Bahkan tanpa ia sadari bibirnya terus menggumamkan nama sang adik. Yang selama dua tahun tak pernah mau ia dengar apalagi sebut. Tubuhnya perlahan bangkit, entah apa lagi yang kini ia pikirkan, berjalan keluar dari studionya tanpa memakai mantel atau masker apapun itu, kini ia hanya mengikuti kemanapun langkah tiba-tiba saja membawanya.

Benar-benar tanpa tujuan bahkan sepertinya meski kedua kaki itu mengajaknya menuju ujung tebing sekalipun, mungkin Yoongi akan tetap mengikutinya.

***

Getaran ponsel pada sakunya berhasil membuat pemilik sabit lentik itu mengerjapkan matanya pelan. Terusik dari tidur nyamannya, ia perlahan berusaha memperjelas penglihatan dan pendengaran akan situasi di sekitarnya.

Kepalanya menoleh menatap langit di luar jendela yang tanpa dia sadari sudah berubah gelap. Kedua netra itu kembali bergulir, ia menoleh ke arah kanan dan mendapati sang kakak yang tertidur duduk, tangan kakaknya itu bahkan masih berada di atas kepalanya. Ahh, ternyata tanpa sadar dirinya tertidur masih dengan bantalan paha sang kakak.

Posisi ini memang benar-benar terlalu nyaman bahkan sampai tanpa ia sadari, dirinya tertidur begitu nyenyak. Jimin bangkit perlahan berusaha tak membuat gerakan besar pada sofa yang didudukinya agar tak mengusik tidur Hoseok. Terlebih pada bahu Hoseok juga ada Taehyung yang sama-sama memejamkan matanya menikmati alam mimpi.

Sedikit tersenyum samar terbit ketika menatap betapa lelap keduanya. Apalagi Taehyung, yang Jimin tak akan pernah lupa seberapa sulit sosoknya untuk bisa memejamkan mata. Jimin begitu bersyukur menatap nafas teratur Taehyung. Temannya itu kini benar-benar bisa tidur lebih lelap terlihat tanpa beban seperti biasanya.

Tangannya perlahan merogoh sakunya untuk mengambil benda yang berhasil mengganggu tidurnya. Dahinya mengernyit heran begitu mendapati nama Dawon, kakak perempuan Hoseok, menjadi display kontak yang menelponnya.

"Hallo, noona." Dengan suara serak bangun tidurnya Jimin segera menyapa sosok dibalik panggilan. Sebelah tangannya masih sibuk mengusap matanya yang terasa perih berusaha menghilangkan sisa kantuk.

"Oh, Jimin! Huft ... bagaimana aku harus mengatakannya ... " Suara wanita itu terdengar panik dan ragu secara bersamaan.

"Ada apa, noona?"

"Aku harus memberitahumu sesuatu tapi kumohon sebelumnya maafkan aku karena menyembunyikan hal ini darimu dan yang lain."

Jimin mengernyit heran, namun tetap menunggu dengan sabar Dawon merampungkan kalimatnya. Sebenarnya apa yang ingin sosoknya bicarakan pada Jimin, terlebih pada malam hari seperti ini.

"Aku saat ini sedang di luar kota. Terakhir aku menitipkan Hoseok pada Yoongi karena sebulan terakhir ini memang Yoongi yang selalu ada bersamanya. Tapi sedari sore tadi aku tak bisa menghubunginya. Boleh aku minta tolong padamu untuk mengecek mereka ke ruangannya?"

"Hoseok hyu—"

"Tapi ada satu hal yang perlu kau tahu, Jimin." Perkataan Jimin dipotong begitu saja dengan buru-buru. Seakan sosok di seberang sana tak ingin disela lebih dulu. "Ho—Hoseok ... dia ... sudah sadar sejak sebulan yang lalu."

"Kumohon, kau boleh memarahiku karena sudah menyembunyikan hal ini darimu, dari kalian, tapi untuk saat ini kumohon ... tolong cek keadaan Hoseok dan Yoongi, eoh. Perawat bilang ada obat yang harus Hoseok minum, tapi seharian ini dia tidak bisa menemukan Hoseok maupun Yoongi."

Jimin tersenyum samar, meski sedikit merasa sakit namun ini memang bukan hal yang mengejutkan bahwa Dawon termasuk dalam salah satu orang yang menyembunyikan kabar Hoseok selama ini. Wajar saja sedari awal nada bicara wanita itu terdengar ragu.

기억 MEMORY || BTSWhere stories live. Discover now