"Hoseok hyung ada bersamaku."
"APA?" Suara keterkejutan itu terlalu kentara, bahkan Jimin kini akhirnya perlahan menjauhkan dirinya dari sofa agar tak mengganggu tidur Hoseok dan Taehyung.
"Hoseok hyung ada bersamaku, noona. Kami ada di ruangan Jungkook. Semalam Seokjin hyung yang membawa Hoseok hyung kemari."
"Seokjin?"
Jimin mengangguk refleks, "Iya. Noona tak perlu khawatir. Aku tak akan marah pada noona karena aku tahu noona pasti memiliki alasan mengapa menyembunyikan Hoseok hyung selama ini."
"Ahh, noona bilang tadi ada obat yang harus Hoseok hyung minum? Biar aku saja yang mengambilnya ke perawat. Saat ini Hoseok hyung sedang tidur, aku tak yakin bisa membangunkannya dan memintanya untuk kembali ke ruangannya."
Helaan nafas lega terdengar begitu jelas dari seberang sana. Beban pada bahu wanita itu rasanya baru saja diangkat sekaligus hingga kini bernafas pun dia sudah terasa begitu ringan. "Aku akan menelpon perawatnya untuk menyiapkan obatnya. Nanti kau tinggal mengambilnya di bagian farmasi. Tak apa kan?"
"Tak apa, noona. Aku akan langsung kesana setelah ini."
"Terima kasih, Jimin. Sekali lagi terima kasih dan maafkan aku. Ku titip Hoseok padamu."
"Sama-sama, noona."
Setelah mematikan sambungan teleponnya, pemuda Park itu bergegas mengenakan mantel dan juga maskernya. Ia melirik sekilas jam ditengah ruangan yang kini sudah menunjuk pada angka sembilan. Gerakannya terhenti stagnan begitu menyadari sesuatu.
Ia melirik sekali lagi ponselnya, berpikir mungkin ada notifikasi pesan atau telepon tak terjawab apapun itu, namun sayang, nihil. Seokjin belum kembali dan bahkan tidak menghubunginya sama sekali.
Lagi ia tak menyerah dan berusaha memeriksa setiap inci ruangan Jungkook. Berharap setidaknya ada tanda-tanda bahwa sang kakak telah kembali. Tapi sayang tetap nihil. Ruangan ini masih sama persis seperti sebelum dirinya tertidur.
Rasa khawatir itu menyergap dirinya begitu parah. Hatinya seketika berubah semakin tak tenang dan sialnya otaknya kini mulai merangkai berbagai skenario negatif.
Apa keduanya bertengkar?
Apa mereka kabur?
Atau mereka berkelahi dan keduanya berujung ada di UGD saat ini?
Ohh Park Jimin, mengapa kau membuat dirimu sendiri semakin sulit. Apa ... apa kedua kakaknya baik-baik saja?
Jimin menggigit bibirnya, rasa khawatirnya begitu mendominasi. Ia ingin melakukan sesuatu, tidak, dia harus melakukan sesuatu untuk mencari keduanya. Tapi Jimin tak tahu apa yang harus dirinya lakukan.
Ia meremas ponselnya kuat sebelum akhirnya mencoba menghubungi nomor Seokjin. Sedari sore ahh bahkan siang tadi sebenarnya Jimin sudah begitu ingin menghubungi Seokjin, tapi Hoseok selalu melarangnya.
Kakaknya itu percaya bahwa Seokjin pasti sedang menyelesaikan masalahnya maka dari itu ia meminta Jimin agar tidak mengganggu Seokjin. Tapi sekarang bahkan matahari sudah tak terlihat dan kakak tertuanya itu belum kembali. Jimin yakin ada sesuatu yang tak beres.
Satu deringan hanya berujung operator. Bahkan hingga lima kali percobaannya, yang ia dapatkan hanya info bahwa nomor yang sedang dia hubungi tidak aktif. Oh ya Tuhan, sebenarnya apa yang telah terjadi pada kedua kakaknya.
Tidak. Tenang Park Jimin. Tenang. Percayalah semua baik-baik saja. Tarikan nafas dalam ia paksa masuk kedalam paru-parunya, beruntung meski sedikit namun itu berhasil meredakan degup jantungnya tak segila beberapa menit lalu.
YOU ARE READING
기억 MEMORY || BTS
FanfictionSemua kenangan itu tersimpan rapi di laci sudut kepalaku Semua kenangan itu seperti huruf korea 'giyeok' Permulaanku yang berharga An ordinary story between their friendship and memory Inspirasi : 💜 Puisi RM di Run BTS eps 56 ...
MEMORY || 28
Start from the beginning
