38

4.4K 658 22
                                    

Votenya jangan lupa :'

°°°

"Aku boleh.. pulang?" tanyaku pelan.

Saiton tamvan yang masih sibuk dengan urusannya mengalihkan pandangannya sekilas menatapku dan kembali mengalihkan fokusnya pada pekerjaannya yang menumpuk.

Aku mengerjapkan mataku bingung. Ada apa dengan pria itu? Tadi ia memelukku tiba-tiba dan meminta maaf dengan suara parau yang terdengar frustasi.

Lalu, tak lama kemudian, pria itu melepaskan pelukannya dan langsung berbalik tanpa menatapku lagi. Menyibukkan diri dengan berkencan bersama perkamen-perkamen yang menumpuk.

Aku menghela nafas pelan. Rencanaku untuk pulang ke hutan gagal. Astaga, bagaimana ini. Hongshuo gege pasti merindukanku, ehek.

"Apa kau terlalu sibuk? Aku bisa membantumu mengerjakannya," ujarku mencoba berkompromi dengannya.

Meski sifatku sedikit aneh semenjak bertemu dengan empat pria tampan alias gegeku di dunia asing ini, aku juga memiliki kecerdasaan di atas rata-rata jika kalian lupa dengan fakta satu itu.

"Aku bisa sendiri," balas pria itu singkat, padat dan jelas sejelasnya.

"Apa kau yakin?" tanyaku mulai berjalan mendekati mejanya.

"Hm," dehem pria itu. Mata merahnya tak kunjung beralih dari tumpukan perkamen, tangannya masih sibuk menulis menggunakan alat seperti kuas melukis yang pewarnanya berasal dari tinta hitam dan sesekali memberikan stempel.

Aku menunduk lesu, menampilkan raut memelas bak anak kucing terlantar. "Ah, begitu. Padahal aku bosan sekali di sini," kataku menatapnya dengan penuh harap.

Pria itu menghela nafas pelan. "Aku sedang sibuk. Pekerjaanku masih belum selesai semua," balasnya tanpa menatap mataku.

Aku menatapnya dengan intens. Meneliti tiap sudut wajahnya yang rupawan. Meski tak mengenal siapa namanya, asalnya dari mana, memiliki status apa di istana asing ini dan dimana ini berada. Yang jelas, pria itu tampan. Bahkan sangat tampan bak dewa yunani kuno. Pahatan tiap pahatan di wajahnya tanpa celah, sungguh sempurna.

Ada satu hal yang membuatku sedikit penasaran tentang indentitasnya. Pria itu memiliki iris merah darah persis seperti milikku bahkan surainya juga berwarna putih perak.

Hongshuo gege juga memiliki surai putih perak, tapi irisnya berwarna merah api, bukan merah darah. Aku melihatnya dengan jelas.

Yang kuketahui, di dunia ini, manusia pada umumnya hanya memiliki bola mata berwarna hitam yang artinya tak memiliki elemen apapun.

Rakyat awam pada umumnya tak memiliki elemen apapun sehingga rata-rata bola mata mereka berwarna hitam.

Para bangsawan biasanya memiliki satu elemen saja, warna bola mata mereka melambangkan elemen apa yang mereka miliki. Misalnya, bola mata biru laut melambangkan elemen air, bola mata merah api melambangkan elemen api, bola mata coklat melambangkan elemen tanah dan bola mata abu-abu melambangkan elemen angin.

Anak bangsawan yang tak memiliki elemen satupun akan dicap sebagai sampah dan diasingkan lantaran dianggap membawa sial dan aib bagi keluarganya.

Aku memiliki bola mata berwarna merah darah bukan merah api. Mungkin, Kaisar Liiu dan lainnya mengira aku adalah hasil hubungan gelap Selir Cho dan pria lain ataupun hasil dari hubungan dengan iblis.

Aku mulai duduk di atas kursi yang kubuat menggunakan elemen airku, tepat berada di depannya. "Aku ingin bertanya sesuatu padamu. Boleh?" tanyaku dengan raut serius.

"Apa yang ingin istri tanya dariku?" Pria itu malah langsung mengalihkan pertanyaannya berbalik padaku. Ia menatapku dengan raut bingung dengan sebelah tangan di pipi dan siku di meja. Astaga itu terlihat lucu di mataku.

Aku menatap bola mata merah darahnya dengan lekat dan intens, menghiraukan rautnya yang terlihat menggemaskan. "Matamu persis seperti milikku, merah darah. Mungkin matamu lebih pekat dari pada aku, tapi yang jelas kita memiliki persamaan yang cukup mencolok dan bisa dikatakan ini pasti bukan hanya kebetulan semata," kataku.

Pria tampan itu melihatku dengan tatapan aneh. Aku mulai sedikit takut untuk sekedar membalas tatapannya.

Pria itu menghela nafas pelan. "Lihat aku," ucapnya yang lebih mengarah perintah. Nada yang ia gunakan terdengar otorier, tak ingin dibantah.

Meski sedikit takut bertatapan sebegitu intens dengan mata merahnya, aku tetap menuruti ucapannya.

"Kita memiliki warna mata yang sama bahkan surai sekalipun itu karena takdir. Meski pemikiranku tak begitu sejalan dengan takdir," balasnya dengan santai.

Aku memperhatikan raut demi raut yang ia tunjukkan, mencari celah kebohongannya.

"Kau bilang, aku istri kecilmu. Apa itu sungguhan?" tanyaku di balas anggukan mantap olehnya.

"Kalau begitu, sebagai istri kecilmu..." Alis pria itu terangkat sebelah, menjukkan bahwa ia menantikan lanjutan dari perkataanku.

Aku mengepalkan sebelah tanganku ke belakang. Menormalkan rasa gugup yang tiba-tiba melanda.

"Aku bertanya, siapa dirimu sebenarnya?"

°°°
Mulai kelihatan gak tuh keanehannya?
Teka teki demi teka teki akan semakin terlihat jelas kedepannya. Jadi, kalau baca ini, harap di pahami yah, jangan skip-skip satupun. Indentitas asli dari saiton tamvan belum ada yang tahu. Dia dewa yang kah? Male lead atau jangan-jangan ternyata dia adalah second male leadnya dan male lead asli belum hadir?
Next chap bakalan diusahaiin cepet upnya ^^
Boleh dong tekan bintangnya di pojok kiri?
☁️ Pai pai ~ ☁️

10 Juli 2021.

Transmigration Of Psychopath Girl : Be The Goddess Of Death [Yin God]  Where stories live. Discover now