunda mau nerima aku lagi," ucapnya dengan senyum bahagia.

Melati berdecih. "Siapa juga yang kangen kamu?"

"Terus kenapa Bunda nyuruh aku kesini?"

"Saya minta kamu datang kesini karena rumah saya sudah sangat kotor. Sejak dua minggu yang lalu belum di pel dan semuanya belum dibersihkan. Pembantu rumah tangga sudah berhenti bekerja. Kalau kamu masih mau dianggap anak, kamu harus bekerja disini dan jangan kelayapan nggak jelas."

Renjana terdiam. Luka itu tergores semakin besar. Ia ingin berontak, tetapi raganya seolah menyuruh untuk tetap diam. Renjana mengangguk lalu menurunkan kopernya. Selamat datang kembali di neraka ini, Renjana! Semoga kuat!

Jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Renjana tidak bisa terlelap tidur. Ia terganggu dengan suara teriakan yang berasal dari kamar Fina. Entah apa yang dilakukan cewek itu.

"Bisa diam nggak?" ucap Renjana.

Fina membuka pintu kamarnya. Ia menatap Renjana dengan tatapan kesal. Ia sangat tidak suka untuk diganggu.

"Ngapain lo kesini?"

"Lo yang ngapain! Malam-malam teriak kayak gini. Sopan, kah?"

"Terserah gue. Kamar juga kamar gue. Lo nggak berhak atur-atur hidup gue, anak buangan!"

Renjana menampar pipi Fina.

"Anak buangan? Jelas-jelas lo itu anak nggak tau malu yang tiba-tiba datang di kehidupan gue dan keluarga gue. Semua hancur karena lo dan bokap lo!"

Fina tersulut emosi. Ia menghentakkan kakinya lalu membanting pintu kamarnya. Ia tersenyum licik dibalik pintu kamarnya.

"Lihat aja! Besok pasti lo bakal kena marah!" ucapnya dalam hati.

***

Renjana membuka matanya. Tubuhnya terasa pegal karena kemarin mengerjakan semua pekerjaan rumah. Ia mengambil ponselnya. Hari ini, Renjana sudah ada janji dengan Gemintang untuk berangkat bersama. Namun, Renjana tidak ingin Gemintang menjemput dirinya disini dan mengetahui rumah aslinya. Bukan karena apa, ia hanya belum mau Gemintang untuk mengetahui segalanya.

"Heh anak buangan! Cepetan masak! Semuanya udah kelaparan karena nunggu lo bangun!" ucap Fina.

"Masak sendiri kenapa, sih? Nggak bisa, ya? Oh iya, lo kan anak bokap yang bisanya cuma sembunyi di ketek!" balas Renjana.

Gemintang Renjana [Completed] ✔Onde as histórias ganham vida. Descobre agora