"Hei!" ucap Qanita dengan menepuk bahu anak itu dengan pelan, sehingga sang anak menatapnya nanar.

"Kenapa?" tanya Qanita sekuat tenaga menahan sesaknya, duduk disamping anak lelaki itu dengan tatapan teduh.

"A-ku.. aku sedih kak... aku selalu nyusahin ya? A-aku seharusnya gak ada di-dunia ini ya kak?" ungkap anak itu dengan parau membuat tatapan Qanita yang teduh menjadi dicampuri tatapan sendu. Rasa sakitnya ini, masih menjalar, ia tak tau akan bertahan atau mungkin tidak.

"Nggak kok, ka-kamu jangan bicara gitu ya, gak baik nanti jadi dosa... emang kenapa? Kamu lagi ada masalah?" tanya Qanita dengan senyuman tipis, perkataanya kelu dengan sesak yang terus menjalar semakin kuat.

"Teman-ku bi-lang kalau aku gak pantes ada disini kak... aku cuman nyusahin orang tuaku... aku bukan anak yang diinginkan...." balas anak itu dengan air mata yang mengalir, bagaimana bisa seorang anak mendapat komentar jahat seperti itu? Pasti sangat sakit bukan?

"Kamu gak boleh kayak gitu, jangan dengerin perkataan orang lain ya, aku yakin kamu pasti bisa, anggap aja perkataan orang lain itu angin yang berhembus kemudian menghilang oke?!" ucap Qanita menyemangatinya.

"Nit!!" panggil Amran lalu menghampiri mereka berdua.

"Ta-pi kak..." lirihnya dengan parau mengambil jeda diperkataanya, menarik nafas dengan pelan berharap semuanya baik baik saja. "Ke-kenapa ke-keluarga.. aku menganggap aku sebelah mata?" tanyanya dengan rapuh.

"Dek, kamu jangan berfikir gitu, mungkin mereka lagi sibuk atau apa gitu, kamu gak boleh nangis lagi, masa cowok nangis? Harus kuat! Buktiin kamu itu bisa," timpal Amran yang mengerti maksud anak itu.

"Kamu sekarang pulang aja ya?! Nanti keluarga kamu khawatir nyariin kamu," ungkap Qanita meyakinkan anak itu lalu dibalas dengan anggukan darinya.

"Makasih ya kak, kalian baik banget sama aku. Aku pulang dulu ya," ucapnya dengan tersenyum manis, tak ada lagi tangisan yang terlihat diwajahnya.

"Iya, hati hati ya," balas Qanita dengan Amran beriringan.

Qanita memegang belakang kepalanya sebentar, berharap rasa sesak dan pusing itu menghilang. Namun ternyata sakit itu masih terasa, dipuncak kepalanya, Amran yang peka akan apa yang dirasakan Qanita segera memeluk Qanita berharap adiknya itu akan baik baik saja.

"Nak, kalian lagi ngapain?" tanya Rifky yang datang bersama Alisha.

"Itu Qanita kenapa?" tanya Alisha ketika melihat kondisi Qanita.

"Aku pergi dulu sama Qanita," balas Amran lalu segera menarik Qanita pelan, menjauhkan dari sekitar tempat ini ke tempat yang lebih sepi.

****

"Jadi?" tanya Keyra kepada teman absrudnya.

"Kita nonton yuk!! Kuy gue punya list film yang wajib ditonton," ucap Kinara dengan antusias.

"Film? Gak yang lain aya gitu?" tanya Mayra malas dengan jawaban Kinara.

"Yaudah timezone aja gimana?" tanya Kinara mempromosikan rekomendasinya.

"Bebas," balas Keyra acuh.

"Timezone? Ngga deh, gue males pasti bakal rame disana," balas Mayra memutar bola matanya malas.

"Yaudah gak usah! Gak jadi aja!" kesal Kinara dengan semua rekomendasinya tapi ditolak mentah mentah.

"Klo gak jadi gue langsung balik aja ya?" tanya Keyra dengan santai.

"Yaudah, gue juga mau balik," timpal Mayra.

"Yaudah sono balik, hush.." usir Kinara dengan menggibaskan tangannya.

Trying To Stay [END]Where stories live. Discover now