Berharap setidaknya ada suara yang menjawab panggilannya meski lirih sekalipun.
"Namjoon-ah, hyung mohon buka matamu. Ada apa denganmu?" Suara Seokjin mulai bergetar. Sekuat tenaga menahan tangisnya karena rasa khawatir dan sakit yang datang bersamaan pada hatinya.
Apa dua tahun ini Namjoon juga mengalami hal berat?
Atau bahkan lebih berat?
Ini bahkan adalah pertemuan pertama mereka lagi setelah Namjoon memutuskan meninggalkan negara ini. Sosok yang Seokjin lepas dengan senyum perih itu, sosok yang dirinya lepas dengan doa semoga sang adik bisa menyembuhkan lukanya, mengapa kini kembali dengan keadaan yang jauh lebih parah daripada siapapun diantara mereka.
Air matanya tak lagi bisa ia bendung. Seokjin menangis semakin kencang saat Namjoon masih saja tak mau membuka matanya. "Namjoon-ah... hyung disini. Kumohon buka matamu dan jawab hyung."
Tangannya memeluk erat tubuh Namjoon. Kulit sang adik terasa dingin dan itu membuat hati Seokjin semakin sakit. Seberapa banyak dan parah luka yang adiknya ini simpan sendirian? Mengapa Seokjin tidak menyadarinya sama sekali? Kenapa Seokjin bahkan sempat memendam marah padanya karena mengira sosok pemimpin grup nya ini pergi meninggalkan kekacauan begitu saja? Kenapa?
"Joon-ah... hiks. Kim Namjoon."
"Hh—hyung ...."
Tubuh Seokjin menegang begitu lirihan pelan itu tertangkap indera pendengarannya. Ia segera melepaskan dekapannya dari tubuh Namjoon dan menemukan manik itu mengerjap beberapa kali begitu pelan. Kedua matanya terlihat berat.
"Namjoon? Kau— Joon-ah, kau baik-baik saja? Kau sadar? Namjoon?"
"Ha—ngat."
Seokjin mengernyit bingung, namun ia tetap menunggu dengan sabar sang adik menyelesaikan kalimatnya dengan susah payah. Dadanya terasa begitu sesak dan tangis itu kembali membasahi wajahnya semakin parah.
"Pelu—kan, hyung. Ha—ngat. Jang—ngan hyung le—pas. Ku—mohon."
Tangisan Seokjin pecah. Dengan cepat ia kembali membawa tubuh Namjoon dalam pelukannya. Bahkan lebih erat dari sebelumnya. "Kau tidak sendirian lagi, Namjoon. Hyung ada disini. Hyung mohon bertahanlah sebentar lagi."
***
Satu gulungan kertas kusut kembali terlempar pada sudut ruangan. Wadah yang sebelumnya kosong kini bahkan sudah tak bisa memuat lebih banyak lagi sobekan kertas tak berbentuk dari sosok di sisi lain ruangan.
Penampilannya tidak bisa terbilang rapi. Rambutnya bahkan sudah hampir menyaingi kusut puluhan robeka kertas yang terus ia lempar asal. Tangannya mencoret tergesa pada buku didepannya, berhenti sebentar hanya untuk membaca ulang yang dirinya tulis tapi dalam hitungan detik kertas dan tulisan itu telah ikut bergabung dengan tumpukan kertas lain.
Wajahnya datar tanpa ekspresi. Seperti biasanya?
Iya, seperti biasanya memang sosok itu tak pernah lagi menampilkan senyumannya pada siapapun namun cahayanya kini lebih redup daripada sebelumnya. Tak ada sama sekali gurat yang bisa terbaca. Marah? Kecewa? Sedih? Sakit? Senang?
Tidak.
Tidak ada satupun dari perasaan itu yang bisa dibaca dari raut wajahnya.
"Yoongi hyung! Kau bilang akan mengajakku makan sate domba hari ini!"
"Hyung, hyung, lihatlah lirik yang sudah kubuat."
"Yoongi hyung, aku pulang bersama hyung yah."
YOU ARE READING
기억 MEMORY || BTS
FanfictionSemua kenangan itu tersimpan rapi di laci sudut kepalaku Semua kenangan itu seperti huruf korea 'giyeok' Permulaanku yang berharga An ordinary story between their friendship and memory Inspirasi : 💜 Puisi RM di Run BTS eps 56 ...
MEMORY || 26
Start from the beginning
