Chap - 05

962 54 3
                                    

Jeha dan violin tengah makan siang dikantin.

"Lo nyari siapa sih violin?"

"Gue lagi nunggu kedatangan kak revan biasanya jam segini kak revan makan, tapi kok gak ada ya"

Jeha memutar matanya malas dan kembali makan. Violin memang tidak pernah berubah dari dulu, masih menyukai cowok tampan.

"Itu dia! " teriak violin girang.

Violin tak sendiri, karena siswi lain juga ikut heboh meneriaki pujaan hati mereka yaitu revan.

"Lebay amat" cibir jeha.

"Bukan lebay jeha tapi lo nya aja yang aneh cowok ganteng kaya kak revan aja gak berpengaruh dimata lo"

Siswa laki laki tanpa sengaja minumannya terjatuh dan mengenai sepatu mahal milik revan.

Tiba tiba suasana kantin sepi, seakan tau apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Brengsek! lo mau mati hah?"

Siswa itu ketakutan "Maaf kak gue gak sengaja"

"Gak sengaja lo bilang? enak banget ngomong gitu, lo pikir dengan kata maaf lo itu bisa ngebalikin sepatu gue kaya utuh lagi"

"En-enggak bisa kak"

"Bersihin! "

Siswa itu dengan tangan gemetar mengeluarkan tisu dari saku seragamnya.

Ketika tangannya hampir menyentuh sepatu revan. Revan malah menendang tangannya keras.

"Gue gak nyuruh lo bersihin pake tisu"

"Ter-rrus pake apa kak?"

"Jilat sampe bersih"

Ucapan revan membuat darah jeha mendidih. Ia tidak menyangka ternyata masih ada cowok gila seperti revan.

"Itu cowok yang lo idolain? " tanya jeha.

"Eum iya jeha. Kenapa?"

"Lo udah gila violin! " jeha beranjak dari tempat duduknya.

"Jeha gue peringatin jangan" violin seakan tau isi diotak jeha "Gue gak mau lo bermasalah sama kak revan"

Namun jeha adalah jeha gadis kepala batu. Jika menurutnya salah, maka ia tidak akan tinggal diam meski bahaya yang tengah ia hadapi.

"Ya Tuhan semoga jeha berubah pikiran" ucap violin bersungguh sungguh.

Revan menarik kerah baju siswa itu membuatnya hampir tercekik "Lo gak denger apa yang gue bilang? jilat! Oh atau lo gak mau eum boleh sih tapi lo harus gue bikin seenggaknya masuk rumah sakit lah"

"Ampun kak revan"

"Lepasin dia! " revan mengalihkan tatapannya pada seseorang yang sudah berani menganggu kesenangannya.

Violin menepuk dahinya, jeha sukses membuatnya khawatir "Lo temen gue yang paling bodoh jeha"

Gadis itu. Revan masih mengingatnya, tanpa berperasaan revan mendorong kuat siswa tadi sampai tubuhnya tergeletak dilantai dan mengenai kursi.

"Masih zaman ya ngebully orang?"

"Lo belain dia"

"Menurut lo"

Revan mengikis jarak. Sehingga jeha mau tak mau memundurkan tubuhnya tapi sayang revan mencengkram bagian pinggangnya.

Semua yang ada dikantin tahan nafas menatap keintiman revan dan jeha.

Tangan kekar revan menyibak sedikit rambut jeha dan mendekatkan bibirnya ditelinga gadis itu.

"I found you" bisikan seksi itu seketika membuat bulu kuduk jeha meremang.

***
Revan memandangi tanaman bunga milik erza dari atas balkon.

"Gue harus cari informasi tentang gadis ini" revan tengah memegang beberapa lembar foto candid jeha hasil jepretannya secara diam diam.

Hari tampak mendung dan mungkin sebentar lagi hujan akan turun. Sialnya motor gibran mogok ditengah jalan.

"Lo sebenarnya ikhlas gak sih nganterin gue!" jeha turun dari motor gibran.

Kembarannya itu terkekeh "Kok nyalahin gue, motornya tuh yang gak mau ngangkut lo"

"Gibran! "

"Je bantuin gue dorong motor, seingat gue dekat tikungan sana ada bengkel"

"Ogah! "

"Kembaran kampret! kalo lo gak mau bantuin gimana kita bisa sampe sekolah yang ada malah telat"

"Ckck nyusahin mulu deh"

Tak ayal jeha membantu gibran mendorong motornya. Jika tau seperti ini jeha lebih memilih naik taksi saja.

Sebuah motor berhenti disamping jeha "Naik gue anterin"

"Siapa?" tanya gibran.

"Mana gue tau! "

Revan melepaskan helmnya membuat gibran tiba tiba menarik jeha mendekat padanya.

"Ngapain lo? "

"Gue mau anterin dia"

"Gue gak izinin. Jeha ayo dorong lagi motornya!"

Jeha agak sedikit kaget melihat perubahan gibran, kenapa kembarannya itu seperti tidak menyukai revan.

Namun tangan jeha dicekal revan "Lo harus tau seorang revan gak suka ditolak"

"Anjing lo! " gibran tak suka melihat revan yang berani menyentuh adiknya.

"Stop! " jeha berusaha melerai sebelum acara tonjok menonjok terjadi "Bentar lagi hujan, dan kalian mau berantem"

"Jeha ayo pergi" gibran menarik jeha, tapi revan sama sekali enggan melepaskan cekalannya.

Hujan pun turun. Tubuhnya basah, kedua tangannya dipegang kuat oleh dua sisi membuat emosi jeha seketika meledak.

"Lepasin tangan gue sialan! "

REVANO | On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang