Semua orang yang dirinya sayang, sosok-sosok yang bahkan sudah melebihi posisi keluarga dalam hatinya ternyata tak ada satupun yang luput dari luka.
Mereka semua berbohong. Mereka menipu Hoseok dan menyembunyikan semua luka mereka itu darinya.
Apa sebegitu tak layak Hoseok untuk mengetahui apa yang terjadi pada saudaranya sendiri? Atau justru Hoseok memang tak pernah dianggap sebagai saudara?
Butuh waktu lama bagi keduanya hingga akhirnya bisa mengendalikan tangisannya masing-masing. Jimin masih enggan melepaskan pelukannya pada Hoseok walau tangis keduanya sudah mulai mereda. Sedangkan Hoseok sudah benar-benar tak memiliki lagi kekuatan apapun. Mana mungkin ia bisa melepaskan dekapan Jimin dari tubuhnya jika untuk menggerakan kedua tangannya saja Hoseok tak bisa.
Tubuhnya benar-benar lemas. Dalam hati Hoseok hanya berharap ini bukanlah efek samping dari dirinya yang memaksakan diri untuk berlari dari ruangan Jungkook sampai kesini tadi. Tidak. Jangan lagi Hoseok ikut menjadi pasien. Bagaimanapun, ada Jungkook yang membutuhkannya.
Sosok adik kecilnya yang ternyata selama dua tahun terakhir Hoseok tertidur telah banyak melewati masa sulit dan penuh luka sendirian.
Alasan lain Hoseok masih membiarkan Jimin terus memeluknya pun karena Hoseok sadar, dua tahun kebelakang Jimin juga tak kalah jauh tersiksa karena tak bisa mengingat apapun. Dia masih hidup didunia yang sama namun tanpa mengetahui apapun tentang dirinya sendiri bahkan keluarganya.
Mereka berdua sama-sama tak tahu apapun akan apa yang terjadi selama dua tahun ini. Namun fakta tetaplah menunjukan bahwa mereka berdua jugalah yang membuat dua tahun kelima membernya yang lain diisi begitu banyak luka dan tangis. Begitu berat dan kejam bagi mereka yang ternyata berawal dari kesalahpahaman.
"Jimin-ah..." Suara serak Hoseok terdengar sangat pelan. Walau begitu, Jimin yang masih memeluk sang kakak erat dapat dengan jelas mendengar Hoseok memanggil namanya.
"Maafkan aku."
Jimin melepaskan pelukannya dan menatap tepat pada dua manik sembab kakaknya. Ia menggelengkan kepalanya kuat menolak permintaan maaf sang kakak. Hoseok sama sekali tak memiliki kesalahan. Sang kakak tak ada dalam posisi untuk meminta maaf apalagi pada Jimin.
"Tidak, hyung. Ini bukan salahmu. Jangan meminta maaf."
Hoseok tersenyum begitu tipis. Tubuhnya sudah benar-benar lemas dan hampir sempurna bersandar pada kedua tangan Jimin yang masih menopangnya. "Kalau begitu, apa kau juga menyembunyikan sesuatu dariku?"
Bibir Jimin bergetar pelan ketika lagi-lagi dirinya merasa tangisnya akan pecah. Suara lembut kesukaannya kini ternyata bisa berubah semenyakitkan ini ketika ia mendengarnya dalam keadaan seperti ini. Jimin bahkan berusaha keras menahan genangan itu agar tak keluar lagi dari pelupuk matanya.
"Hyung ... ingin tahu alasanku menangis semalam?"
Sang kakak sama sekali tak mengatakan apapun untuk menjawabnya. Tapi dari bagaimana Hoseok menatapnya, Jimin tahu bahwa ada makna 'iya' tersirat yang ingin kakaknya ungkapkan. Dan itu berarti, Jimin memang harus menceritakan semua yang dirinya rasakan ketika semalam ia menangis dalam pelukan sang kakak.
Tentang bagaimana dirinya juga ikut merasa gagal menjadi sosok yang bisa diandalkan oleh orang-orang yang dia sayangi.
***
Ruangan itu kini terasa lebih hening dari sebelumnya. Tak ada suara yang mengisi selain dari deru nafas dua orang didalamnya. Satu berusaha menormalkan detak jantung yang berpacu cepat bersama desiran halus aliran darahnya sedang satu lagi bernafas pelan mempertahankan eksistensi bahwa dirinya masih hidup sampai saat ini di balik masker oksigennya.
YOU ARE READING
기억 MEMORY || BTS
FanfictionSemua kenangan itu tersimpan rapi di laci sudut kepalaku Semua kenangan itu seperti huruf korea 'giyeok' Permulaanku yang berharga An ordinary story between their friendship and memory Inspirasi : 💜 Puisi RM di Run BTS eps 56 ...
MEMORY || 33
Start from the beginning
